Categories: Bhagawad Gita

Atma Samyama Yoga -Bhagavad Gita – Sansekerta – Terjemahan Indonesia Bab 6

Bab 6
Atma Samyama Yoga

Menguraikan tentang astanga yoga, sejenis latihan meditasi lahiriah, mengendalikan pikiran dan indria-indria dan memusatkan perhatian kepada Paramatma (Roh Yang Utama, bentuk Tuhan yang bersemayam di dalam hati). Puncak latihan ini adalah samadhi. samadhi artinya sadar sepenuhnya terhadap Yang Maha Kuasa.

6.1
śrī-bhagavān uvāca
anāśritaḥ karma-phalaḿ
kāryaḿ karma karoti yaḥ
sa sannyāsī ca yogī ca
na niragnir na cākriyaḥ

Śrī-bhagavān uvāca—Tuhan Yang Maha Esa bersabda; anāśritaḥ—tanpa berlindung; karma-phalam—terhadap hasil pekerjaan; kāryam—wajib; karma—pekerjaan; karoti—melaksanakan; yaḥ—orang yang; saḥ—dia; sannyāsī—pada tingkat meninggalkan hal-hal duniawi; ca—juga; yogī—ahli kebatinan; ca—juga; na—tidak; niḥ—tanpa; agniḥ—api; na—tidak juga; ca—juga; akriyaḥ—tanpa kewajiban.

Terjemahan

Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Orang yang tidak terikat pada hasil pekerjaannya dan bekerja menurut tugas kewajibannya berada pada tingkatan hidup untuk meninggalkan hal-hal duniawi. Dialah ahli kebatinan yang sejati, bukanlah orang yang tidak pernah menyalakan api dan tidak melakukan pekerjaan apapun yang menjadi sannyāsī dan yogi yang sejati.

Penjelasan

Dalam bab ini, Sri Krishna menjelaskan bahwa proses sistem yoga terdiri dari delapan tahap adalah cara untuk mengendalikan pikiran dan indera-indera. Akan tetapi, ini sulit sekali dilaksanakan oleh orang awam, khususnya pada jaman Kali. Walaupun sistem yoga yang terdiri dari delapan tahap dianjurkan dalam bab ini, Krishna menegaskan bahwa proses karma-yoga, atau bertindak dalam kesadaran Krishna, lebih baik. Semua orang bertindak di dunia ini untuk memelihara keluarganya dan perlengkapan mereka. Tetapi tiada seorangpun yang bekerja tanpa suatu kepentingan pribadi, kepuasan pribadi, baik secara terpadu maupun secara luas. Ukuran kesempurnaan ialah bertindak dalam kesadaran Krishna, bukan dengan tujuan menikmati hasil pekerjaan. Bertindak dalam kesadaran Krishna adalah kewajiban setiap makhluk hidup, sebab pada dasarnya kita semua bagian dari Yang Mahakuasa yang mempunyai sifat yang sama seperti Yang Mahakuasa. Anggota-anggota badan bekerja untuk memuaskan seluruh badan. Anggota-anggota badan tidak bergerak untuk memuaskan diri masing-masing, melainkan untuk memuaskan keseluruhan yang lengkap. Begitu pula, makhluk hidup yang tidak bekerja demi kepuasan pribadi melainkan bekerja untuk memuaskan keseluruhan yang paling utama adalah sannyāsī dan yogi yang sempurna.
Kadang-kadang para sannyāsī berpikir dengan cara yang tidak wajar seolah-olah mereka sudah dibebaskan dari segala tugas material. Karena itu mereka berhenti melakukan agnihotra-yajñā (korban suci dengan api). Tetapi mereka sebenarnya mempunyai kepentingan pribadi karena tujuan mereka adalah menunggal dengan Brahman yang bersifat pribadi. Keinginan seperti itu lebih tinggi daripada keinginan material manapun, tetapi keinginan itupun tidak bebas dari kepentingan pribadi. Begitu pula, seorang yogi kebatinan yang mempraktekkan sistem yoga dengan mata setengah dipejamkan dan menghentikan segala kegiatan material masih menginginkan suatu kepuasan untuk diri pribadi. Tetapi orang yang bertindak dalam kesadaran Krishna bekerja untuk memuaskan keseluruhan, bebas dari kepentingan pribadi. Orang yang sadar akan Krishna tidak mempunyai keinginan untuk memuaskan Diri-Nya sendiri. Ukuran sukses bagi orang yang sadar akan Krishna ialah kepuasan Krishna, dengan demikian dia menjadi sannyāsī yang sempurna, atau yogi yang sempurna. Sri Caitanya, adalah lambang kesempurnaan tertinggi dalam melepaskan ikatan, berdoa sebagai berikut:

na dhanaḿ na janaḿ na sundarīḿ
kavitāḿ vā jagad-īśa kāmaye
mama janmāni janmanīśvare
bhavatād bhaktir ahaitukī tvayi

O Tuhan Yang Mahakuasa, hamba tidak mempunyai keinginan untuk mengumpulkan kekayaan atau menikmati wanita-wanita yang cantik. Hamba juga tidak menginginkan sejumlah pengikut. Yang hamba inginkan adalah karunia yang tiada sebabnya berupa kesempatan untuk berbhakti kepada Anda dalam hidup hamba, dalam setiap penjelmaan.”

6.2
yaḿ sannyāsam iti prāhur
yogaḿ taḿ viddhi pāṇḍava
na hy asannyasta-sańkalpo
yogī bhavati kaścana

yam—apa; sannyāsam—melepaskan ikatan; iti—demikian; prāhuḥ—mereka mengatakan; yogam—mengadakan hubungan dengan Yang Mahakuasa; tam—itu; viddhi—engkau harus mengetahui; pāṇḍava—wahai putera Pāṇḍu ; na—tidak pernah; hi—pasti; asannyasta—tanpa meninggalkan; sańkalpaḥ—keinginan untuk memuaskan diri sendiri; yogī—seorang rohaniwan yang ahli kebatinan; bhavati—menjadi; kaścana—siapapun.

Terjemahan

Hendaknya engkau mengetahui bahwa apa yang disebut melepaskan ikatan sama dengan yoga atau mengadakan hubungan antara diri kita dengan Yang Mahakuasa, wahai putera Pāṇḍu, sebab seseorang tidak akan pernah dapat menjadi yogi kecuali ia melepaskan keinginan untuk memuaskan indera-indera.

Penjelasan

Sannyasa-yoga atau bhakti yang sejati berarti seseorang harus mengetahui kedudukan dasarnya sebagai makhluk hidup, dan bertindak sesuai dengan kedudukan dasar itu. Makhluk hidup tidak memiliki identitas yang bebas. Makhluk hidup adalah tenaga pinggir dari Yang Mahakuasa. Apabila makhluk hidup ditangkap oleh tenaga material, dia terikat, dan apabila dia sadar akan Krishna, atau sadar akan tenaga rohani, dia berada dalam keadaan hidupnya yang sejati dan wajar. Karena itu, apabila seseorang memiliki pengetahuan yang lengkap, dia menghentikan segala kepuasan indera-indera material, atau melepaskan ikatan terhadap segala jenis kegiatan untuk kepuasan indera-indera. Inilah latihan bagi para yogi yang mengekang indera-indera dari ikatan material. Tetapi orang yang sadar akan Krishna tidak mempunyai kesempatan untuk menggunakan indera-inderanya dalam kegiatan manapun yang tidak bertujuan untuk Krishna. Karena itu, orang yang sadar akan Krishna sekaligus menjadi sannyāsī dan yogi. Maksud pengetahuan dan pengekangan indera-indera, sebagaimana dianjurkan dalam proses-proses yajñā dan yoga, dilaksanakan dengan sendirinya dalam kesadaran Krishna. Kalau seseorang tidak dapat meninggalkan kegiatan yang berasal dari sifat mementingkan diri sendiri, maka jñāna dan yoga percuma baginya. Tujuan sejati ialah makhluk hidup harus meninggalkan segala kepuasan yang mementingkan diri sendiri dan bersedia memuaskan Yang Mahakuasa. Orang yang sadar akan Krishna tidak mempunyai keinginan untuk kenikmatan pribadi dari jenis manapun. Dia selalu sibuk untuk kenikmatan Yang Mahakuasa. Karena itu, orang yang tidak mempunyai keterangan tentang Yang Mahakuasa pasti menjadi sibuk dalam memuaskan Diri-Nya sendiri, sebab tiada seorangpun yang dapat berdiri pada tingkat tidak melakukan kegiatan. Segala maksud dipenuhi secara sempurna oleh latihan kesadaran Krishna.

6.3
ārurukṣor muner yogaḿ
karma kāraṇam ucyate
yogārūḍhasya tasyaiva
śamaḥ kāraṇam ucyate

ārurukṣoḥ—orang yang baru mulai yoga; muneḥ—mengenai resi; yogam—sistem yoga terdiri dari delapan tahap; karma—pekerjaan; kāraṇam—cara; ucyate—dikatakan sebagai; yoga—yoga yang terdiri dari delapan tahap; ārūḍhasya—mengenai orang yang sudah mencapai; tasya—milik dia; evā—pasti; samaḥ—menghentikan segala kegiatan material; kāraṇam—cara; ucyate—dikatakan sebagai.

Terjemahan

Dikatakan bahwa pekerjaan adalah cara untuk orang yang baru mulai belajar sistem yoga yang terdiri dari delapan tahap, sedangkan menghentikan segala kegiatan material dikatakan sebagai cara untuk orang yang sudah maju dalam yoga.

Penjelasan

Proses menghubungkan diri kita dengan yang Mahakuasa disebut yoga. Yoga dapat diumpamakan sebagai tangga untuk mencapai keinsafan rohani tertinggi. Tangga tersebut mulai dari keadaan material yang paling rendah bagi makhluk hidup dan naik sampai keinsafan diri yang sempurna dalam kehidupan rohani yang murni. Menurut berbagai tingkat, bagian-bagian  tangga tersebut dikenal dengan berbagai nama. Tetapi secara keseluruhan, tangga yang lengkap disebut yoga dan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu jñāna-yoga, Dhyana-yoga dan bhakti-yoga. Awal tangga itu disebut tahap yoga-ruruksu, dan tingkat tertinggi disebut yoga-ruda.
Mengenai sistem yoga terdiri dari delapan tahap, usaha-usaha pada awal untuk masuk dalam semadi melalui prinsip-prinsip yang mengatur hidup dan latihan berbagai sikap duduk (yang kurang lebih merupakan senam jasmani) dianggap kegiatan material yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil. Segala kegiatan seperti itu menuju tercapainya keseimbangan mental yang sempurna untuk mengendalikan indera-indera. Apabila seseorang sudah ahli dalam latihan semadi, ia menghentikan segala kegiatan pikiran yang mengganggu.
Akan tetapi, orang yang sadar akan Krishna mantap sejak awal pada tingkat semadi, sebab dia selalu berpikir tentang Krishna. Dengan senantiasa menekuni pengabdian kepada Krishna, dia dianggap sudah menghentikan segala kegiatan material.

6.4
yadā hi nendriyārtheṣu
na karmasv anuṣajjate
sarva-sańkalpa-sannyāsī
yogārūḍhas tadocyate

yadā—apabila; hi—pasti; na—tidak; indriya-artheṣu—dalam kepuasan indera-indera; na—tidak pernah; karmasu—dalam kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil; anuṣajjate—seseorang perlu menjadi sibuk; sarva-sańkalpa—dari segala keinginan material; sannyāsī—orang yang melepaskan ikatan; yoga-ārūḍhaḥ—maju dalam yoga; tadā—pada waktu itu; ucyate—dikatakan sebagai.

Terjemahan

Dikatakan bahwa seseorang sudah maju dalam yoga apabila dia tidak bertindak untuk kepuasan indera-indera atau menjadi sibuk dalam kegiatan untuk membuahkan hasil setelah meninggalkan segala keinginan material.

Penjelasan

Apabila seseorang sepenuhnya menekuni cinta-bhakti rohani kepada Tuhan, dia berpuas hati dalam Diri-Nya sendiri. Karena itu, dia tidak sibuk lagi dalam kepuasan indera-indera atau kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil. Kalau tidak demikian, seseorang harus sibuk dalam kepuasan indera-indera, sebab ia tidak dapat hidup tanpa kesibukan. Tanpa kesadaran Krishna, seseorang harus selalu mencari kegiatan yang berpusat pada Diri-Nya sendiri atau kegiatan yang mementingkan Diri-Nya dalam arti yang diperluas. Tetapi orang yang sadar akan Krishna dapat melakukan segala sesuatu demi kepuasan Krishna, dan dengan demikian ia dibebaskan dari ikatan terhadap kepuasan indera-indera secara sempurna. Orang yang belum insaf seperti itu harus berusaha melakukan latihan untuk dapat dibebaskan dari keinginan material sebelum ia dapat diangkat sampai tingkat tertinggi pada tangga yoga.

6.5
uddhared ātmanātmānaḿ
nātmānam avasādayet
ātmaiva hy ātmano bandhur
ātmaiva ripur ātmanaḥ

uddharet—seseorang harus menyelamatkan; ātmanā—oleh pikiran; ātmanām—roh yang terikat; na—tidak pernah; ātmanām—roh yang terikat; avasādayet—menyebabkan kemerosotan; ātmā—pikiran; evā—pasti; hi—memang; ātmanāḥ—bagi roh yang terikat; bandhuḥ—kawan; ātmā—pikiran; evā—pasti; ripuh—musuh; ātmanāḥ—bagi roh yang terikat.

Terjemahan

Seseorang harus menyelamatkan diri dengan bantuan pikirannya, dan tidak menyebabkan Diri-Nya merosot. Pikiran adalah kawan bagi roh yang terikat, dan pikiran juga musuhnya.

Penjelasan

Kata atma menunjukkan badan, pikiran dan sang roh—tergantung pada berbagai keadaan. Dalam sistem yoga, khususnya pikiran dan roh terikat yang penting. Oleh karena pikiran adalah titik pusat latihan yoga, di sini kata atma menunjukkan pikiran. Maksud sistem yoga ialah untuk mengendalikan pikiran dan menarik pikiran keluar dari ikatan terhadap obyek-obyek indera. Di sini digarisbawahi bahwa pikiran harus dilatih dengan cara sedemikian rupa supaya dapat menyelamatkan roh yang terikat dari rawa-rawa kebodohan. Dalam kehidupan material, seseorang mengalami pengaruh pikiran dan indera-indera. Sebenarnya, sang roh yang murni diikat di dunia material karena pikiran tersangkut dengan keakuan palsu, yang ingin berkuasa atas alam material. Karena itu, pikiran harus dilatih supaya tidak tertarik pada gemerlapnya alam material. Dengan cara itulah roh yang terikat dapat diselamatkan. Hendaknya seseorang jangan menyebabkan Diri-Nya merosot dengan menjadi tertarik pada obyek-obyek indera. Makin seseorang tertarik pada obyek-obyek indera, makin Diri-Nya terikat dalam kehidupan material. Cara terbaik untuk membebaskan diri dari ikatan ialah selalu menjadikan pikiran tekun dalam kesadaran Krishna. Kata hi digunakan untuk menggarisbawahi kenyataan ini, yaitu bahwa seseorang harus berbuat seperti ini. Dalam Upanisad-upanisad juga dinyatakan:

mana eva manuṣyāṇāḿ
kāraṇaḿ bandha-mokṣayoḥ
bandhāya viṣayāsańgo
muktyai nirviṣayaḿ manaḥ

Pikiran menyebabkan ikatan manusia dan pikiran pula yang menyebabkan pembebasannya. Pikiran yang terikat dalam obyek-obyek indera menyebabkan ikatan, dan pikiran yang dibebaskan dari ikatan terhadap obyek-obyek indera menyebabkan pembebasan” (Amrtabindu Upanisad 2). Karena itu, pikiran yang selalu tekun dalam kesadaran Krishna menyebabkan pembebasan yang paling utama.

6.6
bandhur ātmātmanas tasya
yenātmaivātmanā jitaḥ
anātmanas tu śatrutve
vartetātmaiva śatru-vat

bandhuḥ—kawan; ātmā—pikiran; ātmanāḥ—bagi makhluk hidup; tasya—bagi dia; yena—oleh siapa; ātmā—pikiran; evā—pasti; ātmanā—oleh para makhluk hidup; jitaḥ—ditaklukkan; anātmanāḥ—orang yang gagal mengendalikan pikiran; tu—tetapi; śatrutve—karena rasa benci; varteta—tetap; ātmā eva—pikiranlah; śatru-vat—sebagai musuh.

Terjemahan

Pikiran adalah kawan yang paling baik bagi orang yang sudah menaklukkan pikiran; tetapi bagi orang yang gagal mengendalikan pikiran, maka pikirannya akan tetap sebagai musuh yang paling besar.

Penjelasan

Maksud latihan yoga yang terdiri dari delapan tahap ialah mengendalikan pikiran supaya pikiran dijadikan kawan dalam melaksanakan tujuan kehidupan manusia. Kalau pikiran tidak dikendalikan, latihan yoga (sebagai tontonan) hanya memboroskan waktu saja. Orang yang tidak dapat mengendalikan pikiran selalu hidup bersama musuh yang paling besar dan dengan demikian kehidupannya dan tujuannya dirusakkan. Kedudukan dasar makhluk hidup ialah melaksanakan perintah atasan. Selama pikiran tetap sebagai musuh yang belum ditaklukkan, seseorang harus melayani perintah-perintah hawa nafsu, amarah, loba, khayalan, dan sebagainya. Tetapi apabila pikiran sudah ditaklukkan, dengan sukarela seseorang setuju mematuhi perintah-perintah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang bersemayam di dalam hati setiap orang sebagai Paramatma. Latihan yoga yang sejati berarti bertemu dengan Paramatma di dalam hati dan kemudian mengikuti perintah Beliau. Bagi orang yang mulai mengikuti kesadaran Krishna secara langsung, penyerahan diri secara sempurna terhadap perintah Krishna menyusul dengan sendirinya.

6.7
jitātmanaḥ praśāntasya
paramātmā samāhitaḥ
śītoṣṇa-sukha-duḥkheṣu
tathā mānāpamānayoḥ

jita-ātmanaḥ—mengenai orang yang sudah menaklukkan pikirannya; praśāntasya—orang yang sudah mencapai tingkat ketenangan dengan mengendalikan pikiran seperti itu; parama -ātmā—Roh Yang Utama; samāhitaḥ—sepenuhnya mendekati; śīta—dalam keadaan dingin; uṣṇa—panas; sukha—suka; duḥkheṣu—dan dukacita; tathā—juga; māna—dalam kehormatan; apamānayoḥ—penghinaan.

Terjemahan

Orang yang sudah menaklukkan pikiran sudah mencapai kepada Roh Yang Utama, sebab dia sudah mencapai ketenangan. Bagi orang seperti itu, suka dan duka, panas dan dingin, penghormatan dan penghinaan semua sama.

Penjelasan

Sebenarnya, setiap makhluk hidup dimaksudkan untuk mematuhi perintah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang bersemayam di dalam hati semua orang sebagai Paramatma. Apabila pikiran disesatkan oleh tenaga luar yang mengkhayalkan, seseorang terikat dalam kegiatan material. Karena itu, begitu pikiran seseorang dikendalikan melalui salah satu diantara sistem-sistem yoga, harus dianggap bahwa ia sudah mencapai tujuan. Seseorang harus mematuhi perintah-perintah atasan. Apabila pikiran seseorang sudah dipusatkan kepada alam utama, dia tidak ada pilihan lain selain mematuhi perintah Yang Mahakuasa. Pikiran harus mengakui sebuah perintah dari atasan dan mengikuti perintah itu. Efek mengendalikan pikiran ialah bahwa dengan sendirinya seseorang mengikuti perintah Paramatma, atau Roh Yang Utama. Oleh karena kedudukan rohani tersebut akan segera dicapai oleh orang yang sadar akan Krishna, seorang penyembah Krishna tidak dipengaruhi oleh hal-hal relatif dalam kehidupan material, yaitu, suka dan duka, panas dan dingin, dan sebagainya. Keadaan tersebut adalah Samadhi yang nyata, khusuk dalam Yang Mahakuasa.

6.8
jñāna-vijñāna-tṛptātmā
kūṭa-stho vijitendriyaḥ
yukta ity ucyate yogī
sama-loṣṭrāśma-kāñcanaḥ

jñāna—oleh pengetahuan yang diperoleh; vijñāna—dan pengetahuan yang diinsafi; tṛpta—dipuaskan; ātmā—makhluk hidup; kutasthah—mantap secara rohani; vijita-indriyaḥ—mengendalikan indera-indera; yuktaḥ—sanggup untuk keinsafan diri; iti—demikian; ucyate—dikatakan; yogī—seorang ahli kebatinan; sama—mantap secara seimbang; loṣṭra—batu kerikil; aśma—batu; kāñcanaḥ—emas.

Terjemahan

Dikatakan bahwa seseorang sudah mantap dalam keinsafan diri dan dia disebut seorang yogi (atau ahli kebatinan) apabila ia puas sepenuhnya atas dasar pengetahuan yang telah diperoleh dan keinsafan. Orang seperti itu mantap dalam kerohanian dan sudah mengendalikan diri. Dia melihat segala sesuatu—baik batu kerikil, batu maupun emas—sebagai hal yang sama.

Penjelasan

Pengetahuan dari buku tanpa keinsafan terhadap Kebenaran Yang Paling Utama tidak berguna. Hal ini dinyatakan sebagai berikut:

ataḥ śrī-kṛṣṇa-nāmādi
na bhaved grāhyam indriyaiḥ
sevonmukhe hi jihvādau
svayam eva sphuraty adaḥ

Tiada seorangpun yang dapat mengerti sifat rohani, nama, bentuk, sifat, dan kegiatan Sri Krishna melalui indera-indera yang dicemari secara material. Hanya kalau seseorang kenyang secara rohani melalui pengabdian rohani kepada Tuhan, maka nama, bentuk, sifat dan kegiatan rohani Krishna diungkapkan kepadanya.” (Bhakti-rasamrta-sindhu 1.2.234)
Bhagavad-gita adalah ilmu pengetahuan kesadaran Krishna. Tiada seorang pun yang dapat menyadari Krishna hanya dengan kesarjanaan duniawi saja. Seseorang harus cukup beruntung hingga dapat mengadakan hubungan dengan orang yang kesadarannya murni. Orang yang sadar akan Krishna sudah menginsafi pengetahuan atas berkat karunia Krishna, sebab dia puas dengan bhakti yang murni. Seseorang menjadi sempurna melalui pengetahuan yang diinsafinya. Seseorang dapat menjadi mantap dalam keyakinannya melalui pengetahuan rohani. Tetapi seseorang mudah dikhayalkan dan dibingungkan oleh hal-hal yang kelihatannya merupakan penyangkalan kalau ia hanya memiliki pengetahuan dari perguruan tinggi saja. Orang yang sudah insaf akan Diri-Nya sebenarnya sudah mengendalikan diri, sebab ia sudah menyerahkan diri kepada Krishna. Dia melampaui keduniawian karena dia tidak mempunyai hubungan dengan kesarjanaan duniawi. Bagi orang itu, kesarjanaan duniawi dan angan-angan, yang barangkali sebagus emas menurut orang lain, tidak lebih berharga daripada kerikil atau batu.

6.9
suhṛn-mitrāry-udāsīna-
madhya-stha-dveṣya-bandhuṣu
sādhuṣv api ca pāpeṣu
sama-buddhir viśiṣyate

su-hṛt—kepada orang yang mengharapkan kesejahteraan sesuai sifatnya; mitra—penolong dengan kasih sayang; ari—musuh-musuh; udāsīna—orang yang mempunyai kedudukan netral antara orang yang bermusuhan; madhya-stha—perantara antara orang yang bermusuhan; dveṣya—orang yang iri hati; bandhuṣu—dan sanak keluarga atau orang yang mengharapkan kesejahteraan; sādhuṣu—kepada orang saleh; api—beserta; ca—dan; pāpeṣu—kepada orang berdosa; sama-buddhiḥ—mempunyai kecerdasan yang merata; viśiṣyate—sudah maju sekali.

Terjemahan

Seseorang dianggap lebih maju lagi apabila dia memandang orang jujur yang mengharapkan kesejahteraan, penolong yang penuh kasih sayang, orang netral, perantara, orang iri, kawan dan musuh, orang saleh dan orang yang berdosa dengan sikap pikiran yang sama. Tidak ada penjelasan

6.10
yogī yuñjīta satatam
ātmānaḿ rahasi sthitaḥ
ekākī yata-cittātmā
nirāśīr aparigrahaḥ

yogī—seorang rohaniwan; yuñjīta—harus memusatkan pikiran dalam kesadaran Krishna; satatam—senantiasa; ātmanām—Diri-Nya (oleh badan, pikiran dan sang diri); rahasi—di tempat sunyi; sthitāḥ—menjadi mantap seperti itu; ekākī—sendirian; yata-citta-ātmā—selalu hati-hati dalam pikiran; nirāśīḥ—tanpa tertarik oleh apapun yang lain; aparigrahaḥ—bebas dari rasa memiliki sesuatu.

Terjemahan

Seorang rohaniawan seharusnya selalu menjadikan badannya, pikiran dan Diri-Nya tekun dalam hubungan dengan Yang Mahakuasa. Hendaknya dia hidup sendirian di tempat yang sunyi dan selalu mengendalikan pikirannya dengan hati-hati. Seharusnya dia bebas dari keinginan dan rasa memiliki sesuatu.

Penjelasan

Krishna diinsafi dalam berbagai tingkat sebagai Brahman, Paramatma dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Secara singkat, kesadaran Krishna berarti selalu tekun dalam cinta bhakti rohani kepada Krishna. Tetapi orang yang terikat pada Brahman yang tidak berbentuk pribadi atau Roh Yang Utama yang bersemayam di setiap hati makhluk hidup juga sadar akan Krishna namun belum sepenuhnya, sebab Brahman yang tidak berbentuk pribadi adalah sinar rohani dari Krishna dan Roh Yang Utama adalah penjelmaan sebagian dari Krishna yang berada di mana-mana. Jadi, orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dan orang yang bersemadi juga sadar akan Krishna secara tidak langsung. Orang yang sadar akan Krishna secara langsung adalah rohaniwan yang paling tinggi, sebab seorang penyembah seperti itu mengetahui arti Brahman dan Paramatma. Pengetahuan penyembah seperti itu tentang Kebenaran Mutlak sudah sempurna, sedangkan orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dan seorang yogi yang bersemadi sadar akan Krishna dengan cara yang kurang sempurna.
Walaupun demikian, semua golongan tersebut di atas diajarkan di sini agar senantiasa tekun dalam kesibukannya masing-masing agar mereka dapat mencapai kesempurnaan tertinggi dalam waktu yang dekat atau sesudah beberapa waktu. Tugas pertama seorang rohaniwan ialah memusatkan pikiran kepada Krishna senantiasa. Hendaknya seseorang berpikir tentang Krishna dan jangan melupakan Krishna, bahkan selama sedetikpun. Memusatkan pikiran kepada Yang Mahakuasa disebut samadhi, atau semadi. Untuk memusatkan pikiran, hendaknya seseorang selalu tinggal di tempat yang sunyi dan menghindari gangguan dari obyek-obyek luar. Dia harus sangat hati-hati untuk menerima keadaan yang menguntungkan dan menolak keadaan yang tidak menguntungkan yang mempengaruhi keinsafannya. Dengan ketabahan hati yang sempurna hendaknya dia tidak berhasrat mendapatkan benda-benda material yang tidak diperlukan dan memikat Diri-Nya dengan rasa memiliki sesuatu.
Segala kesempurnaan dan kebijaksanaan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dilaksanakan secara sempurna bila seseorang sadar akan Krishna secara langsung, sebab kesadaran Krishna secara langsung berarti meniadakan kepentingan pribadi. Dalam keadaan demikian kecil sekali kemungkinan seseorang ingin memiliki benda-benda material. Srila Rupa Gosvami menguraikan ciri-ciri kesadaran Krishna sebagai berikut:

anāsaktasya viṣayān
yathārham upayuñjataḥ
nirbandhaḥ kṛṣṇa-sambandhe
yuktaḿ vairāgyam ucyate

prāpañcikatayā buddhyā
hari-sambandhi-vastunaḥ
mumukṣubhiḥ parityāgo
vairāgyaḿ phalgu kathyate

Apabila seseorang tidak terikat pada sesuatupun, tetapi pada waktu yang sama menerima segala sesuatu dalam hubungan dengan Krishna, maka dia berada dalam keadaan benar yang melampaui keinginan untuk memiliki benda-benda. Di pihak lain orang menolak segala sesuatu tanpa pengetahuan tentang hubungannya dengan Krishna kurang lengkap dalam melepaskan ikatannya.” (Bhakti-rasamrta-sindhu 2.255-256)
Orang yang sadar akan Krishna mengetahui dengan baik bahwa segala sesuatu adalah milik Krishna. Karena itu, dia selalu bebas dari rasa memiliki benda-benda secara pribadi. Karena itu, dia tidak berhasrat memiliki sesuatu untuk Diri-Nya sendiri. Dia mengetahui bagaimana cara menerima hal-hal yang bermanfaat untuk kesadaran Krishna dan bagaimana cara menolak hal-hal yang tidak bermanfaat untuk kesadaran Krishna. Ia selalu menyisihkan diri dari hal-hal material karena dia selalu melampaui hal-hal duniawi. Dia selalu sendirian dan tidak mempunyai hubungan yang terlalu erat dengan orang yang tidak sadar akan Krishna. Karena itu, orang yang sadar akan Krishna adalah yogi yang sempurna.

6.11-12

śucau deśe pratiṣṭhāpya
sthirām āsanam ātmanaḥ
nāty-ucchritaḿ nāti-nīcaḿ
cailājina-kuśottaram

tatraikāgraḿ manaḥ kṛtvā
yata-cittendriya-kriyaḥ
upaviśyāsane yuñjyād
yogam ātma-viśuddhaye

śucau—di tempat yang disucikan; deśe—tanah; pratiṣṭhāpya—menaruh; sthirām—teguh; āsanam—tempat duduk; ātmanāḥ—milik Diri-Nya; na—tidak; ati—terlalu; ucchritam—tinggi; na—tidak juga; ati—terlalu; nīcam—rendah; caila-ajina—dari kain lunak dan kulit rusa; kuśa—dan rumput kusa; uttaram—menutupi; tatra—di atas itu; eka-agram—dengan perhatian pada satu titik; manaḥ—pikiran; kṛtvā—membuat; yata-citta—mengendalikan pikiran; indriya—indera-indera; kriyāḥ—dan kegiatan; upaviśya—duduk; āsane—di tempat duduk; yuñjyāt—harus melaksanakan; yogam—latihan yoga; ātmā—hati; viśuddhaye—untuk menjernihkan.

Terjemahan

Untuk berlatih yoga, seseorang harus pergi ke tempat sunyi dan menaruh rumput kusa di atas tanah, kemudian menutupi rumput kusa itu dengan kulit rusa dan kain yang lunak. Tempat duduk itu hendaknya tidak terlalu tinggi ataupun terlalu rendah, dan sebaiknya terletak di tempat suci. Kemudian yogi harus duduk di atas tempat duduk itu dengan teguh sekali dan berlatih yoga untuk menyucikan hatinya dengan mengendalikan pikiran, indera-indera dan kegiatannya dan memusatkan pikiran pada satu titik.

Penjelasan

Tempat suci berarti tempat-tempat perziarahan. Di India para yogi, para rohaniwan atau para penyembah semua meninggalkan rumah dan tinggal di tempat-tempat suci seperti Prayaga, Mathura, Vrndavana, Hrsikesa, dan Hardwar dan berlatih yoga dalam kesunyian di mana sungai-sungai suci seperti Yamuna dan Gangga mengalir. Tetapi seringkali orang tidak mungkin berbuat seperti itu, khususnya orang Barat. Perkumpulan-perkumpulan yang hanya namanya saja perkumpulan yoga di kota-kota besar barangkali berhasil mencari keuntungan material, tetapi perkumpulan-perkumpulan itu sama sekali tidak cocok untuk latihan yoga yang sebenarnya. Orang yang belum mampu mengendalikan diri dan pikirannya masih sangat goyah, tidak dapat berlatih semadi. Karena itu, dalam Brhan-naradiya Purana dikatakan bahwa pada jaman Kaliyuga (yuga atau jaman sekarang) rakyat umum pendek umur, lamban dalam keinsafan rohani dan selalu digoyahkan oleh berbagai kecemasan. Karena itu, cara terbaik untuk keinsafan rohani ialah memuji nama suci Tuhan.

harer nāma harer nāma
harer nāmaiva kevalam
kalau nāsty eva nāsty eva
nāsty eva gatir anyathā
[Adi 17.21]

Pada jaman kekalutan dan kemunafikan ini, satu-satunya cara untuk mencapai keselamatan ialah memuji nama suci Tuhan. Tidak ada cara lain. Tidak ada cara lain. Tidak ada cara lain.”

6.13-14
samaḿ kāya-śiro-grīvaḿ
dhārayann acalaḿ sthiraḥ
samprekṣya nāsikāgraḿ svaḿ
diśaś cānavalokayan

praśāntātmā vigata-bhīr
brahmacāri-vrate sthitaḥ
manaḥ saḿyamya mac-citto
yukta āsīta mat-paraḥ

samam—lurus; kāya—badan; śiraḥ—kepala; grīvam—dan leher; dhārayan—memegang; acalam—tidak bergerak; sthiraḥ—diam; samprekṣya—memandang; nāsikā—dari hidung; agram—pada ujung; svām—sendiri; diśaḥ—di segala sisi; ca—juga; anavalokayan—tidak pandang; praśānta—tidak goyah; ātmā—pikiran; vigata-bhīḥ—bebas dari rasa takut; brahmacāri-vrate—bersumpah untuk berpantangan hubungan suami-isteri; sthitāḥ—mantap; manaḥ—pikiran; saḿyamya—mengalahkan sepenuhnya; mat—kepada-Ku (Krishna); cittaḥ—mengkonsentrasikan pikiran; yuktaḥ—seorang yogi yang sejati; āsīta—harus duduk; mat—Aku; paraḥ—tujuan tertinggi.

Terjemahan

Seseorang harus menjaga badan, leher dan kepalanya tegak dalam garis lurus dan memandang ujung hidung dengan mantap. Seperti itu, dengan pikiran yang tidak goyah dan sudah ditaklukkan, bebas dari rasa takut, bebas sepenuhnya dari hubungan suami-isteri, hendaknya ia bersemadi kepada-Ku di dalam hati dan menjadikan Aku sebagai tujuan hidup yang tertinggi.

Penjelasan

Tujuan hidup ialah mengenal Krishna, yang bersemayam di dalam hati setiap makhluk hidup sebagai Paramatma, atau bentuk Visnu yang berlengan empat. Latihan proses yoga dijalankan untuk menemukan dan melihat bentuk Visnu tersebut yang berada di tempat khusus, bukan dengan tujuan lain. Visnu-murti yang berada di tempat khusus adalah perwujudan yang berkuasa penuh dari Krishna yang bersemayam di dalam hati. Orang yang tidak mempunyai cara untuk menginsafi Visnu-murti tersebut sibuk dengan cara yang tidak berguna dalam latihan yoga tiruan, dan pasti ia memboroskan waktunya. Krishna adalah tujuan hidup yang tertinggi, dan Visnu-murti yang bersemayam di dalam hati adalah tujuan latihan yoga. Untuk menginsafi Visnu-murti tersebut di dalam hati, seseorang harus berpantang hubungan suami-isteri sama sekali. Karena itu, ia harus meninggalkan rumah, tinggal sendirian di tempat yang sunyi dan tetap duduk seperti yang tersebut di atas. Seseorang tidak dapat menikmati hubungan suami-isteri setiap hari di rumah atau di tempat lain sambil mengikuti apa yang namanya saja kursus yoga dan dengan cara demikian menjadi seorang yogi. Ia harus berlatih mengendalikan dan menghindari segala jenis kepuasan indera-indera. Diantara jenis-jenis kepuasan indera-indera, hubungan suami-isteri adalah yang paling utama. Peraturan cara berpantang hubungan suami-isteri hasil kārya resi mulia yang bernama yajñāvalkya berbunyi sebagai berikut:

karmaṇā manasā vācā
sarvāvasthāsu sarvadā
sarvatra maithuna-tyāgo
brahmacaryaḿ pracakṣate

Sumpah brahmacarya dimaksudkan untuk membantu seseorang berpantang sepenuhnya kenikmatan hubungan suami-isteri dalam pekerjaan, kata-kata dan pikiran—pada setiap waktu, dalam segala keadaan, dan di semua tempat.” Tidak ada orang yang dapat melakukan latihan yoga yang sebenarnya melalui kenikmatan hubungan suami-isteri. Karena itu, brahmacarya diajarkan sejak masa kanak-kanak, pada waktu seseorang tidak mempunyai pengetahuan apapun tentang hubungan suami-isteri. Anak-anak yang berumur lima tahun dikirim ke gurukula, atau perguruan guru kerohanian, dan guru kerohanian melatih anak-anak kecil itu dalam disiplin yang ketat untuk menjadi brahmacari. Tanpa latihan seperti itu, tidak seorangpun dapat maju dalam yoga manapun baik dhyana, jñāna maupun bhakti. Akan tetapi, orang yang mengikuti aturan dan peraturan kehidupan berumah tangga, dan hanya mengadakan hubungan suami-isteri dengan isterinya yang sah (dan itupun di bawah peraturan), juga disebut seorang brahmacari. Seorang brahmacari yang berumah tangga dan mengendalikan diri seperti itu dapat diterima dalam perguruan bhakti, tetapi perguruan jñāna dan dhyana tidak menerima brahmacari yang berumah tangga yang seperti itu. Mereka mengharuskan pantangan hubungan suami-isteri sepenuhnya tanpa kompromi. Dalam perguruan bhakti, seorang brahmacari yang berumah tangga diperbolehkan mengadakan hubungan suami-isteri yang terkendalikan, sebab pelajaran bhakti-yoga begitu kuat sehingga dengan sendirinya seseorang kehilangan minat terhadap hubungan suami-isteri karena itu dia tekun dalam pengabdian yang lebih tinggi kepada Tuhan. Dalam Bhagavad-gita (2.59) dinyatakan:

viṣayā vinivartante
nirāhārasya dehinaḥ
rasa-varjaḿ raso ‘py asya
paraḿ dṛṣṭvā nivartate

Orang lain dipaksakan untuk menjauhkan diri dari kepuasan indera-indera, tetapi seorang penyembah Krishna dengan sendirinya menghindari kepuasan indera-indera karena dia menikmati rasa yang lebih tinggi. Selain seorang penyembah, tidak ada orang yang mempunyai keterangan tentang rasa yang lebih tinggi itu. Vigatabhih. Orang tidak dapat menjadi bebas dari rasa takut kecuali ia sadar akan Krishna sepenuhnya. Roh yang terikat merasa takut akibat ingatannya terputar balik, karena ia melupakan hubungannya yang kekal dengan Krishna. dalam Srimad-Bhagavatam (11.2.37) dinyatakan, bhayam dvitiyabhini vesataḥsyad isad apetasya viparyayo ‘smṛtiḥ: Kesadaran Krishna adalah satu-satunya dasar kebebasan dari rasa takut. Karena itu, latihan yang sempurna dimungkinkan untuk orang yang sadar akan Krishna. Oleh karena tujuan tertinggi latihan yoga ialah melihat Krishna di dalam hati, orang yang sadar akan Krishna sudah menjadi yogi yang paling baik. Prinsip-prinsip sistem yoga yang disebutkan di sini berbeda dari prinsip-prinsip dalam perkumpulan – perkumpulan populer yang hanya namanya saja perkumpulan yoga.

6.15
yuñjann evaḿ sadātmānaḿ
yogī niyata-mānasaḥ
śāntiḿ nirvāṇa-paramāḿ
mat-saḿsthām adhigacchati

yuñjan—berlatih; evam—sebagaimana dikatakan di atas; sadā—senantiasa; ātmanām—badan, pikiran serta sang roh; yogī—seorang ahli kebatinan yang melampaui hal-hal duniawi; niyatamānasaḥ—pikiran yang teratur; śāntim—kedamaian; nirvāṇa-paramam—menghentikan kehidupan material; mat-saḿsthām—angkasa rohani (kerajaan Tuhan); adhigacchati—mencapai.

Terjemahan

Dengan berlatih mengendalikan badan, pikiran dan kegiatan senantiasa seperti itu, seorang ahli kebatinan yang melampaui keduniawian dengan pikiran yang teratur mencapai kerajaan Tuhan [atau tempat tinggal Krishna] dengan cara menghentikan kehidupan material.

Penjelasan

Sekarang tujuan tertinggi dalam latihan yoga diuraikan dengan jelas. Latihan yoga tidak dimaksudkan untuk mendapatkan jenis fasilitas material manapun; melainkan yoga dimaksudkan untuk memungkinkan seseorang menghentikan segala kehidupan material. Orang yang ingin memperbaiki kesehatannya atau bercita-cita mencapai kesempurnaan material bukan yogi menurut Bhagavad-gita. Menghentikan kehidupan material tidak berarti seseorang masuk di dalam kekosongan,” yang hanya merupakan dongeng belaka. Tidak ada kekosongan di tempat manapun dalam ciptaan Tuhan. Melainkan, menghentikan kehidupan material memungkinkan seseorang memasuki angkasa rohani, tempat tinggal Krishna. Tempat tinggal Krishna juga diuraikan dengan jelas dalam Bhagavad-gita, tempat di mana matahari, bulan atau lampu listrik tidak diperlukan. Semua planet di kerajaan rohani bercahaya sendiri seperti matahari di angkasa material. Kerajaan Tuhan berada di mana-mana, tetapi angkasa rohani dan planet-planet di sana disebut param dhāma, atau tempat tinggal yang lebih tinggi.
Seorang yogi yang sempurna, yang sudah mengerti Sri Krishna secara sempurna, sebagaimana dinyatakan dengan jelas di sini oleh Krishna Sendiri (mat-cittah, mat-paraḥ, mat-samstham), dapat mencapai kedamaian yang sejati dan akhirnya mencapai tempat tinggal Krishna yang paling utama, Krishnaloka, yang bernama Goloka Vrndavana. Dalam Brahma-samhita (5.37) dinyatakan dengan jelas (goloka eva nivasaty akhilatmabhutah): walaupun Krishna selalu tinggal di tempat tinggal-Nya yang bernama Goloka, Beliau adalah Brahman yang berada di mana-mana dan juga Paramatma yang berada di tempat khusus karena tenaga-tenaga rohani-Nya yang lebih tinggi. Tiada seorang pun yang dapat mencapai angkasa rohani (Vaikuntha) atau memasuki tempat tinggal Krishna yang kekal (Goloka Vrndavana) tanpa pengertian yang benar tentang Krishna dan bagian yang berkuasa penuh dari Krishna, yaitu Visnu. Karena itu, orang yang bekerja dalam kesadaran Krishna adalah yogi yang sempurna, sebab pikirannya selalu khusuk dalam kegiatan Krishna (sa vai manaḥ kṛṣṇa -padaravindayoh). Dalam Veda (svetasvatara Upanisad 3.8) juga diajarkan, tam eva viditvāti mrtyum eti: Seseorang dapat melampaui jalan kelahiran dan kematian hanya dengan mengerti Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna.” Dengan kata lain, kesempurnaan sistem yoga ialah tercapainya pembebasan dari kehidupan material, bukan sejenis sulap atau senam untuk menipu orang yang tidak tahu apa-apa.

6.16
nāty-aśnatas ‘tu yogo ‘sti
na caikāntam anaśnataḥ
na cāti-svapna-śīlasya
jāgrato naiva cārjuna

na—tidak pernah; ati—terlalu banyak; aśnataḥ—orang yang makan; tu—tetapi; yogaḥ—mengadakan hubungan dengan Yang Mahakuasa; asti—ada; na—tidak juga; ca—juga; ekāntam—terlalu; anaśnataḥ—puasa; na—tidak juga; ca—juga; ati—terlalu banyak; svapna-śīlasya—mengenai orang yang banyak tidur; jāgrataḥ—atau orang yang kurang tidur; na—tidak; evā—pernah; ca—dan; Arjuna—wahai Arjuna.

Terjemahan

Wahai Arjuna, tidak mungkin seseorang menjadi yogi kalau dia makan terlalu banyak, makan terlalu sedikit, tidur terlalu banyak atau tidak tidur secukupnya.

Penjelasan

Mengatur makan dan tidur dianjurkan di sini untuk para yogi. Makan terlalu banyak berarti makan lebih daripada apa yang dibutuhkan untuk memelihara jiwa dan raga. Manusia tidak perlu makan binatang, sebab ada persediaan biji-bijian, sayur-sayuran, buah-buahan dan susu secukupnya. Menurut Bhagavad-gita makanan yang sederhana seperti itu bersifat kebaikan. Makanan yang terdiri dari binatang adalah makanan untuk orang yang dipengaruhi oleh sifat kebodohan. Karena itu, orang yang menikmati daging binatang, minum-minuman keras, merokok dan makan makanan yang tidak dipersembahkan kepada Krishna terlebih dahulu akan menderita reaksi-reaksi dosa karena mereka hanya makan benda-benda yang tercemar. Bhunjate tetv agham papa ye pacanty ātma-kāraṇāt. Siapapun yang makan untuk kesenangan indera-indera atau masak untuk Diri-Nya sendiri, dan tidak mempersembahkan makanannya kepada Krishna, hanya makan dosa. Orang yang makan dosa dan makan lebih daripada jatahnya tidak dapat melakukan yoga yang sempurna. Paling baik kalau seseorang hanya makan sisa makanan yang sudah dipersembahkan kepada Krishna. Orang yang sadar akan Krishna tidak makan sesuatupun yang belum dipersembahkan kepada Krishna lebih dahulu. Karena itu, hanya orang yang sadar akan Krishna dapat mencapai kesempurnaan dalam latihan yoga. Orang yang secara tidak wajar berpantang makan dengan membuat cara sendiri untuk berpuasa juga tidak dapat mengikuti latihan yoga. Orang yang sadar akan Krishna puasa sebagaimana dianjurkan dalam Kitab-kitab Suci. Dia tidak puasa ataupun makan lebih daripada yang diperlukan. Karena itu, dia sanggup melaksanakan latihan yoga. Orang yang makan lebih daripada yang dibutuhkan akan banyak sekali mimpi selama ia tidur, dan sebagai akibatnya, dia harus tidur lebih daripada yang dibutuhkan. Seharusnya seseorang tidak tidur lebih dari enam jam setiap hari. Orang yang tidur lebih dari enam jam setiap dua puluh empat jam pasti dipengaruhi oleh sifat kebodohan. Orang yang berada dalam sifat kebodohan malas dan cenderung banyak tidur. Orang seperti itu tidak dapat berlatih yoga.

6.17
yuktāhāra-vihārasya
yukta-ceṣṭasya karmasu
yukta-svapnāvabodhasya
yogo bhavati duḥkha-hā

yukta—teratur; āhāra—makan; vihārasya—rekreasi; yukta—teratur; ceṣṭasya—orang-orang yang bekerja untuk memelihara; karmasu—dalam melaksanakan tugas kewajiban; yukta—teratur; svapna-avabodhasya—tidur dan bangun; yogaḥ—latihan yoga; bhavati—menjadi; duḥkha-hā—mengurangi rasa sakit.

Terjemahan

Orang yang teratur dalam kebiasaan makan, tidur, berekreasi dan bekerja dapat menghilangkan segala rasa sakit material dengan berlatih sistem yoga.

Penjelasan

Kemewahan yang berlebihan dalam hal makan, tidur, membela diri dan berketurunan—kebutuhan badan—dapat merintangi kemajuan dalam latihan yoga. Mengenai soal makan, makanan hanya dapat di atur apabila seseorang membiasakan diri untuk mengambil dan menerima prasādam, makanan yang sudah disucikan. Menurut Bhagavad-gita (9.26), sayur-sayuran, bunga, buah-buahan, biji-bijian, susu dan sebagainya dipersembahkan kepada Sri Krishna. Dengan cara demikian, orang yang sadar akan Krishna dengan sendirinya dilatih supaya tidak menerima makanan yang tidak dimaksudkan untuk dimakan oleh manusia, atau makanan yang tidak termasuk golongan kebaikan. Mengenai soal tidur, orang yang sadar akan Krishna selalu waspada melaksanakan tugas-tugasnya dalam kesadaran Krishna. Karena itu, menghabiskan waktu untuk tidur yang tidak diperlukan dianggap kerugian besar. Avyarthakalatvām: Orang yang sadar akan Krishna tidak tahan kalau satu menitpun dari kehidupannya berlalu tanpa menekuni bhakti kepada Krishna. Karena itu, ia tidur seminimal mungkin. Contoh terbaik bagi penyembah dalam hal ini ialah Srila Rupa Gosvami, yang selalu tekun dalam pengabdian kepada Krishna dan tidak mau tidur lebih dari dua jam sehari, kadang-kadang kurang dari itu. Thakura Haridasa tidak menerima prasādam ataupun tidur selama sesaatpun tanpa menyelesaikan jadwalnya setiap hari untuk mengucapkan mantra Hare Krishna dengan tasbihnya sebanyak tiga ratus ribu nama. Mengenai pekerjaan, orang yang sadar akan Krishna, dia tidak melakukan sesuatupun yang tidak mempunyai hubungan dengan kepentingan Krishna. Dengan demikian, pekerjaannya selalu teratur dan tidak ternoda dengan kepuasan indera-indera. Oleh karena tidak ada hal pemuasan indera, tidak ada waktu santai yang bersifat material bagi orang yang sadar akan Krishna. Oleh karena orang yang sadar akan Krishna teratur dalam segala pekerjaan, pembicaraan, masa tidur, masa bangun dan segala kegiatan jasmani lainnya, tidak ada kesengsaraan material baginya.

6.18
yadā viniyataḿ cittam
ātmany evāvatiṣṭhate
nispṛhaḥ sarva-kāmebhyo
yukta ity ucyate tadā

yadā—apabila; viniyatam—disiplin secara khusus; cittam—pikiran dan kegiatannya; ātmani—dalam kerohanian yang melampaui hal-hal duniawi; eva—pasti; avatiṣṭhate—menjadi mantap; nispṛhāh—bebas dari keinginan; sarvā—untuk segala jenis; kāmebhyaḥ—kepuasan indera-indera material; yuktah—mantap dengan baik dalam yoga; iti—demikian; ucyate—dikatakan sebagai; tadā—pada waktu itu.

Terjemahan

Apabila seorang yogi mendisiplinkan kegiatan pikirannya dan menjadi mantap dalam kerohanian yang melampaui hal-hal duniawi—bebas dari segala keinginan material—dikatakan bahwa dia sudah mantap dengan baik dalam yoga.

Penjelasan

Kegiatan seorang yogi dibedakan dari kegiatan orang biasa, karena sifat kegiatannya yang menghentikan segala jenis keinginan material. Hubungan suami isteri adalah keinginan material yang paling utama. Seorang yogi yang sempurna sudah disiplin dalam kegiatan pikiran dengan begitu baik sehingga dia tidak dapat digoyahkan lagi oleh jenis keinginan material manapun. Tingkat kesempurnaan tersebut dapat dicapai dengan sendirinya oleh orang yang sadar akan Krishna, sebagaimana dinyatakan dalam Srimad-Bhagavatam (9.4.8-20).

sa vai manaḥ kṛṣṇa-pādāravindayor
vacāḿsi vaikuṇṭha-guṇānuvarṇane
karau harer mandira-mārjanādiṣu
śrutiḿ cakārācyuta-sat-kathodaye
mukunda-lińgālaya-darśane dṛśau
tad-bhṛtya-gātra-sparśe ‘ńga-sańgamam
ghrāṇaḿ ca tat-pāda-saroja-saurabhe
śrīmat-tulasyā rasanāḿ tad-arpite
pādau hareḥ kṣetra-padānusarpaṇe
śiro hṛṣīkeśa-padābhivandane
kāmaḿ ca dāsye na tu kāma-kāmyayā
yathottama-śloka-janāśrayā ratiḥ

Maharājā  Ambarisa pertama-tama menjadikan pikirannya tekun pada kaki padma Sri Krishna; kemudian, satu demi satu, dia menjadikan kata-katanya tekun menguraikan sifat-sifat rohani Krishna, tangannya mengepel pada tempat sembahyang Krishna, telinganya untuk mendengar kegiatan Krishna, matanya untuk melihat bentuk-bentuk rohani Krishna, badannya untuk menyentuh badan penyembah, hidungnya untuk mencium harumnya bunga padma yang sudah dipersembahkan kepada Krishna, dan lidahnya untuk mencicipi daun tulasi yang sudah dipersembahkan kepada kakipadma Krishna, juga kakinya untuk pergi ke tempat-tempat perziarahan dan tempat sembahyang kepada Tuhan, kepalanya untuk bersujud kepada Tuhan, dan keinginannya untuk melaksanakan misi Tuhan. Segala kegiatan rohani tersebut pantas sekali untuk seorang penyembah yang murni.”
Tingkat rohani tersebut yang melampaui hal-hal duniawi tidak dapat dijelaskan secara subyektif oleh para pengikut jalan yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan, tetapi tingkat rohani itu menjadi mudah dan pasti sekali bagi orang yang sadar akan Krishna. Kenyataan ini jelas dalam uraian tersebut di atas tentang kesibukan Maharājā  Ambarisa. Kalau pikiran belum dipusatkan kepada kakipadma Krishna dengan cara ingat senantiasa, maka kesibukan rohani seperti itu tidak praktis. Karena itu, dalam bhakti kepada Krishna, kegiatan yang dianjurkan di atas disebut arcana, atau cara menjadikan indera-indera tekun dalam pengabdian kepada Krishna. Indera-indera  dan pikiran memerlukan kesibukan. Hanya meniadakan indera-indera dan pikiran begitu saja tidak praktis. Karena itu, bagi rakyat umum—khususnya mereka yang belum mencapai tingkatan hidup untuk meninggalkan hal-hal duniawi—kesibukan rohani bagi indera-indera dan pikiran sebagaimana diuraikan di atas adalah proses yang sempurna untuk mencapai tingkat kerohanian, yang melampaui hal-hal duniawi yang disebut yukta dalam Bhagavad-gita.

6.19
yathā dīpo nivāta-stho
neńgate sopamā smṛtā
yogino yata-cittasya
yuñjato yogam ātmanaḥ

yathā—seperti; dīpaḥ—lampu; nivāta-sthaḥ—di tempat tanpa angin; na—tidak; ińgate—bergoyang; sā—ini; upamā—perumpamaan; smṛtā—dianggap; yoginaḥ—mengenai seorang yogi; yata-cittasya—yang pikirannya terkendalikan; yuñjataḥ—senantiasa sibuk; yogam—di dalam semadi; ātmanāḥ—pada kerohanian yang melampaui hal-hal duniawi.

Terjemahan

Ibarat lampu di tempat yang tidak ada angin tidak bergoyang, seorang rohaniawan yang pikirannya terkendalikan selalu mantap dalam semadinya pada sang diri yang rohani dan melampaui hal-hal duniawi.

Penjelasan

Orang yang sungguh-sungguh sadar akan Krishna selalu khusuk dalam kerohanian yang melampaui hal-hal duniawi senantiasa tidak goyah dalam bersemadi kepada Krishna, Tuhan Yang Maha Esa yang patut disembahnya. Dia semantap lampu di tempat yang tak berangin.

6.20-23
yatroparamate cittaḿ
niruddhaḿ yoga-sevayā
yatra caivātmanātmānaḿ
paśyann ātmani tuṣyati

sukham ātyantikaḿ yat tad
buddhi-grāhyam atīndriyam
vetti yatra na caivāyaḿ
sthitaś calati tattvataḥ

yaḿ labdhvā cāparaḿ lābhaḿ
manyate nādhikaḿ tataḥ
yasmin sthito na duḥkhena
guruṇāpi vicālyate

taḿ vidyād duḥkha-saḿyoga-
viyogaḿ yoga-saḿjñitam

yātrā—dalam keadaan yang; uparamate—berhenti (karena seseorang merasa kebahagiaan rohani); cittam—kegiatan pikiran; niruddham—dengan dikekang dari alam material; yoga-sevayā—dengan melaksanakan yoga; yatra—di dalam itu; ca—juga; evā—pasti; ātmanā—oleh pikiran yang murni; ātmanām—sang diri; paśyan—menginsafi kedudukannya; ātmani—di dalam sang diri; tuṣyāti—seseorang puas; sukham—kebahagiaan; ātyantikam—paling utama; yat—yang; tat—itu; buddhi—oleh kecerdasan; grāhyam—dapat dicapai; atīndriyam—rohani dan melampaui hal-hal duniawi; vetti—seseorang mengetahui; yātrā—dalam hal itu; na—tidak pernah; ca—juga; evā—pasti; ayam—dia; sthitāḥ—mantap; calati—bergerak; tattvataḥ—dari kebenaran; yam—itu yang; labdhvā—dengan tercapainya; ca—juga; aparam—apapun yang lain; lābham—keuntungan; manyate—menganggap; na—tidak pernah; adhikam—lebih; tataḥ—daripada itu; yasmin—dalam itu; sthitāḥ—menjadi mantap; na—tidak pernah; duḥkhena—oleh kesengsaraan; gurūna api—walaupun sulit sekali; vicālyate—tergoyahkan; tam—itu; vidyāt—engkau harus mengetahui; duḥkha-saḿyoga—dari kesengsaraan hubungan material; viyogam—penghilangan; yoga-saḿjñitam—disebut semadi dalam yoga.

Terjemahan

Pada tingkat kesempurnaan yang disebut semadi atau samadhi, pikiran seseorang terkekang sepenuhnya dari kegiatan pikiran yang bersifat material melalui latihan yoga. Ciri kesempurnaan itu ialah bahwa seseorang sanggup melihat sang diri dengan pikiran yang murni ia menikmati dan riang dalam sang diri. Dalam keadaan riang itu, seseorang berada dalam kebahagiaan rohani yang tidak terhingga, yang diinsafi melalui indera-indera rohani. Setelah menjadi mantap seperti itu, seseorang tidak pernah menyimpang dari kebenaran, dan setelah mencapai kedudukan ini, dia berpikir tidak ada keuntungan yang lebih besar lagi. Kalau ia sudah mantap dalam kedudukan seperti itu, ia tidak pernah tergoyahkan, bahkan di tengah-tengah kesulitan yang paling besar sekalipun. Ini memang kebebasan yang sejati dari segala kesengsaraan yang berasal dari hubungan material.

Penjelasan

Dengan berlatih yoga, berangsur-angsur seseorang bebas dari paham-paham  material. Inilah ciri utama prinsip yoga. Sesudah ini, seseorang mantap dalam semadi, atau samadhi, yang berarti yogi menginsafi Roh Yang Utama melalui pikiran dan kecerdasan rohani, tanpa keragu-raguan apapun akibat mempersamakan sang diri dengan Diri Yang Utama. Latihan yoga kurang lebih berdasarkan prinsip-prinsip sistem Patanjali. Beberapa penafsir ang tidak dibenarkan mencoba mempersamakan roh individual dengan Roh Yang Utama. Para pengikut filsafat monisme menganggap hal ini sebagai pembebasan, tetapi mereka tidak mengerti maksud sejati sistem yoga Patanjali. Dalam sistem Patanjali, kebahagiaan rohani diakui, tetapi para pengikut filsafat monisme tidak mengakui kebahagiaan rohani, karena mereka takut hal ini akan membahayakan teori bahwa segala sesuatu adalah satu. Para pengikut filsafat yang menganggap segala sesuatu adalah satu tidak menerima adanya perbedaan antara pengetahuan dan dia yang mengetahui, tetapi dalam ayat ini, adanya kebahagiaan rohani—diinsafi melaui indera-indera rohani—diakui. Kenyataan ini dibenarkan oleh Patanjali Muni, pengemuka sistem yoga yang terkenal. Resi yang mulia itu menyatakan dalam hasil karyanya berjudul Yoga-sutra (3.34): purusartha sunyanam gunānām pratiprasavah kaivalyam svarupapratistha va citisaktir iti. Citisakti, atau kekuatan dalam tersebut, bersifat rohani dan melampaui hal-hal duniawi. Purusartha berarti hal-hal keagamaan yang bersifat meterial, perkembangan ekonomi, kepuasan indera-indera, dan akhirnya, usaha menunggal dengan Yang Mahakuasa. Bersatulah dengan Yang Mahakuasa” disebut kaivalyam oleh para pengikut filsafat monisme. Tetapi menurut Patanjali, kaivalyam tersebut adalah suatu kekuatan dalam atau kekuatan rohani yang memungkinkan makhluk hidup menyadari kedudukan dasarnya. Sri  Caitanya Mahaprabhu menguraikan keadaan tersebut sebagai ceto darpana marjanam, atau membersihkan pikiran yang diumpamakan sebagai cermin yang kotor. Pembersihan” tersebut sebenarnya merupakan pembebasan, atau bhavamahadavagninirvapānam. Teori nirvanam—yang juga merupakan pendahuluan—cocok dengan prinsip ini. Dalam Srimad-Bhagavatam (2.10.6), ini disebut svarupena vyavasthitiḥ . Dalam Bhagavad-gita, keadaan ini juga dibenarkan dalam ayat ini.
Sesudah nirvana, atau menghentikan kegiatan material, ada perwujudan kegiatan rohani atau bhakti kepada Tuhan, yang dikenal sebagai kesadaran Krishna. Dalam Bhagavatam (2.10.6), dinyatakan svarupena vyavasthitiḥ : inilah kehidupan sejati makhluk hidup.” Mayā , atau khayalan, adalah keadaan kehidupan rohani yang dicemari oleh penyakit material. Pembebasan dari penyakit material tersebut tidak berarti kedudukan kekal makhluk hidup yang asli dibinasakan. Patanjali juga mengakui kenyataan ini dengan kata-kata, kaivalyam svarupapratistha va citisaktir iti. Citisakti, atau kebahagiaan rohani tersebut, adalah kehidupan yang sejati. Kenyataan ini dibenarkan dalam Vedanta-sutra (1.1.12) sebagai anandamayo ‘bhyasat. Kebahagiaan rohani yang wajar tersebut adalah tujuan tertinggi yoga dan mudah dicapai dengan melaksanakan bhakti, atau bhakti-yoga. Bhakti-yoga akan diuraikan dengan jelas dalam Bhagavad-gita Bab Tujuh.
Dalam sistem yoga, sebagaimana diuraikan dalam bab ini, ada dua jenis samadhi, yang disebut samprajñātasamadhi dan asamprajñātasamadhi. Apabila seseorang mantap dalam kedudukan rohani dengan berbagai riset filsafat, dikatakan bahwa dia sudah mencapai samprajñāta samadhi. Apabila seseorang sudah berada dalam asamprajñātasamadhi, tidak ada hubungan apapun lagi dengan kesenangan duniawi, sebab pada waktu itu ia sudah melampaui segala jenis kesenangan yang diperoleh dari indera-indera. Begitu seorang yogi mantap dalam kedudukan rohani tersebut, dia tidak pernah digoyahkan dari kedudukan itu. Kalau seorang yogi belum dapat mencapai kedudukan ini, dia belum mencapai sukses. Yang disebut latihan yoga dewasa ini, yang menyangkut berbagai kesenangan indera-indera, merupakan penyangkalan. Kalau orang yang menamakan Diri-Nya yogi menikmati hubungan suami-isteri dan mabuk-mabukan, maka itu merupakan peremehan terhadap yoga yang sebenarnya. Yogi-yogi yang tertarik pada berbagai siddhi (kesaktian) dalam proses yoga, belum mantap secara sempurna. Kalau para yogi tertarik pada efek sampingan dari yoga, mereka tidak dapat mencapai tingkat kesempurnaan, sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini. Karena itu, orang yang mengadakan pertunjukan berbagai gerak senam atau siddhi harus mengetahui bahwa tujuan yoga hilang dengan cara itu.
Latihan yoga yang terbaik pada jaman ini adalah kesadaran Krishna, karena tidak membingungkan. Orang yang sadar akan Krishna begitu bahagia dalam tugas kewajibannya sehingga dia tidak bercita-cita mendapatkan kebahagiaan lain lagi. Ada banyak rintangan, khususnya pada jaman kemunafikan ini, yang menghalang-halangalangi latihan hatha-yoga, dyhanayoga dan jñāna-yoga, tetapi tidak ada masalah seperti itu dalam melaksanakan karma-yoga atau bhakti-yoga. Selama badan jasmani masih hidup, seseorang harus memenuhi kebutuhan badan, yaitu, makan, tidur, membela diri dan berketurunan. Tetapi orang yang berada dalam bhakti-yoga yang murni atau kesadaran Krishna yang murni, tidak merangsang indera-indera dalam upaya memenuhi kebutuhan badannya. Melainkan, dia menerima kebutuhan pokok untuk kehidupan, menggunakan sesuatu yang jelek pun dengan sebaik-baiknya, dan menikmati kebahagiaan rohani dalam kesadaran Krishna. Dia bersikap wajar terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi secara kebetulan saja—misalnya kecelakaan, penyakit, kekurangan ataupun kematian seorang anggota keluarga yang sangat dicintainya—tetapi dia selalu waspada untuk melaksanakan tugas-tugas kewajibannya dalam kesadaran Krishna, atau bhakti-yoga. Kecelakaan tidak pernah menyesatkan orang yang sadar akan Krishna dari kewajibannya. Sebagaimana dinyatakan dalam Bhagavad-gita (2.14), agama-payino’nityas tams titikṣasva Bhārata. Dia tahan terhadap segala kejadian yang kurang penting seperti itu karena dia mengetahui bahwa kejadiankejadian itu datang dan pergi dan tidak mempengaruhi tugas-tugas kewajibannya. Dengan cara demikian, dia mencapai kesempurnaan tertinggi dalam latihan yoga.

6.24
sa niścayena yoktavyo
yogo ‘nirviṇṇa-cetasā
sańkalpa-prabhavān kāmāḿs
tyaktvā sarvān aśeṣataḥ
manasāivendriya-grāmaḿ
viniyamya samantataḥ

saḥ—itu; niścayena—dengan ketabahan hati yang mantap; yoktavyaḥ—harus dilatih; yogaḥ—sistem yoga; anirviṇṇa-cetasā—tanpa menyimpang; sańkalpa—angan-angan; prabhavān—dilahirkan dari; kāmān—keinginan duniawi; tyaktvā—meninggalkan; sarvān—semua; aśeṣataḥ—sepenuhnya; manasā—oleh pikiran; evā—pasti; indriya-grāmam—indera-indera yang lengkap; viniyamya—mengatur; samantataḥ—dari segala sisi.

Terjemahan
Hendaknya seseorang menekuni latihan yoga dengan ketabahan hati dan keyakinan dan jangan disesatkan dari jalan itu. Hendaknya ia meninggalkan segala keinginan meterial yang dilahirkan dari angan-angan tanpa terkecuali, dan dengan demikian mengendalikan segala indera di segala sisi melalui pikiran.

Penjelasan
Orang yang melakukan latihan yoga harus bertabah hati dan harus melaksanakan latihan yoga dengan sabar tanpa menyimpang. Dia harus yakin bahwa Diri-Nya akan mencapai sukses pada akhirnya. Dia harus mengikuti jalan ini dengan ketabahan hati yang besar dan jangan merasa kecewa kalau ada rintangan terhadap tercapainya sukses. Sukses pasti dicapai oleh orang yang berlatih dengan tegas. Mengenai bhakti-yoga, Rupa Gosvami menyatakan:

utsāhān niścayād dhairyāt
tat-tat-karma-pravartanāt
sańga-tyāgāt sato vṛtteḥ
ṣaḍbhir bhaktiḥ prasidhyati

Seseorang dapat berhasil melaksanakan proses bhakti-yoga dengan semangat sepenuhnya, ketekunan, ketabahan hati, mengikuti tugas-tugas kewajiban yang ditetapkan dalam pergaulan bersama para penyembah dan menekuni sepenuhnya kegiatan yang bersifat kebaikan.” (Upadesamrta 3)
Mengenai ketabahan hati, sebaiknya kita mengikuti contoh seekor burung gereja yang kehilangan telurnya dalam ombak-ombak lautan. Seekor burung gereja bertelur di tepi laut, tetapi lautan yang besar mengambil telur-telur itu dengan ombaknya. Burung gereja itu sangat sedih dan meminta kepada lautan supaya telurnya dikembalikan. Permintaannya tidak diperhatikan oleh lautan. Karena itu, si burung gereja mengambil keputusan mengeringkan lautan. Dia mulai mengambil air dengan cara mematukkan paruhnya yang kecil, dan semua orang tertawa melihat si burung gereja dengan ketabahan hatinya yang mustahil. Berita tentang kegiatan si burung gereja tersebar, dan akhirnya Garuda, burung yang besar sekali yang menjadi kendaraan Visnu, mendengar kabar itu. Garuda merasa prihatin terhadap burung kecil yang dianggap adiknya itu. Karena itu, Garuda datang untuk melihat si burung gereja. Garuda sangat puas atas ketabahan hati si burung gereja yang kecil dan beliau berjanji akan membantu. Kemudian, Garuda segera menyuruh kepada lautan agar telur-telur burung gereja segera dikembalikan, dan kalau tidak, beliau sendiri akan ikut membantu pekerjaan si burung gereja. Lautan takut mendengar perintah itu, dan telur-telur itupun dikembalikannya. Demikianlah si burung gereja akhirnya berbahagia atas berkat karunia Garuda.
Begitu pula, latihan yoga, khususnya bhakti-yoga dalam kesadaran Krishna, barangkali kelihatannya pekerjaan yang amat sulit tetapi kalau seseorang mengikuti prinsip-prinsip dengan ketabahan hati yang besar, Krishna pasti akan menolong, sebab Tuhan menolong orang yang berusaha menolong Diri-Nya sendiri.

6.25
śanaiḥ śanair uparamed
buddhyā dhṛti-gṛhītayā
ātma-saḿsthaḿ manaḥ kṛtvā
na kiñcid api cintayet

śanaiḥ—berangsur-angsur; śanaiḥ—langkah demi langkah; uparamet—hendaknya seseorang membendung; buddhya—dengan kecerdasan; dhṛti-gṛhītayā—dibawa oleh keyakinan; ātma-saḿstham—ditempatkan dalam kerohanian; manaḥ—pikiran; kṛtvā—membuat; na—tidak; kiñcit—sesuatu yang lain; api—walaupun; cintayet—harus memikirkan.

Terjemahan
Berangsur-angsur, selangkah demi selangkah, seseorang harus mantap dalam semadi dengan menggunakan kecerdasan yang diperkokoh oleh keyakinan penuh, dan dengan demikian pikiran harus dipusatkan hanya kepada sang diri dan tidak memikirkan sesuatu selain itu.

Penjelasan
Dengan keyakinan dan kecerdasan yang benar, seseorang harus berangsur-angsur menghentikan kegiatan indera-indera. Ini disebut pratyahara. Pikiran harus dijadikan mantap dalam semadi atau samadhi, dengan cara mengendalikan pikiran melalui keyakinan, meditasi, dan menghentikan kegiatan indera-indera. Pada waktu itu, tidak ada bahaya lagi bahwa seseorang akan menjadi terikat dalam paham hidup yang bersifat material. Dengan kata lain, walaupun seseorang terlibat dengan alam selama badan material masih ada, hendaknya ia jangan memikirkan kepuasan indera-indera. Seharusnya seseorang tidak memikirkan kesenangan selain kesenangan Diri Yang Paling Utama. Keadaan ini mudah dicapai dengan berlatih kesadaran Krishna secara langsung.

6.26
yato yato niścalati
manaś cañcalam asthirām
tatas tato niyamyaitad
ātmany eva vaśaḿ nayet

yataḥ yataḥ—di manapun; niścalati—benar-benar digoyahkan; manaḥ—pikiran; cañcalam—berkedipkedip; asthirām—tidak mantap; tataḥ tataḥ—dari sana; niyamya—mengatur; etat—ini; ātmani—dalam sang diri; evā—pasti; vaśam—pengendalian; nayet—harus membawa di bawah.

Terjemahan
Dari manapun pikiran mengembara karena sifatnya yang berkedip-kedip dan tidak mantap, seseorang dengan pasti harus menarik pikirannya dan membawanya kembali di bawah pengendalian sang diri.

Penjelasan
Sifat pikiran berkedip-kedip dan tidak mantap. Tetapi seorang yogi yang sudah insaf akan diri harus mengendalikan pikirannya; jangan sampai pikiran mengendalikan yogi itu. Orang yang mengendalikan pikiran (dan indera-indera) disebut Gosvami, atau svami, sedangkan orang yang dikendalikan oleh pikiran disebut godasa, atau pelayan indera-indera. Seorang Gosvami mengetahui taraf kebahagiaan indera-indera. Dalam kebahagiaan indera-indera rohani yang melampaui hal-hal material, indera-indera dijadikan tekun dalam pengabdian kepada Hrsikesa atau Pemilik utama indera-indera—Krishna. Mengabdikan diri kepada Krishna dengan indera-indera yang sudah disucikan disebut kesadaran Krishna. Itulah cara mengendalikan indera-indera sepenuhnya. Mengabdikan diri kepada Krishna dengan indera-indera yang sudah disucikan juga merupakan kesempurnaan tertinggi latihan yoga.

6.27
praśānta-manasāḿ hy enaḿ
yoginaḿ sukham uttamam
upaiti śānta-rājā saḿ
brahma-bhūtam akalmaṣam

praśānta—damai, dipusatkan kepada kakipadma Krishna; manasām—pikirannya; hi—pasti; enam—ini; yoginām—seorang yogi; sukham—kebahagiaan; uttamam—tertinggi; upaiti—mencapai; śānta-rājasam—nafsunya di damaikan; brahma-bhūtam—pembebasan dengan identitas bersama Yang Mutlak; akalmaṣam—dibebaskan dari segala reaksi dosa dari dahulu.

Terjemahan
Seorang yogi yang pikirannya sudah dipusatkan pada-Ku pasti mencapai kesempurnaan tertinggi kebahagiaan rohani. Dia berada di atas pengaruh sifat nafsu, dia menginsafi persamaan sifat antara Diri-Nya dan Yang Mahakuasa, dan dengan demikian dia dibebaskan dari segala reaksi perbuatan dari dahulu.

Penjelasan
Brahmabhuta adalah keadaan bebas dari pencemaran material dan mantap dalam pengabdian rohani kepada Tuhan. Mad-bhaktim labhate param (Bg. 18.54). Seseorang tidak dapat menjadi mantap dalam sifat Brahman, Yang Mutlak, sampai pikirannya sudah dipusatkan pada kaki padma Krishna. Sa vai manaḥ kṛṣṇa padaravindayoh. Kalau seseorang selalu mantap dalam cinta-bhakti rohani kepada Tuhan Yang Maha Esa, atau tetap berada dalam kesadaran Krishna, berarti dia sungguh-sungguh dibebaskan dari sifat nafsu dari segala pencemaran material.

6.28
yuñjann evaḿ sadātmānaḿ
yogī vigata-kalmaṣaḥ
sukhena brahma-saḿsparśam
atyantaḿ sukham aśnute

yuñjan—menekuni latihan yoga; evam—demikian; sadā—selalu; ātmanām—sang diri; yogī—orang yang berada dalam hubungan dengan Diri Yang Paling Utama; vigata—dibebaskan dari; kalmaṣāḥ—segala pencemaran material; sukhena—dalam kebahagiaan rohani; brahma-saḿsparśam—senantiasa berhubungan dengan Yang Mahakuasa; atyantam—tertinggi; sukham—kebahagiaan; aśnute—mencapai.

Terjemahan
Dengan demikian, seorang yogi yang sudah mengendalikan diri dan senantiasa menekuni latihan yoga dibebaskan dari segala pengaruh material dan mencapai tingkat tertinggi kebahagiaan yang sempurna dalam cinta-bhakti rohani kepada Tuhan.

Penjelasan
Keinsafan diri berarti mengetahui kedudukan dasar kita dalam hubungan dengan Yang Mahakuasa. Sang roh yang individual adalah bagian dari Yang Mahakuasa yang mempunyai sifat yang sama seperti Yang Mahakuasa, dan kedudukan makhluk hidup ialah mengabdikan diri kepada Tuhan secara rohani. Hubungan rohani demikian dengan Yang Mahakuasa disebut brahma-samsparsa.

6.29
sarva-bhūta-stham ātmānaḿ
sarva-bhūtāni cātmani
īkṣate yoga-yuktātmā
sarvatra sama-darśanaḥ

sarva-bhūta-stham—bersemayam di dalam semua makhluk; ātmanām—Roh Yang Utama; sarva—semua; bhūtāni—para makhluk-makhluk; ca—juga; ātmani—di dalam sang diri; īkṣate—melihat; yoga-yukta-ātmā—orang yang dihubungkan dalam kesadaran Krishna; sarvatra—di mana-mana; sama-darśanaḥ—melihat dengan cara yang sama.

Terjemahan
Seorang yogi yang sejati melihat Aku bersemayam di dalam semua makhluk hidup, dan dia juga melihat setiap makhluk hidup di dalam Diri-Ku. Memang, orang yang sudah insaf akan Diri-Nya melihat Aku, Tuhan Yang Maha Esa yang sama di mana-mana.

Penjelasan
Seorang yogi yang sadar akan Krishna melihat secara sempurna karena dia melihat Krishna, Tuhan Yang Mahakuasa, bersemayam di dalam hati semua orang sebagai Roh Yang Utama (Paramatma). īśvaraḥ sarva bhūtānām hrd-dese ‘rjuna tiṣṭhati. Tuhan dalam aspek-Nya sebagai Paramatma bersemayam di dalam hati seekor anjing dan juga di dalam hati seorang brahmaṇā. Seorang yogi yang sempurna mengetahui bahwa Tuhan bersifat rohani untuk selamanya dan tidak terpengaruh secara material bila Beliau berada di dalam hati seekor anjing atau seorang brahmaṇā. Itulah sifat Maha netral Tuhan. Sang roh yang individual juga bersemayam di dalam hati setiap individu, tetapi dia tidak berada dalam hati semua makhluk sekaligus. Itulah perbedaan antara roh yang individual dan Roh Yang Utama. Orang yang belum sungguh-sungguh berlatih yoga tidak dapat melihat dengan begitu jelas. Orang yang sadar akan Krishna dapat melihat Krishna baik di dalam hati orang yang percaya maupun di dalam hati orang yang tidak percaya. Dalam smrti, kenyataan ini dibenarkan sebagai berikut: atatatvac ca mat-rtvacca atma hi paramo harih. Tuhan Yang Maha Esa, sebagai sumber semua makhluk hidup, adalah seperti ibu dan pemelihara. Seperti halnya seorang ibu bersikap netral terhadap semua anak, Ayah (atau Ibu) Yang Paling Utama juga seperti itu. Karena itu, Roh Yang Utama selalu bersemayam dalam hati setiap makhluk hidup.
Secara lahiriah, setiap makhluk hidup juga berada di dalam tenaga Tuhan. Sebagaimana akan dijelaskan dalam Bab Tujuh, pada dasarnya Tuhan mempunyai dua tenaga—yaitu tenaga rohani (atau tenaga utama) dan tenaga material (atau tenaga rendah). Walaupun makhluk hidup adalah bagian dari tenaga utama, ia diikat oleh tenaga yang rendah; makhluk hidup selalu berada di dalam tenaga Tuhan. Setiap makhluk hidup berada di dalam Beliau melalui salah satu di antara kedua cara tersebut.
Seorang yogi melihat dengan penglihatan yang sama karena dia melihat bahwa semua makhluk hidup berada dalam aneka badan menurut hasil pekerjaannya yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil, namun dalam segala keadaan mereka tetap sebagai hamba-hamba Tuhan. Selama makhluk hidup berada di dalam tenaga material, ia mengabdi kepada indera-indera meterial, dan selama dia berada di dalam tenaga rohani, dia mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa secara langsung. Dalam kedua keadaan tersebut, makhluk hidup adalah hamba Tuhan. Daya melihat persamaan seperti ini menjadi sempurna pada orang yang sadar akan Krishna.

6.30
yo māḿ paśyati sarvatra
sarvaḿ ca mayi paśyati
tasyāhaḿ na praṇaśyāmi
sa ca me na praṇaśyati

yaḥ—siapapun; mām—Aku; paśyāti—melihat; sarvatra—di mana-mana; sarvam—segala sesuatu; ca—dan; mayi—di dalam Diri-Ku; paśyāti—melihat; tasya—bagi dia; aham—Aku; na—tidak; praṇaśyāmi—Aku hilang; saḥ—dia; ca—juga; me—kepada-Ku; na—tidak juga; praṇaśyāti—hilang.

Terjemahan
Aku tidak pernah hilang bagi orang yang melihat Aku di mana-mana dan melihat segala sesuatu berada di dalam Diri-Ku, dan diapun tidak pernah hilang bagi-Ku.

Penjelasan
Orang yang sadar akan Krishna pasti melihat Sri Krishna di mana-mana, dan dia melihat segala sesuatu berada di dalam Krishna. Barangkali kelihatannya orang seperti itu melihat segala manifestasi yang terpisahkan di alam material, tetapi dalam segala keadaan dia sadar akan Krishna, dengan mengetahui segala sesuatu adalah manifestasi tenaga Krishna. Tiada sesuatupun yang dapat hidup tanpa Krishna, dan Krishna adalah Penguasa segala sesuatu—inilah prinsip dasar kesadaran Krishna. Kesadaran Krishna adalah perkembangan cinta-bhakti rohani kepada Krishna—suatu kedudukan yang melampaui bahkan pembebasan material sekalipun. Pada tingkat kesadaran Krishna yang melampaui keinsafan diri tersebut, seorang penyembah bersatu dengan Krishna dalam arti Krishna menjadi segala sesuatu bagi penyembah itu, dan penyembah itu mencintai Krishna sepenuhnya. Pada waktu itu, ada hubungan dekat antara Tuhan dan penyembah-Nya. Pada tingkat itu, makhluk hidup tidak pernah dapat dibinasakan, dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah hilang dari pandangan seorang penyembah. Menunggal di dalam Krishna bermakna pemusnahan diri secara rohani. Seorang penyembah tidak pernah mengambil resiko seperti itu. Dalam Brahma-samhita (5.38) dinyatakan:

premāñjana-cchurita-bhakti-vilocanena
santaḥ sadaiva hṛdayeṣu vilokayanti
yaḿ śyāmasundaram acintya-guṇa-svarūpaḿ
govindam ādi-puruṣaḿ tam ahaḿ bhajāmi

Hamba menyembah Tuhan Yang Mahaabadi, Govinda, yang selalu dilihat oleh seorang penyembah yang matanya diolesi dengan salep cinta-bhakti. Beliau dilihat dalam bentuk-Nya yang kekal sebagai Syamasundara yang bersemayam di dalam hati penyembah itu.” Pada tingkat ini, Sri Krishna tidak pernah hilang dari penglihatan penyembah, dan penyembah juga tidak pernah tidak memandang Tuhan. Keadaan yang sama dialami oleh seorang yogi yang melihat Tuhan sebagai Paramatma di dalam hatinya. Seorang yogi seperti itu berubah menjadi seorang penyembah yang murni dan tidak tahan hidup selama sesaatpun tanpa melihat Tuhan di dalam hatinya.

6.31
sarva-bhūta-sthitaḿ yo māḿ
bhajaty ekatvām āsthitaḥ
sarvathā vartamāno ‘pi
sa yogī mayi vartate

sarva-bhūtasthitam—bersemayam di dalam hati semua orang; yaḥ—dia; mām—Aku; bhajati—mengabdikan diri dalam bhakti; ekatvām—dalam kesatuan; āsthitāḥ—mantap; sarvathā—dalam segala hal; varta-mānaḥ—menjadi mantap; api—walaupun; saḥ—dia; yogī—seorang rohaniwan; mayi—di dalam Diri-Ku; vartate—tetap.

Terjemahan
Seorang yogi seperti itu, yang menekuni pengabdian yang patut dihormati kepada Roh Yang Utama, dengan mengetahui bahwa Aku dan Roh Yang Utama adalah satu, selalu tetap di dalam Diri-Ku dalam segala keadaan.

Penjelasan
Seorang yogi yang berlatih semadi pada Roh Yang Utama, melihat bagian yang berkuasa penuh dari Krishna sebagai Visnu—bertangan empat dan memegang kerang, cakra, gada dan bunga padmā—di dalam hatinya. Seorang yogi harus mengetahui bahwa Visnu tersebut tidak lain daripada Krishna. Krishna dalam bentuk tersebut sebagai Roh Yang Utama bersemayam di dalam hati semua orang. Di samping itu, tidak ada perbedaan di antara Roh-roh Yang Utama yang jumlahnya tidak terhingga yang bersemayam di dalam hati para makhluk yang jumlahnya tidak dapat dihitung. Juga tidak ada perbedaan antara orang yang sadar akan Krishna yang selalu menekuni cinta-bhakti rohani kepada Krishna dan seorang yogi yang sempurna yang bersemadi pada Roh Yang Utama. Seorang yogi dalam kesadaran Krishna selalu mantap dalam Krishna walaupun barangkali dia sibuk dalam berbagai kegiatan selama dia masih berada dalam kehidupan material. Kenyataan ini dibenarkan dalam Bhakti-rasamrta-sindhu (1.2.187) hasil kārya Srila Rupa Gosvami: nikhilasv apy avasthasu jivanmuktaḥ sa ucyate. Seorang penyembah Tuhan yang selalu bertindak dalam kesadaran Krishna dengan sendirinya pasti mencapai pembebasan. Dalam Nārada pancaratra, ini juga dibenarkan sebagai berikut:

dik-kālādy-anavacchinne
kṛṣṇe ceto vidhāya ca
tan-mayo bhavati kṣipraḿ
jīvo brahmaṇi yojayet

Dengan memusatkan perhatian pada bentuk rohani Krishna yang berada di mana-mana dan di luar ruang dan waktu, seseorang khusuk berpikir tentang Krishna dan kemudian dia mencapai keadaan bahagia dalam pergaulan rohani dengan Beliau.”
Kesadaran Krishna adalah tingkat semadi tertinggi dalam latihan yoga. Pengertian bahwa Krishna bersemayam di dalam hati semua orang sebagai Paramatma menyempurnakan seorang yogi. Dalam Veda (Gopala-tapani Upanisad 1.21) adanya kekuatan Tuhan yang tidak terhingga tersebut dibenarkan sebagai berikut: eko ‘pi san bahudhā yo ‘vabhati. Walaupun Tuhan adalah satu, Beliau bersemayam sebagai banyak kepribadian dalam hati yang jumlahnya tidak dapat dihitung.” Begitu pula dalam smrti-śastra dinyatakan:

eka eva paro viṣṇuḥ
sarva-vyāpī na saḿśayaḥ
aiśvaryād rūpam ekaḿ ca
sūrya-vat bahudheyate

Visnu adalah satu, namun pasti Beliau berada di mana-mana. Dengan kekuatan Beliau yang tidak terhingga, Beliau berada di mana-mana, walaupun Beliau mempunyai satu bentuk, seperti matahari yang kelihatan di banyak tempat pada waktu yang sama.”

6.32
ātmaupamyena sarvatra
samaḿ paśyati yo ‘rjuna
sukhaḿ vā yadi vā duḥkhaḿ
sa yogī paramo mataḥ

ātmā—dengan Diri-Nya; aupamyena—menurut perbandingan; sarvatra—di mana-mana; samam—dengan cara yang sama; paśyāti—melihat; yaḥ—dia yang; Arjuna—wahai Arjuna; sukham—suka; vā—atau; yādi—kalau; vā—atau; duḥkham—dukacita; saḥ—dia; yogī—rohaniwan; paramaḥ—sempurna; mataḥ—dianggap.

Terjemahan
Orang yang melihat persamaan sejati semua makhluk hidup, baik yang dalam suka maupun dalam dukanya, menurut perbandingan dengan Diri-Nya sendiri, adalah yogi yang sempurna, wahai Arjuna.

Penjelasan
Orang yang sadar akan Krishna adalah yogi yang sempurna; dia menyadari suka dan duka semua insan berdasarkan pengalaman pribadinya. Apabila makhluk hidup melupakan hubungannya dengan Tuhan, kelupaan itu menyebabkan ia berdukacita. Kalau makhluk hidup mengenal Krishna sebagai Kepribadian Yang Paling Utama yang menikmati segala kegiatan manusia, pemilik semua tanah dan planet, dan kawan yang paling tulus hati bagi semua makhluk hidup, maka pengetahuan itu menyebabkan ia berbahagia. Seorang yogi yang sempurna mengetahui bahwa makhluk hidup yang diikat oleh sifat-sifat alam material dipengaruhi oleh tiga jenis kesengsaraan material karena dia melupakan hubungannya dengan Krishna. Oleh karena orang yang sadar akan Krishna berbahagia, dia berusaha menyebarkan pengetahuan tentang Krishna di mana-mana. Oleh karena seorang yogi berusaha menyebarkan pentingnya menjadi sadar akan Krishna, dialah dermawan terbaik di dunia dan hamba Tuhan yang paling dicintai oleh Beliau. Na ca tasman manuṣyeṣu kascin me priyak‚ttamah (Bg. 18.69). Dengan kata lain, seorang penyembah selalu menjaga kesejahteraan semua makhluk hidup, dan dengan cara demikian, dia sungguh-sungguh menjadi kawan semua makhluk. Dia menjadi yogi terbaik karena dia tidak menginginkan kesempurnaan dalam yoga untuk keuntungan pribadinya, tetapi dia juga berusaha untuk orang lain. Dia tidak iri hati terhadap sesama makhluk hidup. Inilah perbedaan antara seorang penyembah Tuhan Yang Murni dengan seorang yogi yang hanya mementingkan kemajuan pribadinya. Seorang yogi yang sudah mengundurkan diri ke tempat yang sunyi untuk bersemadi secara sempurna mungkin kurang sempurna dibandingkan dengan seorang penyembah yang sedang berusaha sekuat tenaga untuk mengarahkan setiap orang menuju kesadaran Krishna.

6.33
Arjuna uvāca
yo ‘yaḿ yogas tvayā proktāḥ
sāmyena madhusūdana
etasyāhaḿ na paśyāmi
cañcalatvāt sthitiḿ sthirām

Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; yah ayam—sistem ini; yogaḥ—kebatinan; tvayā—oleh Anda; proktāḥ—diuraikan; sargaḥna—secara umum; Madhusūdana—pembunuh raksasa bernama Madhu; etasya—dari ini; aham—hamba; na—tidak; paśyāmi—melihat; cañcalatvāt—disebabkan kegelisahan; sthitim—keadaan; sthirām—mantap.

Terjemahan
Arjuna berkata: O Madhusūdana, sistem yoga yang sudah Anda ringkas kelihatannya kurang praktis dan hamba tidak tahan melaksanakannya, sebab pikiran gelisah dan tidak mantap.

Penjelasan
Sistem kebatinan yang diuraikan oleh Sri Krishna kepada Arjuna mulai dengan kata-kata sucau dese dan berakhir dengan kata-kata yogi-paramaḥ ditolak di sini oleh Arjuna karena merasa kurang sanggup. Tidak mungkin manusia biasa meninggalkan rumah dan pergi ke tempat sunyi dipegunungan atau rimba-rimba untuk berlatih yoga pada jaman Kali ini. Ciri jaman sekarang adalah perjuangan yang pahit untuk kehidupan yang singkat saja. Orang tidak serius tentang keinsafan diri bahkan dengan cara yang sederhana dan praktis sekalipun, apalagi dengan sistem yoga yang sulit ini, yang mengatur cara hidup, cara duduk, pilihan tempat, dan cara melepas kan ikatan pikiran terhadap kesibukan material. Sebagai orang yang praktis, Arjuna berpikir sistem yoga tersebut tidak mungkin diikutinya, kendatipun dia sudah mendapatkan berkat yang menguntungkan dalam berbagai hal. Arjuna adalah anggota keluarga rājā yang sudah maju sekali dengan begitu banyak sifat-sifat mulia: Dia seorang kesatria yang hebat, panjang umur, dan yang terutama, dia adalah kawan Sri Krishna, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang paling dekat. Lima ribu tahun yang lalu, Arjuna mempunyai fasilitas yang jauh lebih baik daripada fasilitas kita sekarang, namun Arjuna menolak menerima sistem yoga tersebut. Sebenarnya, kita tidak menemukan catatan di dalam kazanah sejarah bahwa pada suatu waktu Arjuna pernah berlatih yoga tersebut. Karena itu, secara umum sistem tersebut harus dianggap mustahil pada jaman Kali ini. Tentu saja, mungkin sistem ini dapat dilakukan oleh beberapa orang yang mempunyai sifat-sifat istimewa, tetapi bagi rakyat umum sistem ini merupakan usul yang mustahil. Kalau kenyataannya demikian lima ribu tahun yang lalu, apalagi dewasa ini? Walaupun orang yang meniru sistem yoga tersebut dengan berbagai perguruan dan perkumpulan, tidak mau berubah, mereka pasti memboroskan waktunya. Mereka sama sekali tidak mengetahui tujuan yang diinginkan.

6.34
cañcalaḿ hi manaḥ kṛṣṇa
pramāthi balavad dṛḍham
tasyāhaḿ nigrahaḿ manye
vāyor iva su-duṣkaram

cañcalam—berkedipkedip; hi—pasti; manaḥ—pikiran; kṛṣṇa—o Krishna; pramāthi—menggoncangkan; bala-vat—kuat; dṛḍham—keras kepala; tasya—miliknya; aham—hamba; nigraham—menaklukkan; manye—berpikir; vāyoḥ—dari angin; ivā—seperti; su-duṣkaram—sulit.

Terjemahan
Sebab pikiran gelisah, bergelora, keras dan kuat sekali, o Krishna, dan hamba pikir menaklukkan pikiran lebih sulit daripada mengendalikan angin.

Penjelasan
Pikiran begitu kuat dan keras sehingga kadang-kadang menguasai kecerdasan, walaupun seharusnya pikiran takluk pada kecerdasan. Bagi orang di dunia nyata yang harus bertempur menghadapi begitu banyak unsur-unsur yang melawan, pasti sulit sekali mengendalikan pikiran. Barangkali seseorang dapat menetapkan suatu keseimbangan mental yang tidak wajar terhadap kawan dan musuh, tetapi akhirnya tidak ada orang duniawi yang dapat mengendalikan pikiran, karena untuk mengendalikan pikiran lebih sulit daripada mengendalikan angin yang mengamuk. Dalam kesusasteraan Veda (Katha Upanisad 1.3.3-4) dinyatakan:

ātmānaḿ rathinaḿ viddhi
śarīraḿ ratham eva ca
buddhiḿ tu sārathiḿ viddhi
manaḥ pragraham eva ca

indriyāṇi hayān āhur
viṣayāḿs teṣu gocarān
ātmendriya-mano-yuktaḿ
bhoktety āhur manīṣiṇaḥ

Roh yang individual adalah penumpang di dalam kereta badan jasmani, dan kecerdasan adalah kusir. Pikiran adalah alat untuk mengemudikan, dan indera-indera adalah kuda. Seperti itulah, sang roh menikmati atau menderita sehubungan dengan pikiran dan indera-indera. Demikianlah pengertian para pemikir yang mulia.” Seharusnya kecerdasan mengarahkan pikiran. Tetapi pikiran begitu kuat dan keras sehingga kadang-kadang pikiran menguasai kecerdasan seseorang, seperti halnya infeksi yang gawat barangkali melampaui kekuatan sejenis obat. Pikiran yang kuat seperti itu seharusnya dikendalikan dengan latihan yoga, tetapi latihan seperti itu tidak pernah praktis bagi orang yang berada di dunia seperti Arjuna. Jadi, apa yang dapat kita katakan tentang manusia modern? Contoh yang digunakan di sini cocok; seseorang tidak dapat menangkap angin yang bertiup. Lebih sulit lagi menangkap pikiran yang bergelora. Cara termudah untuk mengendalikan pikiran, sebagaimana diusulkan oleh Sri Caitanya, ialah dengan mengucapkan mantra Hare Krishna,” mantra agung untuk keselamatan, dengan sikap sangat rendah hati. Cara yang dianjurkan adalah sa vai manaḥ kṛṣṇa padaravindayoh: Seseorang harus menjadikan pikiran tekun sepenuhnya di dalam Krishna. Hanya pada waktu itulah tidak akan ada kesibukan lain lagi untuk menggoyahkan pikiran.

6.35
śrī-bhagavān uvāca
asaḿśayaḿ mahā-bāho
mano durnigrahaḿ calam
abhyāsena tu kaunteya
vairāgyeṇa ca gṛhyate

Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; asaḿśayam—tentu saja; mahā-bāho—wahai yang berlengan perkasa; manaḥ—pikiran; durnigraham—sulit dikendalikan; calam—berkedip; abhyāsena—dengan latihan; tu—tetapi; kaunteya—wahai putera Kuntī ; vairāgyeṇa—dengan ketidakterikatan; ca—juga; gṛhyate—dapat dikendalikan dengan cara seperti itu.

Terjemahan
Sri Krishna bersabda: Wahai putera Kuntī yang berlengan perkasa, tentu saja sulit mengendalikan pikiran yang gelisah, tetapi hal ini dimungkinkan dengan latihan yang cocok dan ketidakterikatan.

Penjelasan
Kesulitan mengendalikan pikiran yang keras sebagaimana diungkapkan oleh Arjuna, diakui oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi pada waktu yang sama, Beliau menganjurkan bahwa dengan latihan dan ketidakterikatan pikiran dapat dikendalikan. Apa latihan itu? Jaman sekarang tidak ada seorangpun yang dapat mengikuti aturan dan peraturan yang ketat untuk menempatkan Diri-Nya di tempat yang suci, memusatkan pikiran pada Roh Yang Utama, mengendalikan indera-indera dan pikiran, berpantang hubungan suami isteri, tinggal sendirian, dan sebagainya. Akan tetapi, dengan latihan kesadaran Krishna seseorang menjadi sibuk dalam sembilan jenis bhakti kepada Tuhan. Kesibukan pertama yang paling penting di antara kesibukan-kesibukan dalam bhakti tersebut ialah mendengar tentang Krishna. Mendengar tentang Krishna adalah cara rohani yang sangat kuat untuk menghilangkan segala keragu-raguan dari pikiran. Makin seseorang mendengar tentang Krishna, makin ia dibebaskan dari kebodohan dan ikatan terhadap segala sesuatu yang menarik pikiran menjauh dari Krishna. Dengan melepaskan ikatan antara pikiran dan kegiatan yang tidak dipersembahkan kepada Tuhan, dengan mudah sekali seseorang mempelajari vairagya. Vairagya berarti ketidakterikatan terhadap alam dan kesibukan pikiran dalam kerohanian. Ketidakterikatan rohani yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan lebih sulit daripada mengikat pikiran dalam kegiatan Krishna. Mengikatkan pikiran pada kegiatan Krishna sangat praktis, sebab kalau seseorang mendengar tentang Krishna, dengan sendirinya ia terikat kepada Roh Yang Paling Utama. Ikatan ini disebut paresanubhuti, yang berarti kepuasan rohani. Hal ini seperti rasa puas di dalam hati orang yang lapar terhadap setiap suap makanan yang dicicipinya. Kalau seseorang lapar, makin banyak yang dimakannya, makin ia merasa puas dan kuat. Begitu pula dengan melaksanakan bhakti, seseorang merasakan kepuasan rohani selama pikirannya menjadi semakin lepas dari ikatan terhadap tujuan-tujuan material. Hal ini seperti menyembuhkan penyakit dengan cara pengobatan yang ahli dan makanan teratur yang cocok. Karena itu, mendengar tentang kegiatan rohani Sri Krishna adalah pengobatan yang ahli untuk pikiran yang gila, dan makan makanan yang sudah dipersembahkan kepada Krishna adalah makanan teratur yang cocok untuk si penderita. Pengobatan tersebut adalah proses kesadaran Krishna.

6.36
asaḿyatātmanā yogo
duṣprāpa iti me matiḥ
vaśyātmanā tu yatatā
śakyo ‘vāptum upāyataḥ

asaḿyata—tidak terkendalikan; ātmanā—oleh pikiran; yogaḥ—keinsafan diri; duṣprāpaḥ—sulit diperoleh; iti—demikian; me—milik-Ku; matiḥ—pendapat; vaśya—dikendalikan; ātmanā—oleh pikiran; tu—tetapi; yatatā—sambil berusaha; śakyaḥ—praktis; avāptum—mencapai; upāyataḥ—dengan cara yang cocok.

Terjemahan
Keinsafan diri adalah pekerjaan yang sulit bagi orang yang pikirannya tidak terkendali. Tetapi orang yang pikirannya terkendali yang berusaha dengan cara yang cocok terjamin akan mencapai sukses. Itulah pendapat-Ku.

Penjelasan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menyatakan bahwa orang yang tidak menerima pengobatan yang benar untuk melepaskan pikiran dari kesibukan material hampir tidak mungkin mencapai sukses dalam keinsafan diri. Berusaha berlatih yoga sambil membiarkan pikiran sibuk dalam kenikmatan material adalah seperti mencoba menyalakan api sambil menyiramkan air di atas api itu. Latihan yoga tanpa mengendalikan pikiran hanya memboroskan waktu saja. Pertunjukan yoga seperti itu barangkali menghasilkan keuntungan material, tetapi latihan itu tidak berguna untuk keinsafan rohani. Karena itu, seseorang harus mengendalikan pikiran dengan menjadikan pikiran senantiasa tekun di dalam cinta-bhakti rohani kepada Krishna. Kalau seseorang tidak sibuk dalam kesadaran Krishna, ia tidak dapat mengendalikan pikiran dengan mantap. Orang yang sadar akan Krishna dengan mudah mencapai hasil yoga tanpa usaha tersendiri, tetapi orang yang berlatih yoga tidak dapat mencapai sukses tanpa menjadi sadar akan Krishna.

6.37
Arjuna uvāca
ayatiḥ śraddhayopeto
yogāc calita-mānasaḥ
aprāpya yoga-saḿsiddhiḿ
kāḿ gatiḿ kṛṣṇa gacchati

Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; ayatiḥ—seorang rohaniwan yang tidak mencapai sukses; śraddhayā—dengan kepercayaan; upetaḥ—sibuk; yogāt—dari hubungan batin; calita—menyimpang; mānasaḥ—orang yang mempunyai pikiran seperti itu; aprāpya—gagal mencapai; yoga-saḿsiddhim—kesempurnaan tertinggi dalam kebatinan; kam—yang mana; gatim—tujuan; kṛṣṇa—o Krishna; gacchati—mencapai.

Terjemahan
Arjuna berkata: O Krishna, bagaimana nasib seorang rohaniawan yang tidak mencapai sukses, yang mulai mengikuti proses keinsafan diri pada permulaan dengan kepercayaan, tetapi kemudian berhenti karena pikiran yang duniawi dan dengan demikian tidak mencapai kesempurnaan dalam kebatinan?

Penjelasan
Jalan keinsafan diri atau kebatinan diuraikan dalam Bhagavad-gita. Prinsip dasar keinsafan diri ialah pengetahuan bahwa makhluk hidup bukan badan jasmani ini, melainkan berbeda dari badan, dan bahwa kebahagiaan makhluk hidup terletak dalam kehidupan, kebahagiaan dan pengetahuan yang kekal. Hal-hal tersebut bersifat rohani, di luar badan maupun pikiran. Keinsafan diri dicari melalui jalan pengetahuan, dengan latihan sistem yoga yang terdiri dari delapan tahap, atau dengan bhakti-yoga. Dalam tiap-tiap proses tersebut, seseorang harus menginsafi kedudukan dasar makhluk hidup, hubungan makhluk hidup dengan Tuhan, dan kegiatan yang memungkinkan ia dapat menghidupkan kembali hubungan yang telah hilang dan mencapai tingkat kesempurnaan tertinggi kesadaran Krishna. Dengan mengikuti salah satu di antara tiga cara tersebut di atas, seseorang pasti akan mencapai tujuan yang paling tinggi dalam waktu yang dekat atau sesudah beberapa waktu. Kenyataan ini telah dikemukakan oleh Krishna di dalam Bab Dua: Bahkan dengan usaha sedikit saja dalam menempuh jalan rohani dapat memberikan harapan besar untuk keselamatan. Di antara tiga cara tersebut, jalan bhakti-yoga khususnya cocok untuk jaman ini, sebab bhakti-yoga adalah cara langsung untuk menginsafi Tuhan. Arjuna ingin supaya Diri-Nya lebih yakin lagi. Karena itu, Arjuna memohon agar Sri Krishna menegaskan kembali pernyataan yang telah dikemukakan tadi. Barangkali seseorang mulai mengikuti jalan keinsafan diri dengan tulus ikhlas, tetapi proses mengembangkan pengetahuan dan latihan sistem yoga terdiri dari delapan tahap pada umumnya sulit sekali untuk jaman ini. Karena itu, walaupun seseorang berusaha senantiasa, barangkali ia jatuh, karena banyak alasan. Pertama, mungkin seseorang belum cukup serius untuk mengikuti proses itu. Mengikuti jalan kerohanian kurang lebih berarti mempermaklumkan perang melawan tenaga yang mengkhayalkan. Sebagai akibatnya, bilamana seseorang berusaha melarikan diri dari cengkraman tenaga yang mengkhayalkan, maka tenaga mayā itu akan berusaha mengalahkan orang yang sedang berlatih dengan menawarkan berbagai benda dan hal lainnya untuk menarik hatinya. Roh yang terikat sudah tertarik pada sifat-sifat alam material, dan kemungkinan besar ia akan kembali tertarik, kendatipun ia sedang melaksanakan disiplin-disiplin rohani. Ini disebut yogac calitamānasaḥ: menyimpang dari jalan kerohanian. Arjuna ingin tahu bagaimana akibat jika menyimpang dari jalan keinsafan diri.

6.38
kaccin nobhaya-vibhraṣṭaś
chinnābhram iva naśyati
apratiṣṭho mahā-bāho
vimūḍho brahmaṇaḥ pathi

kaccit—apakah; na—tidak; ubhaya—kedua-duanya; vibhraṣṭaḥ—menyimpang dari; chinna—dirobek; abhram—awan; ivā—seperti; naśyāti—musnah; apratiṣṭhaḥ—tanpa kedudukan apapun; mahā-bāho—o Krishna yang berlengan perkasa; vimūḍhaḥ—dibingungkan; brahmaṇaḥ—kerohanian yang melampaui hal-hal duniawi; pathi—pada jalan.

Terjemahan
O Krishna yang berlengan perkasa, bukankah orang seperti itu yang telah dibingungkan hingga menyimpang dari jalan kerohanian jatuh dari sukses rohani maupun sukses material hingga Diri-Nya musnah, bagaikan awan yang diobrak-abrik, tanpa kedudukan di lingkungan manapun?

Penjelasan
Ada dua cara untuk mencapai kemajuan. Orang duniawi tidak tertarik kepada kerohanian yang melampaui hal-hal duniawi; karena itu mereka lebih tertarik pada kemajuan material dengan perkembangan ekonomi, atau naik tingkat sampai planet-planet yang lebih tinggi dengan melakukan pekerjaan yang cocok untuk itu. Apabila seseorang mulai menempuh jalan kerohanian yang melampaui hal-hal duniawi, seharusnya ia tidak terlalu sibuk dalam kegiatan material dan rela mengorbankan apa yang disebut kesenangan material dalam segala bentuknya. Kalau orang yang bercita-cita menjadi rohaniwan jatuh, kelihatannya dia rugi dalam dua hal; dengan kata lain, dia tidak dapat menikmati kesenangan material maupun sukses rohani. Dia tidak mempunyai kedudukan; dia seperti awan yang sudah diobrak-abrik. Awan di langit kadang-kadang berpisah dari awan kecil dan bergabung dengan awan besar. Tetapi kalau awan tidak dapat bergabung dengan awan besar, maka awan itu diobrak-abrik oleh angin hingga lenyap di angkasa yang luas. Brahmanaḥ pathiadalah jalan keinsafan rohani yang melampaui hal-hal duniawi dengan cara mengetahui bahwa pada hakekatnya diri kita bersifat rohani sebagai bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat yang sama seperti Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Maha Esa terwujud sebagai Brahman, Paramatma dan Bhagavan. Sri Krishna adalah manifestasi yang paling lengkap Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama. Karena itu, orang yang sudah menyerahkan diri kepada Kepribadian Tuhan Yang Paling Utama adalah rohaniwan yang sudah mencapai sukses. Untuk mencapai tujuan hidup tersebut melalui keinsafan Brahman dan Paramatma memerlukan penjelmaan yang berulang-ulang (bahūn am janmanam ante). Karena itu, jalan tertinggi keinsafan rohani adalah bhakti-yoga, cara langsung.

6.39
etan me saḿśayaḿ kṛṣṇa
chettum arhasy aśeṣataḥ
tvad-anyaḥ saḿśayasyāsya
chettā na hy upapadyate

etat—ini adalah; me—milik hamba; saḿśayam—keragu-raguan; kṛṣṇa—o Krishna; chettum—supaya menghilangkan; arhasi—Anda diminta; aśeṣataḥ—sepenuhnya; tvat—daripada Anda; anyaḥ—lain; saḿśayasya—mengenai keragu-raguan; asya—ini; chettā—yang menghilangkan; na—tidak pernah; hi—pasti; upapadyate—dapat ditemukan.

Terjemahan
Inilah keragu-raguan hamba, o Krishna, dan hamba memohon agar Anda menghilangkan keragu-raguan ini sepenuhnya. Selain Anda, tiada seorangpun yang dapat ditemukan untuk membinasakan keragu-raguan ini.

Penjelasan
Krishna mengetahui masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang secara sempurna. Pada awal Bhagavad-gita, Krishna menyatakan bahwa semua makhluk hidup telah berada secara individual sejak masa lampau, mereka tetap berada sekarang, dan mereka akan tetap mempunyai identitas individual pada masa yang akan datang, bahkan setelah pembebasan dari ikatan material sekalipun. Jadi, Krishna sudah menjelaskan pertanyaan mengenai masa depan makhluk hidup yang individual. Sekarang, Arjuna ingin mengetahui tentang masa depan seorang rohaniwan yang tidak mencapai sukses. Tiada seorangpun yang sejajar atau lebih tinggi daripada Krishna, dan pasti orang yang disebut resi-resi yang mulia dan filosof-filosof yang dikuasai oleh alam material tidak dapat menjadi sejajar dengan Beliau. Karena itu, keputusan Krishna adalah jawaban yang terakhir dan lengkap terhadap segala keragu-raguan, sebab Krishna mengetahui masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang secara sempurna—tetapi tiada seorangpun yang mengenal Beliau. Hanya Krishna dan penyembah yang sadar akan Krishna dapat mengetahui bagaimana keadaan yang sebenarnya.

6.40
śrī-bhagavān uvāca
pārtha naiveha nāmutra
vināśas tasya vidyāte
na hi kalyāṇa-kṛt kaścid
durgatiḿ tāta gacchati

Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; pārtha—wahai putera Pṛthā; na evā—tidak pernah demikian; iha—di dunia material ini; na—tidak pernah; amutra—dalam penjelmaan yang akan datang; vināśaḥ—kemusnahan; tasya—milik dia; vidyāte—berada; na—tidak pernah; hi—pasti; kalyāṇa-kṛt—orang yang sibuk dalam kegiatan yang mujur; kaścit—siapapun; durgatim—untuk merosot; tāta—kawan-Ku; gacchati—pergi.

Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Putera Pṛthā, seorang rohaniwan yang sibuk dalam kegiatan yang mujur tidak mengalami kemusnahan baik di dunia ini maupun di dunia rohani; orang yang berbuat baik tidak pernah dikuasai oleh kejahatan, wahai kawan-Ku.

Penjelasan
Dalam Srimad-Bhagavatam (1.5.17) Sri Nārada Muni memberikan pelajaran kepada Vyasadeva sebagai berikut:

tyaktvā sva-dharmaḿ caraṇāmbujaḿ harer
bhajann apakvo ‘tha patet tato yadi
yatra kva vābhadram abhūd amuṣya kiḿ
ko vārtha āpto ‘bhajatāḿ sva-dharmataḥ

Kalau seseorang meninggalkan segala harapan material dan berlindung sepenuhnya kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, maka dalam segala hal tidak ada kerugian maupun kemerosotan apapun. Di pihak lain, orang yang bukan penyembah barangkali sibuk sepenuhnya melakukan tugas-tugas kewajibannya, namun dia tidak memperoleh keuntungan apapun.” Ada banyak kegiatan untuk harapanharapan material, baik kegiatan menurut Kitab Suci maupun adat dan kebiasaan. Seharusnya seorang rohaniwan meninggalkan segala kegiatan material demi kemajuan rohani dalam kehidupan, yaitu kesadaran Krishna. Barangkali ada orang yang mengatakan bahwa dengan kesadaran Krishna seseorang dapat mencapai kesempurnaan tertinggi kalau proses itu diselesaikan. Tetapi kalau ia tidak mencapai tingkat kesempurnaan seperti itu, dia rugi baik secara material maupun secara rohani. Dalam Kitab-kitab Suci dinyatakan bahwa seseorang harus menderita reaksi kalau dia tidak melaksanakan tugas-tugas kewajiban yang telah di tetapkan. Karena itu, orang yang gagal melaksanakan kegiatan rohani yang sebenarnya akan mengalami reaksi-reaksi seperti itu. Dalam Bhagavatam dinyatakan seorang rohaniwan yang tidak mencapai sukses diberi jaminan bahwa dia tidak perlu khawatir. Walaupun mungkin dia akan mengalami reaksi karena tidak melaksanakan tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan secara sempurna,dia tetap tidak rugi, sebab kesadaran Krishna yang mujur tidak akan pernah dilupakan, dan orang yang sudah pernah tekun dalam kesadaran Krishna akan terus seperti itu kendatipun ia dilahirkan dalam keadaan yang rendah pada penjelmaan yang akan datang. Di pihak lain, orang yang hanya mengikuti tugas-tugas kewajiban secara ketat belum tentu mencapai hasil yang menguntungkan kalau dia kekurangan kesadaran Krishna.
Penjelasan ayat ini dapat dimengerti sebagai berikut. Manusia dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan yang teratur dan golongan yang tidak teratur. Orang yang hanya sibuk dalam kepuasan indera-indera seperti hewan tanpa pengetahuan tentang penjelmaan yang akan datang maupun keselamatan rohani termasuk golongan yang tidak teratur. Orang yang mengikuti prinsip-prinsip tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan dalam Kitab Suci termasuk golongan yang teratur. Golongan yang tidak teratur, baik beradab maupun tidak beradab, terdidik maupun belum terdidik, kuat maupun lemah, penuh Kecenderungan-kecenderungan seperti binatang. Kegiatan mereka tidak pernah menguntungkan, sebab sambil menikmati kecenderungan kecenderungan seperti binatang, yaitu, makan, tidur, membela diri dan berketurunan, untuk selamanya mereka tetap berada dalam kehidupan material, yang selalu penuh kesengsaraan. Di pihak lain, orang yang diatur oleh peraturan Kitab Suci dan berangsur-angsur naik sampai tingkat kesadaran Krishna dengan cara seperti itu pasti maju dalam kehidupan.
Orang yang mengikuti jalan yang menguntungkan dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu, (1) orang yang mengikuti aturan dan peraturan rohani dan menikmati kemakmuran material, (2) orang yang berusaha mencari pembebasan tertinggi dari kehidupan material, dan (3) orang yang menjadi penyembah dalam kesadaran Krishna. Orang yang mengikuti aturan dan peraturan Kitab Suci untuk kesenangan material dapat dibagi lagi menjadi dua golongan: Orang yang bekerja dengan tujuan memperoleh hasil atau pahala untuk dinikmati dan orang yang tidak menginginkan hasil atau pahala apa pun untuk kepuasan indera-indera. Orang yang mencari hasil atau pahala untuk kepuasan indera-indera dapat naik tingkat sampai tingkatan hidup yang lebih tinggi—bahkan sampai planet-planet yang lebih tinggi sekalipun—tetapi oleh karena mereka masih belum lepas dari kehidupan material, mereka belum mengikuti jalan yang sungguh-sungguh menguntungkan. Satu-satunya kegiatan yang menguntungkan ialah kegiatan yang membawa seseorang sampai pembebasan. Kegiatan manapun yang pada akhirnya tidak bertujuan untuk mencapai keinsafan diri pada akhirnya atau pembebasan dari paham hidup jasmani yang material sama sekali tidak menguntungkan. Kegiatan dalam kesadaran Krishna adalah satu-satunya kegiatan yang menguntungkan, dan siapapun yang rela menerima segala kesulitan jasmani untuk mencapai kemajuan dalam menempuh jalan kesadaran Krishna dapat disebut seorang rohaniwan yang sempurna yang sedang melakukan pertapaan yang keras. Oleh karena sistem yoga yang terdiri dari delapan tahap pada akhirnya diarahkan menuju keinsafan kesadaran Krishna, latihan seperti itu juga menguntungkan, dan orang yang sedang berusaha sekuat tenaga dalam hal ini tidak perlu takut bahwa Diri-Nya akan merosot.

6.41
prāpya puṇya-kṛtāḿ lokān
uṣitvā śāśvatīḥ samaḥ
śucīnāḿ śrīmatāḿ gehe
yoga-bhraṣṭo ‘bhijāyate

prāpya—sesudah mencapai; puṇya-kṛtām—milik orang yang melakukan kegiatan yang saleh; lokān—planet-planet; uṣitvā—sesudah tinggal; śāśvatīḥ—banyak; samaḥ—tahun-tahun; śucīnām—milik orang saleh; śrī-matām—milik orang yang makmur; gehe—di rumah; yoga-bhraṣṭaḥ—orang yang sudah jatuh dari jalan keinsafan diri; abhijāyate—dilahirkan.

Terjemahan
Sesudah seorang yogi yang tidak mencapai sukses menikmati selama bertahun-tahun di planet-planet makhluk yang saleh, ia dilahirkan dalam keluarga orang saleh atau dalam keluarga bangsawan yang kaya.

Penjelasan
Para yogi yang tidak mencapai sukses dibagi menjadi dua golongan: Yang satu jatuh sesudah maju sedikit saja, dan yang lain jatuh sesudah lama berlatih yoga. Seorang yogi yang jatuh sesudah berlatih yoga selama masa singkat akan pergi ke planet-planet yang lebih tinggi. Makhluk-makhluk hidup yang saleh diperkenankan memasuki planet-planet yang lebih tinggi itu. Sesudah hidup yang panjang di sana, dia dikirim kembali ke planet ini, untuk dilahirkan dalam keluarga seorang brahmaṇā vaisnava yang saleh atau keluarga pedagang-pedagang dari golongan bangsawan.
Tujuan sejati latihan yoga ialah untuk mencapai kesempurnaan tertinggi kesadaran Krishna, sebagaimana dijelaskan dalam ayat terakhir dari bab ini. Tetapi orang yang tidak tekun sampai tingkat itu dan jatuh karena hal-hal duniawi menarik hatinya, atas berkat karunia Tuhan diizinkan menggunakan kecenderungan-kecenderungan material sepenuhnya. Sesudah itu, mereka di beri kesempatan untuk hidup secara makmur dalam keluarga yang saleh atau keluarga bangsawan. Orang yang dilahirkan dalam keluarga seperti itu dapat memanfaatkan fasilitas untuk berusaha naik tingkat sampai menjadi sadar akan Krishna sepenuhnya.

6.42
atha vā yoginām eva
kule bhavati dhīmatām
etad dhi durlabhataraḿ
loke janma yad īdṛśam

atha vā—atau; yoginām—Rohaniwan-rohaniwan yang bijaksana; evā—pasti; kule—di dalam keluarga; bhavati—dilahirkan; dhī-matām—orang yang diberkahi kebijaksanaan yang tinggi; etat—ini; hi—pasti; durlabha-taram—jarang sekali; loke—di dunia ini; janma—kelahiran; yat—itu yang; īdṛśam—seperti itu.

Terjemahan
Atau [kalau dia belum mencapai sukses sesudah lama berlatih yoga] dia dilahirkan dalam keluarga rohaniwan yang pasti memiliki kebijaksanaan yang tinggi. Memang, jarang sekali seseorang dilahirkan dalam keadaan seperti itu di dunia ini.

Penjelasan
Di sini kelahiran dalam keluarga yogi atau rohaniwan—orang yang memiliki kebijaksanaan yang tinggi—dipuji karena anak yang dilahirkan di dalam keluarga seperti itu menerima dorongan rohani sejak awal riwayatnya. Keadaan seperti ini khususnya dialami dalam keluarga keluarga ācārya atau Gosvami. Keluarga-keluarga seperti itu berpengetahuan tinggi dan berbhakti menurut tradisi dan latihan. Karena itu, mereka menjadi guru-guru kerohanian. Di India, ada banyak keluarga ācārya seperti itu tetapi sekarang mereka merosot karena kekurangan pendidikan dan latihan. Atas karunia Krishna, masih ada keluarga-keluarga yang melahirkan Rohaniwan-rohaniwan dari generasi ke generasi. Pasti seseorang beruntung sekali kalau ia dilahirkan dalam keluargakeluarga seperti itu. Untungnya, guru kerohanian kami, Om Visnupada Sri Srimad Bhaktisiddhanta Sarasvati Gosvami Maharājā, dan saya sendiri, mendapat kesempatan untuk dilahirkan dalam keluarga-keluarga seperti itu, atas berkat karunia Tuhan, sehingga guru kerohanian kami dan saya sendiri dilatih dalam bhakti kepada Tuhan sejak awal kehidupan kami. Kemudian, kami bertemu karena apa yang telah ditakdirkan oleh sistem rohani.

6.43
tatra taḿ buddhi-saḿyogaḿ
labhate paurva-dehikam
yatate ca tato bhūyaḥ
saḿsiddhau kuru-nandana

tatra—sesudah itu; tam—itu; buddhi-saḿyogam—menghidupkan kembali kesadaran; labhate—memperoleh kembali; paurva-dehikam—dari badan yang dimiliki dalam penjelmaan sebelumnya; yatate—dia berusaha; ca—juga; tataḥ—sesudah itu; bhūyaḥ—lagi; saḿsiddhau—untuk kesempurnaan; kuru-nandana—wahai putera Kuru.

Terjemahan
Sesudah dilahirkan seperti itu, sekali lagi dia menghidupkan kesadaran suci dari penjelmaannya yang dahulu, dan dia berusaha maju lebih lanjut untuk mencapai sukses yang lengkap, wahai putera Kuru.

Penjelasan
Maharājā Bhārata, yang dilahirkan untuk ketiga kalinya dalam keluarga seorang brahmaṇā yang baik, adalah contoh kelahiran yang baik untuk menghidupkan kembali kesadaran rohani dari penjelmaan yang lama. Maharājā Bhārata pernah menjadi maharājā yang menguasai seluruh bumi, dan semenjak masa beliau, planet ini dikenal dengan nama Bhārata varsa di kalangan para dewa. Sebelumnya planet ini bernama Ilavrtavarsa. Dalam usia muda, Maharājā Bhārata mengundurkan diri untuk mencapai kesempurnaan rohani, tetapi dia gagal mencapai sukses. Dalam penjelmaan berikutnya dia dilahirkan di dalam keluarga seorang brahmaṇā yang baik dan dia bernama Jada Bhārata, sebab dia selalu menyendiri dan tidak berbicara dengan siapapun. Kemudian, dia didapatkan sebagai seorang rohaniwan yang mulia oleh rājā Rahugana. Dari riwayat Maharājā Bhārata, dimengerti bahwa usaha-usaha rohani, atau latihan yoga, tidak pernah sia-sia. Atas berkat karunia Tuhan, seorang rohaniwan mendapatkan kesempatan berulang kali untuk mencapai kesempurnaan yang lengkap dalam kesadaran Krishna.

6.44
pūrvābhyāsena tenaiva
hriyate hy avaśo ‘pi saḥ
jijñāsur api yogasya
śabda-brahmātivartate

pūrva—dahulu; abhyāsena—oleh latihan; tena—oleh itu; evā—pasti; hriyate—tertarik; hi—pasti; avāsaḥ—dengan sendirinya; api—juga; saḥ—dia; jijñāsuḥ—ingin tahu; api—walaupun; yogasya—tentang yoga; śabda-brahma—prinsip-prinsip ritual dari Kitab Suci; ativartate—melampaui.

Terjemahan
Berkat kesadaran suci dari penjelmaan sebelumnya, dengan sendirinya dia tertarik kepada prinsip-prinsip yoga—kendatipun tanpa diupayakan. Seorang rohaniwan yang ingin menemukan jawaban seperti itu selalu berada di atas prinsip-prinsip ritual dari Kitab Suci.

Penjelasan
Para yogi yang sudah maju tidak begitu tertarik pada ritual-ritual Kitab-kitab Suci, tetapi dengan sendirinya mereka tertarik pada prinsip-prinsip yoga, yang dapat mengangkat diri mereka sampai kesadaran Krishna yang lengkap, kesempurnaan yoga tertinggi. Dalam Srimad-Bhagavatam (3.33.7), kealpaan para rohaniwan yang sudah maju terhadap ritual-ritual Veda dijelaskan sebagai berikut:

aho bata śva-paco ‘to garīyān
yaj-jihvāgre vartate nāma tubhyam
tepus tapas te juhuvuḥ sasnur āryā
brahmānūcur nāma gṛṇanti ye te

O Tuhan Yang Maha Esa! Orang yang memuji nama-nama suci Baginda sudah sangat maju dalam kehidupan rohani, walaupun mereka dilahirkan dalam keluarga yang makan anjing. Orang yang memuji nama suci Anda seperti itu pasti sudah melakukan segala jenis pertapaan dan korban suci, mandi di semua tempat suci, dan sudah menamatkan segala pelajaran Kitab Suci.”
Contoh terkenal mengenai hal ini dikemukakan oleh Sri Caitanya, yang menerima Thakura Haridasa sebagai salah satu murid di antara murid-murid-Nya yang paling terkemuka. Walaupun kebetulan Thakura Haridasa dilahirkan dalam keluarga yang tidak mengikuti prinsip-prinsip Veda, dia diangkat pada kedudukan namacarya oleh Sri Caitanya karena secara ketat dia mengikuti prinsip mengucapkan nama suci Tuhan tiga ratus ribu kali setiap hari: Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare. Oleh karena dia mengucapkan nama suci Tuhan senantiasa, dimengerti bahwa dalam penjelmaan sebelumnya, pasti dia sudah menjalani semua cara-cara ritual Veda, yang dikenal sebagai sabdabrahma. Karena itu, seseorang belum dapat mulai mengikuti kesadaran Krishna ataupun menjadi tekun memuji nama suci Tuhan, Hare Krishna, kalau ia belum menyucikan diri.

6.45
prayatnād yatamānas tu
yogī saḿśuddha-kilbiṣaḥ
aneka-janma-saḿsiddhas
tato yāti parāḿ gatim

prayatnāt—dengan latihan secara ketat; yatamānaḥ—berusaha; tu—dan; yogī—seorang rohaniwan seperti itu; saḿśuddha—disucikan; kilbiṣaḥ—semua dosanya; aneka—sesudah banyak sekali; janma—kelahiran; saḿsiddhaḥ—setelah mencapai kesempurnaan; tataḥ—sesudah itu; yāti—mencapai; param—tertinggi; gatim—tujuan.

Terjemahan
Apabila seorang yogi tekun dengan usaha yang tulus ikhlas untuk maju lebih lanjut, dengan disucikan dari segala pencemaran, akhirnya ia mencapai kesempurnaan sesudah melatihnya selama banyak penjelmaan, dan ia mencapai tujuan tertinggi.

Penjelasan
Orang yang dilahirkan dalam keluarga yang sangat saleh, keluarga bangsawan atau keluarga yang suci menyadari keadaannya yang menguntungkan untuk melaksanakan latihan yoga. Karena itu, dengan ketabahan hati dia memulai tugasnya yang belum selesai, dan dengan demikian dia menyucikan diri sepenuhnya dari segala pengaruh material. Apabila akhirnya dia bebas dari segala pencemaran, dia mencapai kesempurnaan yang paling tinggi—yaitu kesadaran Krishna. Kesadaran Krishna adalah tingkat sempurna pembebasan dari segala pencemaran. Ini dibenarkan dalam Bhagavad-gita (7.28):

yeṣāḿ tv anta-gataḿ pāpaḿ
janānāḿ puṇya-karmaṇām
te dvandva-moha-nirmuktā
bhajante māḿ dṛḍha-vratāḥ

Sesudah melakukan kegiatan saleh selama banyak penjelmaan, apabila seseorang sudah bebas sepenuhnya dari segala pencemaran, dan dari hal-hal relatif yang mengkhayalkan, ia menekuni cinta-bhakti kepada Krishna.”

6.46
tapasvibhyo ‘dhiko yogī
jñānibhyo ‘pi mato ‘dhikaḥ
karmibhyaś cādhiko yogī
tasmād yogī bhavārjuna

tapasvibhyaḥ—daripada orang yang bertapa; adhikaḥ—lebih mulia; yogī—seorang yogi; jñānibhyaḥ—daripada orang bijaksana; api—juga; mataḥ—dianggap; adhikaḥ—lebih mulia; karmibhyaḥ—daripada orang yang bekerja untuk hasil; ca—juga; adhikaḥ—lebih mulia; yogī—seorang yogi; tasmāt—karena itu; yogī—seorang rohaniwan yang melampaui hal-hal duniawi; bhava—hanya jadilah; Arjuna—wahai Arjuna.

Terjemahan
Seorang yogi lebih mulia daripada orang yang bertapa, lebih mulia daripada orang yang mempelajari filsafat berdasarkan percobaan dan lebih mulia daripada orang yang bekerja dengan maksud mendapatkan hasil atau pahala. Karena itu, dalam segala keadaan, jadilah seorang yogi, wahai Arjuna.

Penjelasan
Apabila kita membicarakan yoga, kita menunjukkan cara mengadakan hubungan antara kesadaran kita dengan Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama. Proses tersebut diberi berbagai nama oleh berbagai jenis orang yang mempraktekkannya, menurut cara khusus yang diikuti. Apabila proses mengadakan hubungan terutama terdiri atas kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala untuk dinikmati, maka itu disebut karma-yoga. Apabila proses tersebut terutama terdiri dari filsafat berdasarkan percobaan, maka itu disebut jñāna-yoga, dan apabila proses tersebut terutama terdiri dari hubungan bhakti dengan Tuhan Yang Maha Esa, maka itu disebut bhakti-yoga. Bhakti-yoga atau kesadaran Krishna, adalah kesempurnaan tertinggi segala yoga, sebagaimana akan dijelaskan dalam ayat berikut. Krishna sudah membenarkan keunggulan yoga di sini, tetapi Krishna tidak mengatakan bahwa yoga itu lebih baik daripada bhakti-yoga. Bhakti-yoga adalah pengetahuan rohani yang lengkap; karena itu tiada sesuatupun yang lebih baik daripada bhakti-yoga. Pertapaan tanpa pengetahuan tentang diri kita adalah kegiatan yang kurang sempurna. Pengetahuan berdasarkan percobaan tanpa penyerahan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa juga kurang sempurna. Pekerjaan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil tanpa kesadaran Krishna hanya memboroskan waktu. Karena itu, bentuk yoga yang paling terpuji yang disebut di sini adalah bhakti-yoga, dan hal ini diuraikan dengan cara yang lebih jelas lagi dalam ayat berikut.

6.47
yoginām api sarveṣāḿ
mad-gatenāntar-ātmanā
śraddhāvān bhajate yo māḿ
sa me yuktatamo mataḥ

yoginām—di antara yogi-yogi; api—juga; sarveṣām—segala jenis; mat-gatena—tinggal di dalam Diri-Ku, selalu berpikir tentang-Ku; antaḥātmanā—di dalam Diri-Nya; śraddhā-vān—dengan keyakinan sepenuhnya; bhajate—melakukan pengabdian rohani dengan cinta-bhakti; yaḥ—orang yang; mām—kepada-Ku (Tuhan Yang Maha Esa); saḥ—dia; me—oleh-Ku; yukta-tamaḥ—yogi yang paling tinggi; mataḥ—dianggap.

Terjemahan
Di antara semua yogi, orang yang mempunyai keyakinan yang kuat dan selalu tinggal di dalam Diri-Ku, berpikir tentang Aku di dalam Diri-Nya, dan mengabdikan diri kepada-Ku dalam cinta bhakti rohani sudah bersatu dengan-Ku dalam yoga dengan cara yang paling dekat, dan dialah yang paling tinggi diantara semuanya. Itulah pendapat-Ku.

Penjelasan
Kata bhajate bermakna dalam ayat ini. Akar kata bhajate adalah kata kerja bhaj, yang digunakan apabila pengabdian diperlukan. Kata sembahyang” dalam bahasa Indonesia tidak dapat digunakan dengan makna yang sama dengan bhaj. Sembahyang yang berarti memuji, atau menghormati Kepribadian yang patut dihormati. Tetapi pengabdian dengan cinta-bhakti dan keyakinan khususnya dimaksudkan untuk Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang dapat menghindari sembahyang kepada orang yang dihormati atau seorang dewa, dan barangkali orang akan mengatakan dia bersikap kurang hormat, tetapi kalau seseorang menghindari pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka dia disalahkan sepenuhnya. Setiap makhluk hidup adalah bagian dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat yang sama seperti Beliau. Karena itu, setiap makhluk hidup dimaksudkan untuk mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut kedudukan dasarnya. Kalau dia gagal melakukan demikian, dia akan jatuh. Hal ini dibenarkan dalam Srimad-Bhagavatam (11.5.3) sebagai berikut:

ya eṣāḿ puruṣaḿ sākṣād
ātma-prabhavam īśvaram
na bhajanty avajānanti
sthānād bhraṣṭāḥ patanty adhaḥ

Siapapun yang tidak mengabdikan diri dan mengalpakan kewajibannya kepada Tuhan Yang Maha Esa—sumber segala makhluk hidup, pasti akan jatuh dari kedudukan dasarnya.”
Kata bhajanti juga digunakan dalam ayat ini. Karena itu, kata bhajanti hanya dapat digunakan berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan kata sembahyang” dapat digunakan untuk dewa atau makhluk hidup biasa lainnya. Kata avajānanti, yang digunakan dalam ayat Srimad-Bhagavatam tersebut, juga terdapat dalam Bhagavad-gita. Avajananti mam mudah: Hanya orang bodoh dan orang jahat mengejek Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna.” Orang bodoh seperti itu mengambil inisiatif sendiri untuk mengarang tafsiran-tafsiran Bhagavad-gita tanpa sikap pengabdian kepada Tuhan. Sebagai akibatnya tidak dapat membedakan antara kata bhajanti dan kata sembahyang” dengan sebenarnya.
Puncak segala jenis latihan yoga terdapat dalam bhakti-yoga. Segala yoga lainnya hanya merupakan cara untuk mencapai tujuan bhakti-yoga. Yoga sebenarnya berarti bhakti-yoga; segala yoga lainnya adalah langkah-langkah maju menuju tujuan bhakti-yoga. Dari awal karma-yoga hingga akhir bhakti-yoga adalah jalan panjang menuju keinsafan diri. Karma-yoga, tanpa kegiatan untuk mendatangkan hasil atau pahala untuk dinikmati adalah awal jalan tersebut. Apabila karma-yoga ditingkatkan dalam pengetahuan dan pelepasan ikatan, maka tingkat itu disebut jñāna-yoga. Apabila jñāna-yoga ditingkatkan dalam semadi kepada Roh Yang Utama dengan berbagai proses jasmani, dan pikiran dipusatkan kepada Beliau, maka itu disebut astanga yoga. Dan apabila seseorang melampaui astanga-yoga dan mencapai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Krishna, maka itu disebut bhakti-yoga, atau puncak yoga. Sebenarnya, bhakti-yoga adalah tujuan tertinggi, tetapi untuk menganalisis bhakti-yoga secara terperinci, seseorang harus mengerti yoga-yoga lainnya. Karena itu, yogi yang maju sedang menempuh jalan yang benar menuju keuntungan baik yang kekal. Orang yang berhenti pada titik tertentu dan tidak maju lebih lanjut disebut dengan istilah khusus: karma-yogi, Jnānā-yogi, dhyana-yogi, rājā -yogi, hatha-yogi, dan sebagainya. Kalau seseorang cukup beruntung hingga ia mencapai bhakti-yoga, dimengerti bahwa dia sudah melampaui segala yoga lainnya. Karena itu, menjadi sadar akan Krishna adalah tingkat yoga tertinggi. Ini seperti kita membicarakan pegunungan Himalaya, kita menunjukkan pegunungan tertinggi di dunia dan gunung Everest, dianggap sebagai puncaknya.
Oleh karena kemujuran yang sangat besar seseorang mencapai kesadaran Krishna melalui jalan bhakti-yoga sehingga dia menjadi mantap sesuai dengan petunjuk Veda. Seorang yogi yang teladan memusatkan perhatiannya kepada Krishna, yang bernama Syamasundara. Warna Syamasundara seindah awan, wajahnya mirip bunga padma yang secemerlang matahari, pakaian Beliau berseri oleh hiasan permata-permata serta badan Beliau dihiasi dengan kalung dari rangkaian bunga. Cahaya Beliau yang sangat indah bernama brahmajyoti menerangi segala sisi. Beliau menjelma dalam berbagai bentuk seperti Rāma, Nrsimha, Varaha dan Krishna, sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Beliau turun seperti seorang manusia, menjadi putera ibu Yasoda. Beliau bernama Krishna, Govinda dan Vasudeva. Krishna adalah anak, suami, kawan dan atasan yang sempurna, dan Beliau penuh segala kehebatan dan sifat-sifat rohani. Kalau seseorang tetap menyadari sepenuhnya ciri-ciri Krishna yang tersebut di atas, dia disebut seorang yogi tertinggi.
Tingkat kesempurnaan tertinggi dalam yoga hanya dapat dicapai dengan bhakti-yoga sebagaimana dibenarkan dalam segala kesusasteraan Veda:

yasya deve parā bhaktir
yathā deve tathā gurau
tasyaite kathitā hy arthāḥ
prakāśante mahātmanaḥ

Hanya kepada roh-roh yang mulia yang percaya sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan guru kerohanian, segala arti pengetahuan Veda diperlihatkan dengan sendirinya.” (svetasvatara Upanisad 6.23)
Bhaktir asya bhajanam tad ihamutropadhinairasyenanusmin manaḥ-kalpanam, etad eva naiskāryam. Bhakti berarti pengabdian dengan cinta-bhakti kepada Tuhan, bebas dari keinginan untuk keuntungan material, baik di dalam hidup ini maupun dalam penjelmaan yang akan datang. Seseorang harus menjadikan pikirannya khusuk sepenuhnya dalam Yang Mahakuasa, bebas dari segala kecenderungan seperti itu. Itulah maksud naiskarmya.” (Gopala-tapani Upanisad 1.15)
Cara-cara tersebut merupakan beberapa di antara cara-cara untuk melaksanakan bhakti, atau kesadaran Krishna, tingkat kesempurnaan tertinggi dalam sistem yoga.

Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Enam Srimad Bhagavad-gita perihal Dhyana-yoga.”

Sampaikanlah Doa dengan tulisan yang baik, benar dan lengkap. Sampunang disingkat-singkat!

Berbagai Sumber | Google Images | Youtube | Support become Patreon
Tag: dewatanawasanga, Blogger, bali, satuskutus offering, love, quotes, happy, true, smile, success, word, history, beautiful, culture, tradition, love, smile, prayer, weda, hindu, spiritual,

agungsujana

Recent Posts

Pura Pengubengan – Besakih

Pura Pengubengan - Besakih Pura Pengubengan ini letaknya ke utara dari Pura Penataran Agung melalui…

3 years ago

Sanghyang Tumuwuh

Sanghyang Tumuwuh di Pura Batukaru Avir Vai nama devata, rtena-aste parivrta, tasya rupena-ime vrksah, harita…

3 years ago

Arya Kenceng

Arya Kenceng Arya Kenceng adalah seorang kesatria dari Majapahit yang turut serta dalam ekspedisi penaklukan…

3 years ago

Pura Andakasa

Pura Andakasa Pura Andakasa adalah pura Kahyangan Jagat, yang merupakan deretan pura utama yang ada…

4 years ago

Pura Pucak Bukit Sangkur

Pura Pucak Bukit Sangkur Pura Luhur Pucak Bukit Sangkur adalah ada Di Desa Pakraman Kembang…

4 years ago

Pura Luhur Besikalung

Pura Luhur Besikalung Pura Luhur Besikalung berlokasi di daerah pegunungan di lereng gunung bagian selatan…

4 years ago