Categories: Bhagawad Gita

Daiwasura Sampad Wibhaga Yoga – Bhagavad Gita Bab 16 – Terjemahan Bahasa Indonesia

BAB XVI
Daiwasura Sampad Wibhaga Yoga
Membahas mengenai hakikat tingkah-laku manusia

16.1-3
sri-bhagavan uvaca
abhayam´ sattva-sam´suddhir
jñana-yoga-vyavasthitih
danam´ damas ca yajñas ca
svadhyayas tapa arjavam

ahim´sa satyam akrodhas
tyagah santir apaisunam
daya bhutesv aloluptvam´
mardavam´ hrir acapalam

tejah ksama dhrtih saucam
adroho nati-manita
bhavanti sampadam´ daivim
abhijatasya bharata

Sri-bhagavan uvaca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; abhayam—kebebasan dari rasaan takut; sattva-sam´suddhih—penyucian kehidupan; jñana—dalam pengetahuan; yoga—tentang hubungan; vyavasthitih—keadaan; danam—kedermawanan; damah—mengendalikan pikiran; ca—dan; yajñah—pelaksanaan korban suci; ca—dan; svadhyayah—mempelajari tentang kesusasteraan Veda; tapah—pertapaan; arjavam—kesederhanaan; ahim´sa—tidak melakukan kekerasan; satyam—kejujuran; akrodhah—kebebasan dari amarah; tyagah—pelepasan ikatan; santih—ketenangan; apaisunam—tidak mencari-cari kesalahan; daya—karunia; bhutesu—terhadap semua makhluk hidup; aloluptvam—kebebasan dari loba; mardavam—sifat lembut; hrih—sifat sopan dan rendah hati; acapalam—ketabahan hati; tejah—sifat giat; ksama—sifat mengampuni; dhrtih—sifat ulet; saucam—kebersihan; adrohah—kebebasan dari rasa iri; na—tidak; ati-manita—mengharapkan penghormatan; bhavanti—adalah; sampadam—sifat-sifat; daivim—sifat rohani; abhijatasya—milik orang yang dilahirkan dari; bharata—wahai putera Bharata.

Terjemahan

Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Kebebasan dari rasa takut; penyucian kehidupan; pengembangan pengetahuan rohani; kedermawanan; mengendalikan diri; pelaksanaan korban suci; mempelajari Veda; pertapaan; kesederhanaan; tidak melakukan kekerasan; kejujuran; kebebasan dari amarah; pelepasan ikatan; ketenangan; tidak mencaricari kesalahan; kasih sayang terhadap semua makhluk hidup; pembebasan dari loba; sifat lembut; sifat malu; ketabahan hati yang mantap; kekuatan; mudah mengampuni; sifat ulet; kebersihan; kebebasan dari rasa iri dan gila hormat—sifat-sifat rohani tersebut dimiliki oleh orang suci yang diberkati dengan sifat rohani, wahai putera Bharata

Penjelasan

Pada Awal Bab Lima Belas, pohon beringin dunia material ini dijelaskan. Akar-akar tambahan yang keluar dari pohon itu diumpamakan sebagai kegiatan para makhluk hidup. Beberapa di antara kegiatan itu menguntungkan, dan beberapa di antaranya tidak menguntungkan. Dalam Bab Sembilan juga dijelaskan tentang para dewa, atau tujuan-tujuan yang suci, dan para asura, atau tujuan-tujuan yang jahat dan tidak suci, atau raksasa. Menurut upacara-upacara Veda, kegiatan dalam sifat kebaikan menguntungkan demi kemajuan dalam menempuh jalan pembebasan, dan kegiatan seperti itu terkenal sebagai daivi-prakrti, atau kegiatan yang bersifat rohani. Orang yang mantap dalam sifat rohani maju menempuh jalan pembebasan. Di pihak lain, orang yang bertindak dalam sifat-sifat nafsu dan kebodohan tidak mungkin mencapai pembebasan. Mereka harus tetap tinggal di dunia material ini sebagai manusia, atau mereka akan merosot hingga dilahirkan sebagai jenis-jenis binatang atau jenis-jenis kehidupan yang lebih rendah. Dalam Bab Enam belas ini, Tuhan Yang Maha Esa menjelaskan sifat rohani dan sifat jahat masing-masing dengan cirinya. Beliau juga menjelaskan manfaat-manfaat dan kerugian-kerugian sifat itu.
Kata abhijatasya berhubungan dengan orang yang dilahirkan dari sifat-sifat rohani atau Kecenderungan-kecenderungan suci sangat bermakna. Mendapatkan anak dalam suasana kesucian disebut garbhadhana-samskara dalam Kitab-kitab Veda. Kalau ayah dan ibu menginginkan anak yang memiliki sifat-sifat kesucian, hendaknya mereka mengikuti sepuluh prinsip yang dianjurkan untuk kehidupan masyarakat manusia. Dalam Bhagavad-gita kita juga sudah mempelajari bahwa hubungan suami isteri untuk mendapat anak yang baik adalah Krishna Sendiri. Hubungan suami isteri tidak disalahkan asal proses itu digunakan dalam kesadaran Krishna. Orang yang sadar akan Krishna sekurang-kurangnya jangan berketurunan seperti anjing dan kucing, melainkan berketurunan supaya anaknya dapat menjadi sadar akan Krishna sesudah ia dilahirkan. Seharusnya itulah keuntungan anak-anak yang dilahirkan dari ayah dan ibu yang tekun dalam kesadaran Krishna.
Lembaga masyarakat yang bernama varnasramadharma—lembaga itu yang membagi masyarakat menjadi empat golongan kehidupan dan empat golongan pencaharian—tidak dimaksudkan untuk membagi masyarakat manusia menurut kelahiran. bagian-bagian tersebut menurut kwalifikasi pendidikan, dan dimaksudkan untuk memelihara masyarakat dalam keadaan damai dan makmur. Sifat-sifat yang disebut di sini dijelaskan sebagai sifat-sifat rohani yang dimaksudkan supaya seseorang maju dalam pengertian rohani dan dapat mencapai pembebasan dari dunia material.
Dalam lembaga varnasrama, seorang sannyasi, atau orang yang sudah mencapai tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan dianggap pemimpin atau guru kerohanian bagi semua tingkat dan semua golongan masyarakat. Seorang brahmana dianggap guru kerohanian bagi tiga golongan masyarakat lainnya, yaitu para ksatriya, vaisya dan sudra, tetapi seorang sannyasi, yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam lembaga tersebut, juga dianggap sebagai guru kerohanian para brahmana. Bagi seorang sannyasi, kwalifikasi pertama yang dibutuhkan ialah bebas dari rasa takut. Oleh karena seorang sannyasi harus tinggal sendirian tanpa dukungan atau jaminan hidup apa pun, ia harus bergantung kepada karunia Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Kalau seseorang berpikir, Sesudah saya meninggalkan hubungan-hubungan saya, siapa yang akan melindungi saya” Seharusnya ia tidak memasuki golongan hidup untuk meninggalkan hal-hal duniawi. Hendaknya seseorang yakin sepenuhnya bahwa Krishna atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dalam aspeknya di tempat-tempat khusus sebagai Paramatma selalu bersemayam di hati, bahwa Beliau melihat segala sesuatu dan bahwa Beliau selalu mengetahui apa yang ingin dilakukan seseorang. Seperti itulah seseorang harus yakin dengan teguh bahwa Krishna sebagai Paramatma akan menjaga kesejahteraan roh yang sudah menyerahkan diri kepada Beliau. Sebaiknya seseorang berpikir, Saya tidak akan pernah sendirian. Meskipun saya tinggal di daerah yang paling gelap di tengah hutan saya pasti ditemani oleh Krishna, dan Krishna akan memberi segala perlindungan kepada saya.” Keyakinan itu disebut abhayam, atau kebebasan dari rasa takut. Keadaan jiwa tersebut dibutuhkan pada tingkatan hidup yang meninggalkan ikatan hal-hal duniawi.
Kemudian ia harus menyucikan kehidupannya. Ada banyak aturan dan peraturan untuk diikuti pada tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan terhadap hal-hal duniawi. Yang paling penting, seorang sannyasi dilarang keras mempunyai hubungan dekat dengan seorang wanita. Seorang sannyasi dilarang berbicara dengan seorang wanita di tempat yang sepi. Sri Caitanya adalah seorang sannyasi yang teladan, dan pada waktu tinggal di Puri, para penyembah-Nya yang wanita tidak boleh mendekati Beliau bahkan untuk bersujud sekalipun. Dianjurkan supaya mereka bersujud dari tempat yang jauh. Ini bukan tanda rasa benci terhadap kaum wanita, melainkan peraturan yang dikenakan pada seorang sannyasi supaya dia jangan memelihara hubungan erat dengan wanita. Seseorang harus mengikuti aturan dan peraturan tingkat hidup tertentu untuk menyucikan kehidupannya. Hubungan erat dengan wanita dan memiliki kekayaan demi kepuasan indera-indera dilarang keras bagi seorang sannyasi. sannyasi yang teladan adalah Sri Caitanya Sendiri, dan kita dapat belajar dari riwayat Beliau bahwa Beliau selalu tegas sekali dalam soal hubungan dengan wanita. Walaupun Sri Caitanya adalah penjelmaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling murah hati, dan Beliau menerima roh-roh yang paling jatuh sekalipun, Beliau mematuhi aturan dan peraturan tingkatan hidup sannyasa dengan tegas sekali dalam soal wanita. Salah seorang rekan pribadi Sri Caitanya yang bernama Chota Haridasa bergaul dengan Sri Caitanya bersama dengan rekanrekan pribadi lainnya yang dekat pada Beliau, tetapi entah bagaimana Chota Haridasa ini memandang seorang wanita yang masih muda dengan sikap hawa nafsu. Sri Caitanya begitu tegas sehingga Beliau segera menolak Chota Haridasa dari pergaulan rekan-rekan pribadi-Nya. Sri Caitanya bersabda, Bagi seorang sannyasi atau siapapun yang bercita-cita keluar dari cengkeraman alam material dan sedang berusaha mengangkat diri sampai alam rohani hingga pulang, kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, memandang harta benda material dan wanita demi kepuasan indera-indera—jangankan menikmatinya, tetapi hanya memandang dengan kecenderungan seperti itu—sangat disalahkan sehingga mengalami keinginan yang tidak sah seperti itu lebih buruk dari pada bunuh diri.” Proses tersebut adalah proses-proses penyucian diri.
Unsur berikutnya ialah jñana-yogavyavasthiti: menekuni pengembangan pengetahuan. Kehidupan sannyasi dimaksudkan untuk menyebarkan pengetahuan kepada orang berumah tangga dan orang lain yang sudah melupakan kehidupan kemajuan rohaninya yang sejati. Seharusnya seorang sannyasi mengemis dari rumah ke rumah untuk pencahariannya, tetapi ini bukan berarti bahwa dia pengemis. Sifat rendah hati juga salah satu kwalifikasi orang yang mantap secara rohani. Karena sifat rendah hati saja seorang sannyasi pergi dari rumah ke rumah, bukan dengan tujuan mengemis, melainkan dengan tujuan bertemu dengan orang yang berumah tangga dan menyadarkan mereka hingga sadar akan Krishna. Inilah kewajiban seorang sannyasi. Kalau seorang sannyasi sungguh-sungguh maju dan sudah diperintahkan demikian oleh guru kerohaniannya, dia harus mengajarkan kesadaran Krishna dengan logika dan pengertian, dan kalau seseorang belum begitu maju, sebaiknya ia jangan menerima tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan terhadap hal-hal duniawi seperti itu. Tetapi meskipun seseorang sudah menerima tingkatan hidup untuk melepaskan ikatan hal-hal duniawi tanpa memiliki pengetahuan secukupnya, sebaiknya ia tekun sepenuhnya mendengar dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya untuk mengembangkan pengetahuannya. Seorang sannyasi atau orang yang sudah mencapai tingkatan hidup untuk meninggalkan ikatan terhadap hal-hal duniawi harus mantap dalam kebebasan dari rasa takut, sattvasamsuddhi (kesucian) dan jñana-yoga (pengetahuan).
Unsur berikutnya ialah kedermawanan. Kedermawanan dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga. Orang yang berumah tangga hendaknya mencari nafkah dengan cara yang halal dan mengeluarkan lima puluh persen dari pendapatannya untuk mengajarkan kesadaran Krishna di seluruh dunia. Jadi, orang yang berumah tangga sebaiknya memberi sumbangan kepada Perkumpulan-perkumpulan dan lembaga-lembaga yang sibuk di bidang itu. Sebaiknya sumbangan diberikan kepada orang yang patut menerimanya. Ada berbagai jenis kedermawanan, sebagai mana akan dijelaskan dalam Bab Tujuh belas—kedermawanan dalam sifat-sifat kebaikan, nafsu, dan kebodohan. Kedermawanan dalam sifat kebaikan dianjurkan dalam Kitab Suci, tetapi kedermawanan dalam sifat-sifat nafsu dan kebodohan tidak dianjurkan, sebab itu hanya memboroskan uang. Sebaiknya sumbangan diberikan untuk mengembangkan kesadaran Krishna diseluruh dunia. Itulah kedermawanan dalam sifat kebaikan.
Mengenai dama (mengendalikan diri) itu tidak hanya dimaksudkan untuk golongan-golongan lain dalam masyarakat beragama, tetapi khususnya dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga. Walaupun suami isteri yang sah, sebaiknya juga jangan menggunakan inderanya untuk hubungan badan yang tidak diperlukan. Ada aturan untuk orang yang berumah tangga, bahkan dalam hubungan badan sekalipun. Hubungan suami isteri sebaiknya hanya digunakan untuk memiliki dan memelihara anak. Kalau dia tidak ingin mendapatkan anak, sebaiknya dia menghindari menikmati hubungan badan tersebut. Masyarakat modern menikmati hubungan itu dengan cara-cara pencegahan kehamilan atau pun dengan cara yang lebih jahat dari pada itu hanya untuk melepaskan tanggung jawab. Ini bukan sifat rohani, melainkan sifat yang kurang baik. Kalau seseorang, termasuk pula orang yang berumah tangga, ingin maju dalam kehidupan rohani, dia harus mengendalikan hubungan suami isteri dan jangan mendapatkan anak tanpa tujuan mengabdikan diri kepada Krishna. Jika ia dapat berketurunan dan memiliki anak yang sadar akan Krishna, ia boleh mempunyai beberapa anak, tetapi jika tidak sanggup seperti itu, sebaiknya ia jangan menikmati hubungan suami isteri hanya demi kesenangan indera-indera saja.
Korban suci adalah unsur lain untuk dilaksanakan oleh orang yang berumah tangga, sebab korban suci membutuhkan jumlah dana yang besar. Dari golongan kehidupan lainnya, yaitu brahmacarya, vanaprastha dan sannyasa, tidak mempunyai uang; mereka hidup dengan cara mengemis. Karena itu, pelaksanaan berbagai jenis korban suci dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga. Sebaiknya mereka melakukan korban-korban suci agnihotra sebagaimana dianjurkan dalam kesusasteraan Veda. Tetapi saat ini korban-korban suci seperti itu memerlukan biaya yang besar sekali, dan tidak mungkin semua orang yang berumah tangga melaksanakan upacara-upacara seperti itu. Korban suci yang paling baik yang dianjurkan pada jaman ini disebut sankirtana yajña. Sankirtana yajña, atau cara mengucapkan mantra Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rama, Hare Rama, Rama Rama, Hare Hare, adalah korban suci yang paling baik dan paling murah; siapa pun dapat melakukan dan memperoleh manfaatnya. Jadi, tiga unsur, yakni kedermawanan, pengendalian indera-indera dan pelaksanaan korban suci dimaksudkan untuk orang yang berumah tangga.
Kemudian svadhyaya, atau mempelajari Veda, dimaksudkan untuk brahmacarya, atau kehidupan sebagai siswa. Sebaiknya para brahmacari tidak mempunyai hubungan apa pun dengan wanita; mereka harus hidup dengan berpantang hubungan dengan wanita dan menekuni pelajaran khusus tentang kesusasteraan Veda untuk mengembangkan pengetahuan rohani. Ini disebut svadhyaya.
Tapas, atau pertapaan, khususnya untuk orang yang sudah mengendurkan diri dari kehidupan duniawi. Hendaknya seseorang jangan tetap berumah tangga sampai tutup usia; ia harus ingat ada empat bagian dalam kehidupan—brahmacarya, grhastha, vanaprastha dan sannyasa. Karena itu sesu dah grhastha, atau kehidupan berumah tangga, sebaiknya seseorang mengundurkan diri. Kalau seseorang hidup sampai berusia seratus tahun, sebaiknya dia sebagai siswa selama dua puluh lima tahun, dua puluh lima tahun hidup berumah tangga, dan dua puluh lima tahun dalam hidup mengundurkan diri, dan dua puluh lima tahun pada tingkatan hidup untuk meninggalkan ikatan terhadap hal-hal duniawi. Inilah peraturan disiplin keagamaan dari Veda. Orang yang sudah mengundurkan diri dari kehidupan berumah tangga harus mempraktekkan pertapaan dengan badan, pikiran, dan lidah. Itulah tapasya. Seluruh masyarakat varnasramadharma dimaksudkan untuk tapasya. Tanpa tapasyaatau pertapaan, seorang manusia tidak dapat mencapai pembebasan. Teori bahwa pertapaan tidak diperlukan dalam kehidupan, yaitu bahwa seseorang dapat berangan-angan terus dan segala sesuatu akan menjadi baik-baik saja, tidak dianjurkan baik dalam kesusasteraan Veda maupun dalam Bhagavad-gita. Teori-teori seperti itu dibuat-buat oleh rohaniwan gadungan yang sedang berusaha mengumpulkan pengikut semakin banyak. Kalau ada pantangan, aturan dan peraturan, orang tidak akan tertarik. Karena itu, orang yang ingin mencari pengikut atas nama kegiatan keagamaan hanya untuk pamer saja tidak mengatur kehidupan para siswanya, maupun kehidupan pribadinya. Tetapi cara itu tidak dibenarkan dalam Veda.
Mengenai kesederhanaan, yang dimiliki oleh para brahmana, hendaknya bukan hanya golongan tertentu yang mengikuti prinsip ini, melainkan semua anggota masyarakat, baik dari brahmacari-asrama, grhasthaasrama, vanaprastha-asrama, maupun sannyasaasrama. Sebaiknya semua orang sangat sederhana dan transparan.
Ahimsa berarti tidak menghalang-halangi kehidupan makhluk hidup manapun yang maju dari salah satu jenis kehidupan ke jenis kehidupan yang lain. Sebaiknya seseorang jangan berpikir bahwa oleh karena bunga api rohani atau sang roh tidak pernah terbunuh, bahkan sesudah badan terbunuh tiada salahnya ia membunuh binatang demi kepuasan indera-indera. Saat ini orang kecanduan memakan binatang, walaupun ada persediaan biji-bijian, padi-padian, buah-buahan, dan susu secukupnya. Binatang tidak perlu dibunuh. Inilah peraturan bagi semua orang. Bila tidak ada pilihan lain, seseorang boleh membunuh binatang, tetapi binatang itu hendaknya dipersembahkan sebagai korban suci. Tetapi bagaimanapun, bila ada persediaan pangan secukupnya untuk masyarakat manusia, orang yang bercita-cita maju dalam keinsafan rohani sebaiknya jangan melakukan kekerasan terhadap binatang. Ahimsa yang sejati berarti tidak menghalang-halangi kemajuan siapa pun dalam kehidupan. Binatang pun sedang maju dalam kehidupan evolusinya dengan berpindah-pindah dari satu golongan kehidupan binatang ke golongan hidup lainnya. Kalau binatang dibunuh, maka kemajuannya terhambat. Kalau binatang sedang hidup dalam badan tertentu selama sekian hari atau sekian tahun, lalu ia dibunuh sebelum ia mati sendiri, maka dia harus kembali lagi dalam bentuk kehidupan itu untuk menyelesaikan sisa waktu sebelum ia dapat diangkat memasuki jenis kehidupan yang lain. Karena itu, hendaknya kemajuan binatang jangan dihambat hanya untuk memuaskan lidah seseorang. Itu disebut ahim´sa.
Satyam. Kata ini berarti hendaknya seseorang jangan memutarbalikkan kebenaran demi kepentingan pribadi. Dalam kesusasteraan Veda ada beberapa ayat yang sulit dipahami, tetapi arti atau maksud ayat-ayat itu hendaknya dipelajari dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya. Itulah proses untuk mengerti Veda. sruti berarti sebaiknya seseorang mendengar dari sumber yang dapat dipercaya. Hendaknya seseorang jangan menafsirkan arti tertentu demi kepentingan pribadinya. Ada banyak tafsiran Bhagavad-gita yang menyalah tafsirkan teks yang asli. Arti sejati sebuah kata hendaknya disampaikan, dan arti kata itu sebaiknya dipelajari dari seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya.
Akrodha berarti mengendalikan amarah. Walaupun seseorang digoda, hendaknya dia bersikap toleransi, sebab begitu seseorang menjadi marah, seluruh badannya dicemari. Amarah adalah akibat sifat nafsu dan birahi, karena itu orang yang mantap dalam kerohanian sebaiknya mengendalikan diri supaya tidak menjadi marah. Apaisunam berarti sebaiknya seseorang jangan mencari-cari kesalahan orang lain atau menegur mereka kalau itu tidak diperlukan. Tentunya kalau seorang pencuri dijuluki pencuri itu tidak berarti mencari-cari kesalahan, tetapi kalau orang jujur disebut pencuri, maka itu merupakan kesalahan yang besar sekali bagi orang yang ingin maju dalam kehidupan rohani. Hri berarti hendaknya seseorang bersikap sopan dan rendah hati dan jangan melakukan perbuatan yang jijik. Acapalam, atau ketabahan hati, berarti hendaknya seseorang jangan goyah dan merasa frustrasi dalam suatu usaha. Barangkali dia gagal dalam suatu usaha, tetapi hendaknya dia jangan menyesal karena itu. Sebaiknya dia berusaha maju dengan kesabaran dan ketabahan hati.
Kata tejas yang digunakan di sini dimaksudkan untuk para ksatriya. Para ksatriya harus selalu kuat sekali supaya dapat memberi perlindungan kepada orang yang lemah. Hendaknya mereka jangan purapura tidak melakukan kekerasan. Kalau kekerasan diperlukan, mereka harus memperlihatkan kekerasan. Tetapi orang yang sanggup menaklukkan musuhnya boleh memberi pengampunan dalam keadaan-keadaan tertentu. Dia dapat memaafkan kesalahan-kesalahan kecil.
saucam berarti kebersihan, bukan hanya dalam pikiran dan badan, tetapi juga dalam tingkah laku. Ini khususnya dimaksudkan untuk masyarakat pedagang. Hendaknya mereka jangan berdagang di pasar gelap. Natimanita, atau tidak mengharapkan penghormatan, berlaku bagi para sudra, atau golongan buruh, yang dianggap golongan paling rendah di antara empat golongan menurut aturan Veda. Sebaiknya mereka jangan sombong dengan kemasyhuran atau penghormatan yang tidak diperlukan dan hendaknya tetap dalam status mereka sendiri. Kewajiban para sudra ialah menghormati golongan yang lebih tinggi untuk memelihara ketertiban masyarakat.
Dua puluh enam kwalifikasi tersebut di atas semua sifat-sifat rohani. Sifat-sifat itu sebaiknya dikembangkan menurut berbagai tingkat susunan masyarakat dan pencaharian. Arti ayat ini ialah bahwa meskipun keadaan-keadaan material penuh kesengsaraan, kalau sifat-sifat tersebut dikembangkan dengan latihan oleh segala golongan manusia, maka berangsur-angsur dimungkinkan seseorang naik tingkat sampai tingkat keinsafan rohani yang tertinggi.

16.4
dambho darpo ‘bhimanas ca
krodhah parusyam eva ca
ajñanam´ cabhijatasya
partha sampadam asurim

dambhah—sikap bangga; darpah—sikap sombong; abhimanah—sikap tidak peduli; ca—dan; krodhah—amarah; parusyam—sikap kasar; eva—pasti; ca—dan; ajñanam—kebodohan; ca—dan; abhijatasya—milik orang yang dilahirkan dari; partha—wahai putera Prtha; sampadam—sifat-sifat; asurim—sifat jahat.

Terjemahan

Sikap bangga, sikap sombong, sikap tak peduli, amarah, sikap kasar, dan kebodohan—sifat-sifat ini dimiliki oleh orang yang bersifat jahat, wahai putera Prtha.

Penjelasan

Dalam ayat ini, jalan terbuka lebar menuju neraka diuraikan. Orang jahat ingin memamerkan kegiatan keagamaan dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan rohani, meskipun mereka tidak mengikuti prinsip-prinsip rohani. Mereka selalu sombong atau bangga karena memiliki sejenis pendidikan atau sejumlah kekayaan. Mereka ingin disembah orang lain, dan mereka menuntut penghormatan, walaupun mereka tidak layak dihormati. Mereka menjadi marah sekali karena hal-hal yang kecil sekali dan mereka berbicara dengan cara yang kasar, bukan dengan cara yang lembut. Mereka tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Mereka melakukan segala sesuatu seenaknya, menurut kehendak sendiri, dan mereka tidak mengakui kekuasaan apa pun. Sifat-sifat jahat tersebut diambil oleh mereka sejak permulaan badan mereka dalam kandungan ibunya, dan selama mereka tumbuh mereka mewujudkan segala sifat tersebut yang tidak menguntungkan.

16.5
daivi sampad vimoksaya
nibandhayasuri mata
ma sucah sampadam´ daivim
abhijato ‘si pandava

daivi—rohani; sampat—harta; vimoksaya—dimaksudkan untuk pembebasan; nibandhaya—untuk ikatan; asuri—sifat-sifat jahat; mata—dianggap; ma—jangan; sucah—khawatir; sampadam—harta; daivim—rohani; abhijatah—dilahirkan dari; asi—engkau adalah; pandava—wahai putera Pandu.

Terjemahan

Sifat rohani menguntungkan untuk pembebasan, sedangkan sifat jahat mengakibatkan ikatan. Wahai putera Pandu, jangan khawatir, sebab engkau dilahirkan dengan sifat-sifat suci.

Penjelasan

Sri Krishna memberi semangat kepada Arjuna dengan memberitahunya bahwa Arjuna tidak dilahirkan dengan sifat-sifat jahat. Arjuna terlibat dalam pertempuran bukan karena sifat jahat, melainkan karena Arjuna mempertimbangkan hal-hal yang mendukung dan menentang. Arjuna mempertimbangkan apakah tujuan-tujuan yang patut dihormati seperti Bhisma dan Drona patut dibunuh atau tidak. Jadi, Arjuna tidak bertindak dibawah pengaruh amarah, penghormatan palsu maupun sikap kasar. Karena itu, Arjuna tidak berasal dari sifat orang jahat. Tindakan seorang ksatriya, anggota angkatan bersenjata, dalam melepaskan anak panah terhadap musuh dianggap rohani, dan melalaikan kewajiban seperti itu adalah perbuatan yang jahat. Karena itu, Arjuna tidak mempunyai alasan untuk menyesal. Siapa pun yang melaksanakan prinsip-prinsip yang mengatur berbagai tingkatan hidup mantap secara rohani.

16.6
dvau bhuta-sargau loke ‘smin
daiva asura eva ca
daivo vistarasah prokta
asuram´ partha me srnu

dvau—dua; bhuta-sargau—makhluk-makhluk yang diciptakan; loke—didunia; asmin—ini; daivah—suci; asurah—jahat; eva—pasti; ca—dan; daivah—yang suci; vistarasah—secara panjang lebar; proktah—dikatakan; asuram—jahat; partha—wahai putera Prtha; me—dari-Ku; srnu—dengarlah.

Terjemahan

Wahai putera Prtha, di dunia ini ada dua jenis makhluk yang diciptakan. Yang satu disebut suci dan yang lain jahat. Aku sudah menerangkan sifat-sifat suci kepadamu secara panjang lebar. Sekarang dengarlah dari-Ku tentang sifat-sifat jahat.

Penjelasan

Sri Krishna sudah meyakinkan Arjuna bahwa Arjuna dilahirkan dengan sifat-sifat suci. Sekarang Krishna menguraikan jalan yang jahat. Para makhluk hidup yang terikat dibagi menjadi dua golongan di dunia ini. Orang yang dilahirkan dengan sifat-sifat suci mengikuti kehidupan yang teratur yaitu; mereka mematuhi aturan di dalam Kitab Suci dan aturan yang diberikan oleh para penguasa. Hendaknya orang melaksanakan tugas-tugas kewajiban berdasarkan keterangan dari Kitab Suci yang dapat dipercaya. Sikap seperti ini disebut suci. Orang yang tidak mematuhi prinsip-prinsip yang mengatur sebagai mana tercantum dalam Kitab Suci dan bertindak menurut selera pribadi disebut jahat atau memiliki sifat asura. Tiada standar selain mematuhi prinsip-prinsip yang mengatur dari Kitab Suci. Disebutkan dalam Kitab-kitab Veda bahwa para dewa dan orang jahat sama-sama dilahirkan dari Prajapati: Satu-satunya perbedaannya ialah bahwa golongan yang satu mematuhi aturan Veda sedangkan yang lain tidak.

16.7
pravrttim´ ca nivrttim´ ca
jana na vidur asurah
na saucam´ napi cacaro
na satyam´ tesu vidyate

pravrttim—bertindak sebagaimana mestinya; ca—juga; nivrttim—tidak bertindak dengan cara yang tidak pantas; ca—dan; janah—orang; na—tidak pernah; viduh—mengetahui; asurah—bersifat jahat; na—tidak pernah; saucam—kebersihan; na—tidak juga; api—juga; ca—dan; acarah—tingkah laku; na—tidak pernah; satyam—kebenaran; tesu—dalam mereka; vidyate—ada.

Terjemahan

Orang jahat tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak seharusnya. Kebersihan, tingkah laku yang pantas dan kebenaran tidak dapat ditemukan dalam diri mereka.

Penjelasan

Dalam setiap masyarakat manusia yang beradab ada daftar aturan dan peraturan Kitab Suci yang diikuti sejak awal. Khususnya di kalangan para Arya, orang yang mengikuti peradaban Veda dan terkenal sebagai bangsa beradab yang paling maju, orang yang tidak mengikuti aturan Kitab Suci dianggap orang jahat. Karena itu, dinyatakan di sini bahwa orang jahat tidak mengetahui aturan Kitab Suci dan tidak berminat mengikuti aturan itu sama sekali. Kebanyakan di antara mereka tidak mengetahui aturan Kitab Suci. Kalaupun ada beberapa di antaranya yang mengenal aturan Kitab Suci, mereka cenderung tidak mengikutinya. Mereka tidak mempunyai keyakinan, dan mereka tidak bersedia bertindak menurut aturan Veda. Orang jahat tidak bersih, baik secara lahiriah maupun secara batiniah. Hendaknya seseorang selalu rajin menjaga kebersihan badannya dengan cara mandi, gosok gigi, cukur jenggot, ganti pakaian, dan sebagainya. Mengenai kebersihan batin, hendaknya seseorang selalu ingat nama-nama suci Tuhan dan mengucapkan mantra Hare Krishna Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare /Hare Rama Hare Rama, Rama Rama, Hare Hare. Orang jahat tidak suka dan tidak mengikuti segala peraturan untuk kebersihan lahir dan batin tersebut.
Mengenai tingkah laku, ada banyak aturan dan peraturan yang membimbing tingkah laku manusia, misalnya Manu-samhita, hukum manusia. Sampai sekarang, pengikut Veda mengikuti Manusamhita. Hukum warisan dan hukum-hukum lain diambil dari kitab tersebut. Dalam Manu-samhita dinyatakan dengan jelas bahwa seorang wanita hendaknya jangan diberi kebebasan. Itu tidak berarti bahwa wanita harus diperbudak, tetapi wanita seperti anak-anak. Anak-anak tidak diberi kebebasan, tetapi itu tidak berarti bahwa anak-anak diperbudak. Sekarang orang jahat mengalpakan peraturan seperti itu, dan mereka menganggap wanita seharusnya diberi kebebasan yang sama dengan pria. Akan tetapi, tindakan tersebut tidak memperbaiki keadaan masyarakat di dunia. Sebenarnya, seorang wanita sebaiknya diberi perlindungan pada setiap tahap kehidupan. Dalam usia muda, seorang wanita harus dilindungi oleh ayahnya, dalam usia remaja dia dilindungi oleh suaminya, dan dalam usia tua dia dilindungi oleh Putera-puteranya yang sudah dewasa. Inilah tingkah laku yang layak dalam masyarakat menurut Manu-samhita. Tetapi pendidikan modern sudah menciptakan paham kehidupan wanita yang bersifat sombong secara tidak wajar sehingga di beberapa tempat di dunia pernikahan hampir merupakan bayangan belaka dalam masyarakat manusia. Keadaan moral kaum wanita saat ini juga tidak begitu baik. Karena itu, orang jahat tidak menerima pelajaran mana pun yang baik untuk masyarakat, sebab mereka tidak mengikuti pengalaman resi-resi yang mulia maupun aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh para resi. Keadaan masyarakat orang jahat sangat sengsara.

16.8
asatyam apratistham´ te
jagad ahur anisvaram
aparaspara-sambhutam´
kim anyat kama-haitukam

asatyam—tidak nyata; apratistham—tanpa dasar; te—mereka; jagat—manifestasi alam semesta; ahuh—mengatakan; anisvaram—tanpa pengendali; aparaspara—tanpa sebab; sambhutam—bangkit; kim anyat—tidak ada sebab lain; kama-haitukam—disebabkan oleh nafsu birahi belaka.

Terjemahan

Mereka mengatakan bahwa dunia ini tidak nyata, tidak ada dasarnya dan tidak ada Tuhan yang mengendalikan. Mereka mengatakan bahwa dunia ini dihasilkan dari keinginan untuk hubungan kelamin, dan tidak ada sebabnya selain nafsu birahi.

Penjelasan

Orang jahat menarik kesimpulan bahwa dunia adalah angan-angan belaka. Mereka menganggap bahwa tidak ada sebab maupun akibat, tidak ada yang mengendalikan, tidak ada tujuan: Segala sesuatu tidak nyata. Mereka mengatakan bahwa manifestasi alam semesta ini timbul karena perbuatan material dan reaksi yang terjadi kebetulan saja. Mereka tidak mengakui bahwa dunia ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuan tertentu. Mereka mempunyai teori sendiri yaitu; bahwa dunia ini telah timbul dengan cara sendiri dan tidak ada alasan untuk percaya bahwa Tuhan Yang Maha Esa penyebab dunia ini. Menurut mereka, tidak ada perbedaan antara roh dan alam, dan mereka tidak mengakui Roh Yang Paling Utama. Segala sesuatu hanya unsur-unsur alam saja, seluruh alam semesta dianggap sebagai sebatang kebodohan. Menurut mereka, segala sesuatu adalah kekosongan, dan manifestasi apa pun yang ada disebabkan oleh kebodohan kita dalam usaha mengerti hal-hal itu. Mereka menduga bahwa segala manifestasi keanekawarnaan adalah perwujudan kebodohan. Seperti halnya dalam impian barangkali kita menciptakan begitu banyak benda yang sebenarnya tidak nyata, begitu pula ketika kita sadar akan terlihat bahwa segala-galanya hanya merupakan bayangan saja. Tetapi sebenarnya, walaupun orang jahat mengatakan bahwa kehidupan adalah impian, mereka ahli sekali menikmati impian itu. Karena itu, mereka tidak memperoleh pengetahuan; melainkan, mereka semakin terlibat dalam dunia impian mereka. Mereka menarik kesimpulan bahwa, seperti halnya anak hanya merupakan akibat hubungan suami isteri antara seorang laki-laki dengan seorang wanita, begitu pula dunia ini dilahirkan tanpa rohnya. Menurut mereka, dunia ini hanyalah gabungan unsur-unsur alam yang sudah menghasilkan makhluk hidup, dan adanya sang roh tidak mungkin. Seperti halnya banyak makhluk hidup ke luar dari keringat dan dari bangkai tanpa sebab, seluruh dunia yang hidup ke luar dari gabungan-gabungan material manifestasi alam semesta. Karena itu, alam material adalah sebab manifestasi ini, dan tidak ada sebabnya selain itu. Mereka tidak percaya kepada sabda Krishna dalam Bhagavad-gita: maya dhyaksena prakrtih suyate sacara-caram. Seluruh dunia material ini bergerak di bawah perintah-Ku.” Dengan kata lain, di kalangan orang jahat, tidak ada pengetahuan yang sempurna tentang ciptaan dunia ini; semuanya mempunyai teori sendiri. Menurut mereka, salah satu penafsiran tentang Kitab Suci sama baiknya dengan tafsiran lain, sebab mereka tidak percaya terhadap pengertian baku tentang aturan Kitab Suci.

16.9
etam´ drstim avastabhya
nastatmano ‘lpa-buddhayah
prabhavanty ugra-karmanah
ksayaya jagato ‘hitah

etam—ini; drstim—penglihatan; avastabhya—menerima; nasta—setelah kehilangan; atmanah—Diri-Nya; alpa-buddhayah—orang yang kurang cerdas; prabhavanti—berkembang; ugra-karmanah—sibuk dalam kegiatan yang menyakitkan; ksayaya—untuk peleburan; jagatah—dunia; ahitah—tidak menguntungkan.

Terjemahan

Dengan mengikuti kesimpulan-kesimpulan seperti itu, orang-orang jahat, yang sudah kehilangan Diri-Nya dan tidak memiliki kecerdasan sama sekali, menekuni pekerjaan yang tidak menguntungkan dan mengerikan dimaksudkan untuk menghancurkan dunia.

Penjelasan

Orang jahat menekuni kegiatan yang akan membawa dunia ke jurang kehancuran. Krishna menyatakan di sini bahwa orang-orang itu kurang cerdas. Orang duniawi, yang tidak memahami Tuhan, menganggap diri mereka sedang maju. Tetapi menurut Bhagavad-gita, mereka kurang cerdas dan tidak mempunyai otak sama sekali. Mereka berusaha menikmati dunia material ini sejauh mungkin. Karena itu, mereka selalu sibuk menemukan sesuatu untuk kepuasan indera. Penemuan duniawi seperti itu dianggap kemajuan peradaban masyarakat manusia, tetapi akibatnya orang semakin keras dan kejam: Kejam terhadap binatang dan kejam terhadap sesama manusia. Mereka tidak memahami sama sekali bagaimana tingkah laku yang baik satu sama lain. Membunuh binatang menonjol sekali di kalangan orang jahat. Orang seperti itu dianggap musuh dunia, sebab akhirnya mereka akan menemukan atau menciptakan sesuatu yang akan mengakibatkan semua orang hancur. Secara tidak langsung, ayat ini meramalkan penemuan senjata-senjata nuklir, yang sangat dibanggakan oleh seluruh dunia dewasa ini. Perang dapat meledak setiap saat, dan senjata-senjata atom tersebut dapat mengakibatkan pembinasaan. Benda-benda seperti itu dirancang semata-mata untuk menghancurkan dunia, dan kenyataan ini sudah disebutkan di sini. Oleh karena orang-orang tidak percaya kepada Tuhan, senjata-senjata tersebut ditemukan oleh masyarakat manusia; senjata-senjata itu tidak dimaksudkan untuk kedamaian dan kemakmuran dunia.

16.10
kamam asritya duspuram´
dambha-mana-madanvitah
mohad grhitvasad-grahan
pravartante ‘suci-vratah

kamam—hawa nafsu; asritya—berlindung kepada; duspuram—tidak dapat dipuaskan; dambha—dari rasa bangga; mana—dan kemasyhuran palsu; mada-anvitah—terlena dalam rasa sombong; mohat—oleh khayalan; grhitva—menerima; asat—tidak kekal; grahan—hal-hal; pravartante—mereka berkembang; asuci—kepada yang tidak bersih; vratah—bertekad.

Terjemahan

Dengan berlindung kepada hawa nafsu yang tidak dapat dipuaskan, terlena dalam rasa sombong dan kemasyhuran yang palsu, orang jahat yang berkhayal seperti itu selalu bertekad melakukan pekerjaan yang tidak bersih, sebab mereka tertarik kepada hal-hal yang tidak kekal.

Penjelasan

Mental orang jahat diuraikan di sini. Hawa nafsu orang jahat tidak dapat dipuaskan. Mereka akan terus menerus meningkatkan keinginan yang tidak dapat dipuaskan untuk kenikmatan material di dalam hatinya. Walaupun mereka selalu penuh kecemasan akibat menerima hal-hal yang tidak kekal, mereka terus menekuni kegiatan seperti itu karena khayalan. Mereka tidak mempunyai pengetahuan dan tidak dapat mengetahui bahwa mereka sedang menuju ke arah yang keliru. Orang yang jahat seperti itu menerima hal-hal yang tidak kekal, menciptakan Tuhan sendiri, mengarang doa-doa pujian sendiri dan mengucapkannya menurut cara itu. Akibatnya mereka selalu semakin tertarik pada dua hal—kenikmatan hubungan kelamin dan mengumpulkan kekayaan material. Kata asucivratah, sumpah-sumpah yang tidak bersih,” sangat bermakna berhubungan dengan hal ini. Orang jahat seperti itu hanya tertarik kepada minuman keras, wanita, perjudian dan makan daging; itulah kebiasaan asuci, atau kebiasaan yang tidak bersih yang dimiliki mereka. Mereka didorong oleh rasa bangga dan kemashyuran yang palsu hingga menciptakan beberapa prinsip keagamaan yang tidak dibenarkan oleh aturan Veda. Walaupun orang jahat seperti itu adalah yang paling jijik di dunia, secara tidak wajar dunia menciptakan kemasyhuran palsu bagi mereka. Walaupun mereka sedang meluncur menuju neraka, mereka menganggap Diri-Nya sudah maju sekali.

16.11-12
cintam aparimeyam´ ca
pralayantam upasritah
kamopabhoga-parama
etavad iti niscitah

asa-pasa-satair baddhah
kama-krodha-parayanah
ihante kama-bhogartham
anyayenartha-sañcayan

cintam—rasa takut dan kecemasan; aparimeyam—tidak dapat diukur; ca—dan; pralaya-antam—sampai titik kematian; upasritah—setelah berlindung kepada; kama-upabhoga—kepuasan indera-indera; paramah—tujuan hidup tertinggi; etavat—demikian; iti—dengan cara seperti ini; niscitah—setelah menentukan; asa-pasa—ikatan dalam jaringan harapan; sataih—oleh beratus-ratus; baddhah—dengan diikat; kama—tentang nafsu; krodha—dan amarah; parayanah—selalu mantap dalam sikap mental; ihante—mereka menginginkan; kama—hawa nafsu; bhoga—kenikmatan indera; artham—dengan tujuan; anyayena—dengan cara yang melanggar hukum; artha—kekayaan; sañcayan—mengumpulkan.

Terjemahan

Mereka percaya bahwa memuaskan indera-indera adalah kebutuhan utama peradaban manusia. Karena itu, sampai akhir hidupnya, kecemasan mereka tidak dapat diukur. Mereka diikat oleh jaringan beratus-ratus ribu keinginan dan terikat dalam hawa nafsu dan amarah. Mereka mendapat uang untuk kepuasan indera-indera dengan cara-cara yang melanggar hukum.

Penjelasan

Orang jahat menganggap kenikmatan indera adalah tujuan hidup tertinggi, dan paham ini dipegangnya sampai meninggal. Mereka tidak percaya bahwa ada kehidupan sesudah meninggal, dan mereka tidak percaya bahwa seseorang menerima berbagai jenis badan menurut karmanya, atau kegiatannya di dunia ini. Rencana-rencana kehidupan mereka tidak pernah berakhir. Mereka terus menyiapkan rencana semakin banyak, dan semuanya tidak pernah selesai. Kami sendiri sudah berpengalaman mengenai orang yang bersikap jahat seperti itu. Sampai saat meninggal sekalipun dia minta supaya seorang dokter memperpanjang usianya selama empat tahun lagi, sebab rencana-rencananya belum selesai. Orang bodoh seperti itu tidak mengetahui bahwa seorang dokter tidak mungkin memperpanjang usia kita bahkan selama sedetik pun. Bila panggilan sudah ada, kehendak manusia tidak dipertimbangkan. Hukum-hukum alam tidak mengizinkan sedetik pun melewati apa yang sudah ditakdirkan untuk dinikmati seseorang. Orang jahat, yang tidak percaya kepada Tuhan maupun Roh Yang Utama di dalam Diri-Nya, melakukan segala jenis kegiatan yang berdosa hanya demi kepuasan indera-indera. Ia tidak mengetahui bahwa ada saksi yang bersemayam di dalam hatinya. Roh Yang Utama menyaksikan kegiatan roh individual. Sebagaimana dinyatakan dalam Upanisad-upanisad, ada dua ekor burung yang hinggap pada sebatang pohon; yang satu bertindak dan menikmati atau menderita buah pada cabang-cabang pohon, sedangkan yang lain menyaksikan. Tetapi orang jahat tidak memiliki pengetahuan tentang Kitab Suci Veda, maupun tentang kepercayaan apa pun; karena itu dia merasa dirinya bebas untuk melakukan apa pun demi kenikmatan indera-indera, biar bagaimanapun akibatnya.

16.13-15
idam adya maya labdham
imam´ prapsye manoratham
idam astidam api me
bhavisyati punar dhanam

asau maya hatah satrur
hanisye caparan api
isvaro ‘ham aham´ bhogi
siddho ‘ham´ balavan sukhi

adhyo ‘bhijanavan asmi
ko ‘nyo ‘sti sadrso maya
yaksye dasyami modisya
ity ajñana-vimohitah

idam—ini; adya—hari ini; maya—oleh-Ku; labdham—didapatkan; imam—ini; prapsye—akan kudapatkan; manah-ratham—menurut kehendakku; idam—ini; asti—ada; idam—ini; api—juga; me—milikku; bhavisyati—akan meningkat pada masa yang akan datang; punah—lagi; dhanam—kekayaan; asau—itu; maya—oleh-Ku; hatah—sudah dibunuh; satruh—musuh; hanisye—akan kubunuh; ca—juga; aparan—orang lain; api—pasti; isvarah—penguasa; aham—aku adalah; aham—aku adalah; bhogi—yang menikmati; siddhah—sempurna; aham—aku adalah; bala-van—perkasa; sukhi—bahagia; adhyah—kaya; abhijana-van—diiringi oleh sanak keluarga yang bersifat bangsawan; asmi—Aku adalah; kah—siapa; anyah—lain; asti—ada; sadrsah—seperti; maya—aku; yaksye—aku akan mengorbankan; dasyami—aku akan memberi sumbangan; modisye—aku akan bersenang hati; iti—demikian; ajñana—oleh kebodohan; vimohitah—dikhayalkan.

Terjemahan

Orang jahat berpikir: Sekian banyak kekayaan kumiliki hari ini, dan aku akan memperoleh kekayaan lebih banyak lagi menurut rencanaku. Sekian banyak kumiliki sekarang, dan jumlah itu bertambah semakin banyak pada masa yang akan datang. Dia musuhku, dan dia sudah kubunuh, dan musuh-musuhku yang lain juga akan terbunuh. Akulah penguasa segala sesuatu. Akulah yang menikmati. Aku sempurna, perkasa dan bahagia. Aku manusia yang paling kaya, diiringi oleh keluarga yang bersifat bangsawan. Tiada seorang pun yang seperkasa dan sebahagia diriku. Aku akan melakukan korban suci, dan memberi sumbangan, dan dengan demikian aku akan menikmati.” Dengan cara seperti inilah, mereka dikhayalkan oleh kebodohan.
Tidak ada penjelasan.

16.16
aneka-citta-vibhranta
moha-jala-samavrtah
prasaktah kama-bhogesu
patanti narake ‘sucau

aneka—banyak; citta—oleh kecemasan; vibhrantah—dibingungkan; moha—dari khayalan-khayalan; jala—oleh jala; samavrtah—dikelilingi; prasaktah—terikat; kama-bhogesu—pada kepuasan indera-indera; patanti—mereka meluncur; narake—ke dalam neraka; asucau—tidak suci.

Terjemahan

Dibingungkan oleh berbagai kecemasan seperti itu dan diikat oleh jala khayalan, ikatan mereka terhadap kenikmatan indera-indera menjadi terlalu keras dan mereka jatuh ke dalam neraka.

Penjelasan

Orang jahat tidak mengetahui batas keinginannya untuk memperoleh uang. Keinginan itu tidak terhingga. Dia hanya berpikir berapa perkiraan harta bendanya pada saat ini dan ia merencanakan untuk menggunakan modal kekayaan itu semakin banyak. Karena itulah dia tidak segan bertindak dengan cara berdosa manapun dan dia berdagang di pasar gelap untuk kepuasan yang melanggar hukum. Dia berkhayal karena harta benda yang sudah dimilikinya, misalnya tanah, keluarga, rumah dan saldo di bank, dan dia selalu merencanakan cara-cara untuk menambah harta benda itu. Dia percaya pada kekuatan pribadinya, dan dia tidak mengetahui bahwa apa pun yang diperolehnya adalah hasil perbuatan baik yang dilakukannya pada masa lampau. Dia diberi kesempatan untuk mengumpulkan benda-benda tersebut, tetapi dia tidak memahami penyebab-penyebab dari masa lampau. Dia hanya berpikir bahwa semua kekayaan yang telah dikumpulkannya disebabkan oleh usaha pribadinya. Orang jahat percaya pada kekuatan pekerjaan pribadinya, dan dia tidak percaya pada hukum karma. Menurut hukum karma, seseorang dilahirkan dalam keluarga yang mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat, ia menjadi kaya, dididik dengan baik, atau memiliki badan yang cantik atau tampan sekali karena pekerjaan baik yang dilakukan pada masa lampau. Orang jahat menganggap segala hal tersebut terjadi kebetulan saja dan disebabkan oleh kekuatan kecakapan pribadi. Mereka tidak melihat susunan apa pun di belakang segala keanekaan manusia, kecantikan atau ketam panan dan pendidikan. Siapa pun yang bersaing dengan orang jahat seperti itu dianggap musuhnya. Ada banyak orang jahat, dan semuanya saling memusuhi. Rasa benci tersebut meningkat semakin dalam—antara orang, kemudian antara keluarga, antara masyarakat-masyarakat, dan akhirnya antara bangsa. Karena itulah keresahan, perang dan rasa benci senantiasa timbul di mana-mana di dunia.
Setiap orang jahat menganggap Diri-Nya dapat hidup dengan mengorbankan semua orang lain. Pada umumnya, orang jahat menganggap Diri-Nya adalah Tuhan Yang Maha Esa, dan guru yang jahat memberitahukan kepada para pengikutnya: Mengapa kalian mencari Tuhan di tempat lain Bukankah kalian semua Tuhan! Apapun yang kalian sukai, kalian dapat melakukannya. Tidak usah percaya kepada Tuhan. Tuhan dibuang saja. Tuhan sudah mati.” Inilah ajaran orang jahat.
Walaupun orang jahat melihat orang lain sama-sama kaya dan berpengaruh, atau lebih dari itu, dia menganggap tiada seorang pun yang lebih kaya dari pada Diri-Nya dan tiada seorang pun yang lebih berpengaruh dari pada Diri-Nya. Mengenai pengangkatan kepada susunan planet yang lebih tinggi, dia tidak percaya kepada pelaksanaan yajña, atau korban suci. Orang jahat berpikir bahwa mereka akan membuat proses yajña sendiri dan menyiapkan sejenis mesin yang akan memungkinkan mereka mencapai segala planet yang tinggi. Contoh orang jahat seperti itu yang paling tepat adalah Ravana. Ravana menawarkan rencananya untuk mendirikan tangga supaya siapa pun dapat mencapai planet-planet surga tanpa melakukan korban suci seperti yang dianjurkan dalam Veda. Seperti itu pula, dewasa ini orang jahat seperti Ravana sedang berusaha mencapai susunan-susunan planet yang lebih tinggi dengan menggunakan mesin-mesin. Ini contoh-contoh orang yang kebingungan. Akibatnya mereka meluncur masuk neraka tanpa mengetahuinya. Di sini kata Sansekerta mohajala sangat bermakna. Jala berarti jala”; seperti ikan terperangkap dalam jala, mereka tidak mempunyai jalan keluar.

16.17
atma-sambhavitah stabdha
dhana-mana-madanvitah
yajante nama-yajñais te
dambhenavidhi-purvakam

atma-sambhavitah—malas dalam diri sendiri; stabdhah—tidak sopan; dhana-mana—dari kekayaan dan penghormatan; mada—dalam khayalan; anvitah—terlena; yajante—mereka melakukan korban suci; nama—hanya dalam nama saja; yajñaih—dengan korban suci; te—mereka; dambhena—dari rasa bangga; avidhi-purvakam—tanpa mengikuti aturan dan peraturan sama sekali.

Terjemahan

Malas dalam diri sendiri dan selalu kurang sopan, berkhayal karena kekayaan dan penghormatan palsu, kadang-kadang mereka melakukan korban suci secara bangga hanya dalam nama saja, tanpa mengikuti aturan dan peraturan sama sekali.

Penjelasan

Orang jahat menganggap Diri-Nya segala-galanya, dan tidak mempedulikan kekuasaan maupun Kitab Suci apapun. Kadang-kadang mereka melakukan kegiatan yang hanya namanya saja kegiatan keagamaan atau upacara-upacara korban suci. Oleh karena mereka tidak percaya pada kekuasaan apapun, mereka sangat kurang sopan. Ini disebabkan oleh khayalan karena mengumpulkan sejumlah kekayaan dan kehormatan palsu. Kadang-kadang orang jahat seperti itu berperan sebagai guru kerohanian, kemudian menyesatkan rakyat, dan menjadi terkenal sebagai tokoh yang memperbaharui kerohanian atau sebagai penjelmaan-penjelmaan Tuhan. Mereka memberi pertunjukkan pelaksanaan korban suci, atau menyembah dewa-dewa, atau menciptakan Tuhan sendiri. Orang awam memaklumkan bahwa orang jahat tersebut adalah Tuhan, lalu menyembah mereka, dan orang bodoh menganggap mereka sudah maju dalam prinsip-prinsip keagamaan, atau prinsip-prinsip pengetahuan rohani. Mereka mengenakan pakaian seperti orang pada tingkatan hidup untuk melepaskan hal-hal duniawi lalu melakukan segala jenis kegiatan yang bukan-bukan sambil mengenakan pakaian itu. Sebenarnya, ada banyak peraturan untuk orang yang sudah melepaskan ikatannya terhadap dunia ini. Akan tetapi, orang jahat tidak mempedulikan aturan itu. Mereka menganggap jalan apa pun yang dapat diciptakan seseorang adalah jalannya sendiri; mereka menganggap tidak ada jalan baku yang harus diikuti seseorang. Kata avidhi-purvakam, yang berarti mengalpakan aturan dan peraturan, khususnya ditegaskan di sini. Hal-hal ini selalu disebabkan oleh kebodohan dan khayalan.

16.18
ahankaram´ balam´ darpam´
kamam´ krodham´ ca sam´sritah
mam atma-para-dehesu
pradvisanto ‘bhyasuyakah

ahankaram—keakuan palsu; balam—kekuatan; darpam—rasa bangga; kamam—hawa nafsu; krodham—amarah; ca—juga; samsritah—setelah berlindung kepada; mam—Aku; atma—dalam milik mereka sendiri; para—dan di dalam yang lain; dehesu—badan-badan; pradvisantah—menghina; abhyasuyakah—iri.

Terjemahan

Orang jahat dibingungkan oleh keakuan palsu, kekuatan, rasa bangga, hawa nafsu dan amarah sehingga mereka menjadi iri terhadap Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang bersemayam di dalam badan mereka sendiri dan juga di dalam badan orang lain, dan mereka menghina dharma yang sejati.

Penjelasan

Orang jahat selalu menentang Kemahakuasaan Tuhan, dan dia tidak percaya kepada Kitab Suci. Dia iri terhadap Kitab Suci dan adanya Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Ini disebabkan oleh apa yang disebut penghormatan, kekayaan dan kekuatan yang dikumpulkannya. Ia tidak mengetahui bahwa kehidupan sekarang adalah persiapan untuk penjelmaan yang akan datang. Karena ia tidak mengetahui hal ini, ia sebenarnya iri hati kepada Diri-Nya sendiri dan juga kepada orang lain. Ia melakukan kekerasan terhadap badan-badan lain dan juga terhadap badannya sendiri. Dia tidak mempedulikan Kemahakuasaan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, sebab ia tidak memiliki pengetahuan. Oleh karena dia iri terhadap Kitab Suci dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, ia mengemukakan argumentasi palsu yang menentang adanya Tuhan dan menolak kekuasaan Kitab Suci. Dia menganggap Diri-Nya bebas dan perkasa dalam segala perbuatan. Dia menganggap bahwa oleh karena tiada seorang pun yang menandingi kekuatannya, kewibawaannya maupun kekayaannya, ia bebas bertindak dengan cara apa pun dan tiada seorang pun yang dapat melawan. Kalau ada musuhnya yang mungkin mengalangi kemajuan kegiatan indera-inderanya, dia membuat rencana-rencana untuk memotong kedudukan orang itu dengan kekuatannya sendiri.

16.19
tan aham´ dvisatah kruran
sam´saresu naradhaman
ksipamy ajasram asubhan
asurisv eva yonisu

tan—itu; aham—Aku; dvisatah—iri; kruran—nakal; sam´saresu—ke dalam lautan kehidupan material; nara-adhaman—manusia yang paling rendah; ksipami—Aku tempatkan; ajasram—untuk selamanya; asubhan—tidak menguntungkan; asurisu—jahat; eva—pasti; yonisu—ke dalam kandungan-kandungan.

Terjemahan

Orang yang iri dan nakal, manusia yang paling rendah, untuk selamanya Kubuang ke dalam lautan kehidupan material, di dalam berbagai jenis kehidupan yang jahat.

Penjelasan

Dalam ayat ini disebutkan dengan jelas bahwa penempatan roh individual tertentu ke dalam badan tertentu adalah hak kehendak Yang Mahakuasa. Barangkali orang jahat tidak setuju mengakui Kemahakuasaan Tuhan, dan memang kenyataan bahwa dia boleh bertindak menurut kehendak pribadi, tetapi penjelmaan yang akan datang akan bergantung kepada keputusan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, bukan pada Diri-Nya sendiri. Dalam Srimad-Bhagavatam, skanda Tiga, dinyatakan bahwa sesudah roh individual meninggal, ia di tempatkan di dalam kandungan seorang ibu. Di sana ia memperoleh jenis badan tertentu di bawah pengawasan kekuatan yang lebih tinggi. Karena itu, dalam kehidupan material kita menemukan banyak jenis kehidupan—binatang, serangga, manusia, dan sebagainya. Semuanya disusun oleh kekuatan yang lebih tinggi. Semuanya tidak hanya terwujud secara kebetulan saja. Mengenai orang jahat, dinyatakan dengan jelas di sini bahwa mereka ditempatkan di dalam kandungan-kandungan orang-orang jahat untuk selamanya, dan dengan demikian mereka terus bersikap iri, yaitu manusia yang paling rendah. Dinyatakan bahwa jenis manusia yang jahat seperti itu selalu penuh hawa nafsu, selalu bersikap keras, penuh rasa benci dan selalu tidak bersih. Berbagai jenis pemburu di rimba-rimba dianggap termasuk jenis kehidupan yang jahat.

16.20
asurim´ yonim apanna
mudha janmani janmani
mam aprapyaiva kaunteya
tato yanty adhamam´ gatim

asurim—jahat; yonim—jenis-jenis kehidupan; apannah—memperoleh; mudhah—orang bodoh; janmani janmani—dalam banyak penjelmaan; mam—Aku; aprapya—tanpa memperoleh; eva—pasti; kaunteya—wahai putera Kunti ; tatah—sesudah itu; yanti—pergi; adhamam—terkutuk; gatim—tujuan.

Terjemahan

Setelah dilahirkan berulang kali di tengah-tengah jenis-jenis kehidupan yang jahat, orang seperti itu tidak pernah dapat mendekati-Ku, wahai putera Kunti . Berangsur-angsur mereka merosot hingga mencapai jenis kehidupan yang paling menjijikkan.

Penjelasan

Diketahui bahwa Tuhan adalah Yang Mahakarunia, tetapi disini kita menemukan bahwa Tuhan tidak pernah mengaruniai orang jahat. Dinyatakan dengan jelas bahwa orang jahat di tempatkan di dalam kandungan orang jahat yang serupa di dalam banyak penjelmaan, dan oleh karena mereka tidak mencapai karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, mereka semakin menurun, sampai akhirnya mencapai badan seperti badan kucing, anjing, dan babi. Dinyatakan dengan jelas bahwa orang jahat seperti itu hampir tidak mungkin mendapat karunia dari Tuhan pada suatu tingkatan hidup berikutnya. Dalam Veda juga dinyatakan bahwa orang seperti itu berangsur-angsur merosot hingga menjadi anjing dan babi. Kemudian, berhubungan dengan hal ini, mungkin ada orang yang mengatakan bahwa seharusnya Tuhan tidak dinyatakan Yang Mahakarunia kalau Beliau tidak mengaruniai orang jahat tersebut. Sebagai jawaban atas pertanyaan itu, dalam Vedanta-sutra kita menemukan pernyataan bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak membenci siapa pun. Menempatkan para asura, atau orang jahat, dalam status hidup terendah hanyalah aspek lain dari karunia Beliau. Kadang-kadang para asura di bunuh oleh Tuhan Yang Maha Esa, tetapi pembunuhan seperti ini juga baik untuk mereka, sebab dalam kesusasteraan Veda kita menemukan pernyataan bahwa siapa pun yang dibunuh oleh Tuhan Yang Maha Esa mencapai pembebasan (moksa). Ada contoh-contoh dalam sejarah mengenai banyak asura—misalnya, Ravana, Kamsa dan Hiranyakasipu . Tuhan muncul di hadapan asura-asura tersebut dalam berbagai penjelmaan-Nya hanya untuk membunuh mereka. Karena itu, karunia Tuhan diperlihatkan kepada para asura kalau mereka cukup beruntung hingga dibunuh oleh Beliau.

16.21
tri-vidham´ narakasyedam´
dvaram´ nasanam atmanah
kamah krodhas tatha lobhas
tasmad etat trayam´ tyajet

tri-vidham—tiga jenis; narakasya—tentang neraka; idam—ini; dvaram—pintu gerbang; nasanam—yang menghancurkan; atmanah—tentang sang diri; kamah—hawa nafsu; krodhah—amarah; tatha—dan; lobhah—loba; tasmat—karena itu; etat—ini; trayam—tiga; tyajet—orang harus meninggalkan.

Terjemahan

Ada tiga pintu gerbang menuju neraka tersebut—hawa nafsu, amarah dan loba. Setiap orang waras harus meninggalkan tiga sifat ini, sebab tiga sifat ini menyebabkan sang roh merosot.

Penjelasan

Awal kehidupan yang jahat diuraikan di sini. Seseorang berusaha memuaskan hawa nafsunya, dan bila ia tidak berhasil, timbullah amarah dan loba. Orang waras yang tidak ingin meluncur ke dalam jenis-jenis kehidupan jahat harus berusaha meninggalkan tiga musuh tersebut, yang dapat membunuh sang diri sampai tingkat kemungkinan pembebasan dari ikatan material ini tidak ada.

16.22
etair vimuktah kaunteya
tamo-dvarais tribhir narah
acaraty atmanah sreyas
tato yati param´ gatim

etaih—dari yang ini; vimuktah—dengan dibebaskan; kaunteya—wahai putera Kunti ; tamah-dvaraih—dari gerbang kebodohan; tribhih—dari tiga jenis; narah—seseorang; acarati—melakukan; atmanah—bagi sang diri; sreyah—berkat; tatah—sesudah itu; yati—ia pergi; param—kepada Yang Mahakuasa; gatim—tujuan.

Terjemahan

Orang yang sudah bebas dari tiga gerbang neraka tersebut melakukan perbuatan yang menguntungkan untuk keinsafan diri dan dengan demikian berangsur-angsur ia mencapai tujuan yang paling utama, wahai putera Kunti.

Penjelasan

Seseorang harus hati-hati sekali tentang tiga musuh kehidupan manusia yaitu: Hawa nafsu, amarah dan loba. Semakin seseorang dibebaskan dari hawa nafsu, amarah dan loba, hidupnya semakin suci. Kemudian ia dapat mengikuti aturan dan peraturan yang dianjurkan dalam Kitab-kitab Veda. Dengan mengikuti prinsip-prinsip yang mengatur kehidupan manusia, berangsur-angsur seseorang maju sampai tingkat keinsafan rohani. Kalau seseorang cukup beruntung seperti itu, dan melalui latihan, sehingga ia maju sampai tingkat kesadaran Krishna, sukses terjamin baginya. Dalam kesusasteraan Veda, cara-cara perbuatan dan reaksi ditetapkan untuk memungkinkan seseorang mencapai tingkat penyucian. Seluruh cara tersebut berdasarkan prinsip meninggalkan nafsu, loba dan amarah. Dengan mengembangkan pengetahuan tentang proses tersebut, seseorang dapat diangkat sampai kedudukan tertinggi keinsafan diri; keinsafan diri tersebut disempurnakan dalam bhakti. Dalam bhakti itu, pembebasan roh yang terikat terjamin. Karena itu, menurut sistem Veda, ditetapkan empat golongan tingkatan hidup dan empat tingkatan hidup. Ini disebut susunan golongan masyarakat dan susunan tingkatan rohani. Ada berbagai aturan dan peraturan untuk berbagai golongan dan bagian masyarakat, dan kalau seseorang sanggup mengikuti peraturan itu, dengan sendirinya ia akan diangkat sampai tingkat keinsafan rohani tertinggi. Pada waktu itu ia pasti memperoleh pembebasan.

16.23
yah sastra-vidhim utsrjya
vartate kama-karatah
na sa siddhim avapnoti
na sukham´ na param´ gatim

yah—siapa pun yang; sastra-vidhim—aturan Kitab Suci; utsrjya—meninggalkan; vartate—tetap; kama-karatah—bertindak seenaknya dalam hawa nafsu; na—tidak pernah; sah—dia; siddhim—kesempurnaan; avapnoti—memperoleh; na—tidak pernah; sukham—kebahagiaan; na—tidak pernah; param—paling utama; gatim—tingkat kesempurnaan.

Terjemahan

Orang yang meninggalkan aturan Kitab Suci dan bertindak menurut kehendak sendiri tidak mencapai kesempurnaan, kebahagiaan maupun tujuan tertinggi.

Penjelasan

Sebagaimana diuraikan sebelumnya, sastra-vidhi, atau petunjuk dari sastra, diberikan kepada berbagai golongan dan tingkatan masyarakat manusia. Seharusnya semua orang mengikuti aturan dan peraturan tersebut. Kalau seseorang tidak mengikuti aturan tersebut dan bertindak seenaknya menurut nafsu, loba dan kehendak pribadinya, maka dia tidak akan pernah menjadi sempurna dalam kehidupannya. Dengan kata lain, barangkali seseorang mengetahui segala hal tersebut secara teori, tetapi kalau ia tidak melaksanakannya dalam kehidupannya sendiri, maka ia harus dikenal sebagai manusia yang paling rendah. Dalam kehidupan manusia, seharusnya makhluk hidup waras dan mematuhi peraturan yang telah diberikan untuk meningkatkan kehidupannya sampai tingkat tertinggi, tetapi kalau ia tidak mengikuti peraturan itu, maka ia akan merosot. Walaupun ia mematuhi aturan dan peraturan serta prinsip-prinsip moral tetapi akhirnya tidak mencapai tingkat pengertian tentang Tuhan Yang Maha Esa, maka segala pengetahuannya dirusakkan. Kalaupun ia mengakui adanya Tuhan tetapi tidak menekuni bhakti kepada Tuhan, maka usaha-usahanya dirusakkan. Karena itu, seharusnya seseorang berangsur-angsur mengangkat Diri-Nya sampai tingkat kesadaran Krishna dan bhakti; pada waktu itulah ia dapat mencapai tingkat kesempurnaan tertinggi, bukan dengan cara lain.
Kata kamakaratah sangat bermakna. Orang yang melanggar peraturan secara sadar bertindak dalam nafsu. Dia mengetahui bahwa suatu perbuatan dilarang, namun tetap dilakukan. Ini disebut bertindak seenaknya. Ia mengetahui bahwa seharusnya perbuatannya ini tidak dilakukan, tetapi ia masih melakukan perbuatan itu juga; dia disebut orang yang bertingkah. Orang seperti itu akan disalahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa secara takdir. Orang seperti itu tidak dapat memperoleh kesempurnaan yang dimaksudkan untuk kehidupan manusia. Kehidupan manusia khususnya dimaksudkan untuk menyucikan kehidupan, dan orang yang tidak mengikuti aturan dan peraturan tidak dapat menyucikan Diri-Nya, atau pun mencapai tingkat kebahagiaan yang sejati.

16.24
tasmac chastram´ pramanam´ te
karyakarya-vyavasthitau
jñatva sastra-vidhanoktam´
karma kartum iharhasi

tasmat—karena itu; sastram—Kitab Suci; pramanam—bukti; te—milikmu; karya—kewajiban; akarya—dan kegiatan terlarang; vyavasthitau—alam menentukan; jñatva—mengetahui; sastra—dari Kitab Suci; vidhana—peraturan; uktam—sebagaimana dimaklumkan; karma—pekerjaan; kartum—melakukan; iha—di dunia ini; arhasi—engkau harus.

Terjemahan

Karena itu, seharusnya seseorang mengerti apa itu kewajiban dan apa yang bukan kewajiban menurut peraturan Kitab Suci. Dengan mengetahui aturan dan peraturan tersebut, hendaknya ia bertindak dengan cara supaya berangsur-angsur Diri-Nya maju ke tingkat yang lebih tinggi.

Penjelasan

Sebagaimana dinyatakan dalam Bab Lima belas, segala aturan dan peraturan Veda dimaksudkan untuk mengetahui tentang Krishna. Kalau seseorang mengetahui tentang Krishna dari Bhagavad-gita, sudah mantap dalam kesadaran Krishna, dan menekuni bhakti, ia sudah mencapai kesempurnaan pengetahuan tertinggi yang diberikan oleh kesusasteraan Veda. Sri Caitanya Mahaprabhu mempermudah proses tersebut: Beliau hanya meminta supaya orang mengucapkan mantra: Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare / Hare Rama, Hare Rama, Rama Rama, Hare Hare, menekuni bhakti kepada Tuhan dan makan sisa makanan yang sudah dipersembahkan kepada Krishna. Orang yang menekuni segala kegiatan bhakti tersebut secara langsung sudah mempelajari segala kesusasteraan Veda. Ia sudah mencapai kesimpulannya secara sempurna. Tentu saja, bagi orang biasa yang belum sadar akan Krishna atau belum menekuni bhakti, apa yang harus dilakukan dan apa yang harus tidak dilakukan harus ditentukan oleh peraturan Veda. Seseorang harus bertindak menurut keputusan-keputusan itu, tanpa membantah. Itu disebut mengikuti prinsip-prinsip sastra, atau Kitab Suci. Sastra adalah bebas dari empat kelemahan utama yang dapat dilihat pada roh yang terikat yaitu: Indera-indera yang kurang sempurna, kecenderungan menipu, pasti berbuat kesalahan, dan pasti berkhayal. Empat kelemahan utama dalam kehidupan terikat menyebabkan seseorang tidak memenuhi syarat untuk menetapkan aturan dan peraturan. Karena itu, aturan dan peraturan sebagaimana diuraikan dalam sastra—di atas kelemahan tersebut—diterima tanpa perubahan oleh semua orang suci yang mulia, acarya-acarya dan roh-roh yang mulia.
Di India ada banyak golongan pengertian rohani, yang pada umumnya digolongkan menjadi dua yaitu: Orang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dan orang yang mengakui bentuk pribadi Tuhan. Akan tetapi, kedua golongan tersebut hidup menurut prinsip-prinsip Veda. Seseorang tidak dapat naik sampai tingkat kesempurnaan tanpa mengikuti prinsip-prinsip Kitab Suci. Karena itu, orang yang sungguh-sungguh memahami arti sastra adalah orang yang beruntung. Dalam masyarakat manusia, rasa enggan terhadap prinsip-prinsip mengerti tentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menyebabkan keadaan semua orang jatuh. Itulah kesalahan terbesar dalam kehidupan manusia. Karena itu, maya, tenaga material Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, selalu mempersulit kita dalam bentuk tiga jenis kesengsaraan. Tenaga material itu terdiri dari tiga sifat alam material. Seseorang harus mengangkat Diri-Nya sekurang-kurangnya sampai sifat kebaikan sebelum jalan menuju pengertian tentang Tuhan Yang Maha Esa dapat dibuka. Tanpa mengangkat diri sampai taraf sifat kebaikan, seseorang tetap dalam kebodohan dan nafsu, yang menyebabkan kehidupan jahat. Orang yang berada dalam sifat-sifat nafsu dan kebodohan mengejek Kitab Suci, mengejek orang suci dan mengejek pengertian yang benar tentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Mereka melanggar pelajaran sang guru kerohanian, dan mereka tidak mempedulikan peraturan Kitab Suci. Meskipun mereka mendengar tentang kebesaran pengabdian suci bhakti, mereka tidak tertarik. Karena itu, mereka membuat cara sendiri untuk maju. Inilah beberapa kelemahan masyarakat manusia yang membawa orang menuju status kehidupan yang bersifat jahat. Akan tetapi, kalau seseorang dapat dibimbing oleh seorang guru kerohanian yang benar dan dapat dipercaya, yang sanggup membimbing orang ke jalan kemajuan sampai tingkat yang lebih tinggi, maka kehidupannya akan menjadi sukses.

Demikianlah telah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Enam belas Srimad-Bhagavad-gita perihal Sifat Rohani dan Sifat Jahat.”

Sampaikanlah Doa dengan tulisan yang baik, benar dan lengkap. Sampunang disingkat-singkat!

Berbagai Sumber | Google Images | Youtube | Support become Patreon
Tag: dewatanawasanga, Blogger, bali, satuskutus offering, love, quotes, happy, true, smile, success, word, history, beautiful, culture, tradition, love, smile, prayer, weda, hindu, spiritual,
agungsujana

Recent Posts

Pura Pengubengan – Besakih

Pura Pengubengan - Besakih Pura Pengubengan ini letaknya ke utara dari Pura Penataran Agung melalui…

3 years ago

Sanghyang Tumuwuh

Sanghyang Tumuwuh di Pura Batukaru Avir Vai nama devata, rtena-aste parivrta, tasya rupena-ime vrksah, harita…

3 years ago

Arya Kenceng

Arya Kenceng Arya Kenceng adalah seorang kesatria dari Majapahit yang turut serta dalam ekspedisi penaklukan…

3 years ago

Pura Andakasa

Pura Andakasa Pura Andakasa adalah pura Kahyangan Jagat, yang merupakan deretan pura utama yang ada…

4 years ago

Pura Pucak Bukit Sangkur

Pura Pucak Bukit Sangkur Pura Luhur Pucak Bukit Sangkur adalah ada Di Desa Pakraman Kembang…

4 years ago

Pura Luhur Besikalung

Pura Luhur Besikalung Pura Luhur Besikalung berlokasi di daerah pegunungan di lereng gunung bagian selatan…

4 years ago