Categories: Bhagawad Gita

Guna Traya Wibhaga Yoga – Bhagavad Gita Bab 14 – Terjemahan Bahasa Indonesia

BAB XIV
Guna Traya Wibhaga Yoga
Tiga Sifat Alam Material

Membahas Triguna (tiga sifat alam material) – Sattvam, Rajas dan Tamas, semua roh terkurung dalam badan di bawah pengendalian tiga sifat alam material; kebaikan (sattvam), nafsu (rajas) dan kebodohan (tamas). Sri Krishna menjelaskan arti sifat-sifat tersebut dalam bab ini, bagaimana sifat-sifat tersebut mempengaruhi diri kita, bagaimana cara melampaui sifat-sifat tersebut serta ciri-ciri orang yang sudah mencapai keadaan rohani (orang yang sudah lepas dari tiga sifat alam).

14.1

śrī-bhagavān uvāca
paraḿ bhūyaḥ pravakṣyāmi
jñānānāḿ jñānam uttamam
yaj jñātvā munayaḥ sarve
parāḿ siddhim ito gatāḥ

Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; param—rohani; bhūyaḥ—lagi; pravakṣyāmi—Aku akan bersabda; jñānānām—diantara segala pengetahuan; jñānam—pengetahuan; uttamām—paling utama; yat—yang; jñātvā—dengan mengetahui; munayaḥ—para resi; sarve—semua; param—rohani; siddhim—kesempurnaan; itaḥ—dari dunia ini; gatāḥ—mencapai.

Terjemahan

Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Sekali lagi Aku akan bersabda kepadamu tentang kebijaksanaan yang paling utama ini, yang paling baik di antara segala pengetahuan. Setelah menguasai pengetahuan ini, semua resi sudah mencapai kesempurnaan yang paling tinggi.

Penjelasan

Dari Bab Tujuh sampai akhir Bab Dua belas, Sri Krishna mengungkapkan Kebenaran Mutlak, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa secara terperinci. Sekarang, Krishna Sendiri memberi pengetahuan lebih lanjut kepada Arjuna. Kalau seseorang mengerti bab ini melalui proses angan-angan filsafat, ia akan mencapai pengertian tentang bhakti. Dalam Bab Tiga belas, diterangkan dengan jelas bahwa seseorang dapat dibebaskan dari ikatan material dengan cara mengembangkan pengetahuan dengan rendah hati. Juga sudah dijelaskan bahwa makhluk hidup terikat di dunia material ini karena pergaulan dengan sifat-sifat alam. Sekarang, dalam bab ini, Kepribadian Yang Paling Utama menerangkan bahwa apakah sifat-sifat alam itu, bagaimana cara sifat-sifat alam bergerak, mengikat dan memberi pembebasan. Pengetahuan yang dijelaskan dalam bab ini lebih tinggi dari pada pengetahuan yang diungkapkan di dalam bab-bab sebelumnya, sebagaimana dinyatakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dengan mengerti pengetahuan ini, berbagai resi yang mulia sudah mencapai kesempurnaan dan dipindahkan ke dunia rohani. Sekarang Krishna menjelaskan pengetahuan yang sama dengan cara yang lebih baik. Pengetahuan ini jauh lebih tinggi daripada segala proses pengetahuan yang telah dijelaskan sebelumnya, dan setelah menguasai pengetahuan ini banyak orang sudah mencapai kesempurnaan. Karena itu, diharapkan bahwa orang yang mengerti Bab Empat belas ini akan mencapai kesempurnaan.

14.2
 
idaḿ jñānam upāśritya
mama sādharmyam āgatāḥ
sarge ‘pi nopajāyante
pralaye na vyathanti ca

idam—ini; jñānam—pengetahuan; upāśritya—berlindung kepada; mama—milik-Ku; sādharmyam—sifat yang sama; āgatāḥ—setelah mencapai; sarge api—bahkan di dalam ciptaan; na—tidak pernah; upajāyante—dilahirkan; pralaye—dalam peleburan; na—tidak juga; vyathanti—digoyahkan; ca—juga.

Terjemahan

Dengan menjadi mantap dalam pengetahuan ini, seseorang dapat mencapai sifat rohani seperti sifat-Ku Sendiri. Setelah menjadi mantap seperti itu, ia tidak dilahirkan pada masa ciptaan atau pun digoyahkan pada masa peleburan.

Penjelasan

Sesudah memperoleh pengetahuan rohani yang sempurna, seseorang mencapai sifat yang sama dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan ia dibebaskan dari kelahiran dan kematian yang dialami berulang kali. Akan tetapi, ia tidak kelihatan identitasnya sebagai roh individual. Dimengerti dari kesusasteraan Veda bahwa roh-roh yang sudah mencapai pembebasan dan sudah mencapai planet-planet rohani di angkasa rohani selalu memandang kakipadma Tuhan Yang Maha Esa dan menekuni cinta bhakti rohani kepada Beliau. Karena itu, sesudah pembebasan sekalipun, para penyembah tidak kehilangan identitasnya yang individual.
Pada umumnya, di dunia material, pengetahuan apa pun yang kita peroleh dicemari oleh tiga sifat alam material. Pengetahuan yang tidak dicemari oleh tiga sifat alam disebut pengetahuan rohani. Begitu seseorang mantap dalam pengetahuan rohani itu, ia berada pada tingkat yang sama seperti Kepribadian Yang Paling Utama. Orang yang belum memiliki pengetahuan tentang angkasa rohani menganggap bahwa sesudah makhluk hidup dibebaskan dari kegiatan material yang berasal dari bentuk material, identitas rohani tersebut berubah hingga tidak terwujud, tanpa keanekawarnaan apa pun. Akan tetapi, seperti halnya ada keanekawarnaan material di dunia ini, di dunia rohani pun ada keanekaan. Orang yang tidak mengetahui kenyataan ini menganggap keberadaan rohani adalah lawan keanekawarnaan material. Tetapi sebenarnya di angkasa rohani makhluk hidup memperoleh bentuk rohani. Ada kegiatan rohani, dan keadaan rohani itu disebut kehidupan bhakti. Dinyatakan bahwa suasana itu tidak dicemarkan dan di sana makhluk hidup bersatu dalam sifat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang harus mengembangkan segala sifat rohani untuk memperoleh pengetahuan seperti itu. Orang yang mengembangkan sifat-sifat rohani dengan cara seperti itu tidak dipengaruhi oleh ciptaan maupun peleburan dunia material.

14.3
 
mama yonir mahad brahma
tasmin garbhaḿ dadhāmy aham
sambhavaḥ sarva-bhūtānāḿ
tato bhavati bhārata

mama—milik-Ku; yoniḥ—sumber kelahiran; mahat—seluruh keberadaan material; brahma—paling tama; tasmin—dalam itu; garbham—hamil; dadhāmi—menciptakan; aham—Aku; sambhavaḥ—kemungkinan; sarva-bhūtānām—di antara semua makhluk hidup; tataḥ—sesudah itu; bhavati—menjadi; bhārata—wahai putera Bhārata.

Terjemahan

Seluruh bahan material, yang disebut Brahman, adalah sumber kelahiran, dan Aku menyebabkan Brahman itu mengandung, yang memungkinkan kelahiran semua makhluk hidup, wahai putera Bhārata.

Penjelasan

Ayat ini adalah penjelasan tentang dunia; segala sesuatu yang terjadi disebabkan oleh gabungan antara kṣetra dan ksetrajna, yaitu badan dan roh. Gabungan antara alam material dan makhluk hidup dimungkinkan oleh Tuhan Yang Maha Esa sendiri. Mahat-tattva adalah seluruh sebab manifestasi seluruh alam semesta. Jumlah bahan sebab material tersebut, yang terdiri dari tiga sifat alam, kadang-kadang disebut Brahman. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menyebabkan jumlah bahan tersebut mengandung, dan dengan demikian banyak alam semesta yang jumlahnya tidak terbilang dimungkinkan. Seluruh bahan material tersebut, yaitu mahat-tattva, diuraikan sebagai Brahman dalam kesusasteraan Veda (Mundaka Upanisad 1.1.9): tasmad etad brahma namarupam annam ca jayate. Kepribadian Yang Paling Utama menyebabkan Brahman itu mengandung dengan benih-benih para makhluk hidup. Dua puluh empat unsur, mulai dari tanah, air, api, dan udara, semua adalah tenaga material, dan unsur-unsur itu merupakan apa yang disebut mahad brahma, atau Brahman yang besar, atau alam material. Sebagaimana dijelaskan dalam Bab Tujuh, di luar alam itu ada alam lain, alam utama—yaitu makhluk hidup. Alam utama dicampur di dalam alam material atas kehendak Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, kemudian semua makhluk hidup dilahirkan dari alam material ini.
Kalajengking bertelur di dalam timbunan beras, dan kadang-kadang dikatakan bahwa kalajengking dilahirkan dari beras. Tetapi beras tidak menyebabkan kalajengking dilahirkan. Sebenarnya ada kalajengking yang bertelur. Begitu pula, alam material bukan sebab kelahiran para makhluk hidup. Benih diberikan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan hanya kelihatannya ia keluar sebagai hasil alam material. Karena itu, setiap makhluk hidup mempunyai badan yang berbeda menurut kegiatannya dari dahulu, dan badan itu diciptakan oleh alam material ini supaya makhluk hidup dapat menikmati atau menderita menurut perbuatannya dari dahulu. Tuhan Yang Maha Esa menyebabkan segala manifestasi para makhluk hidup di dunia material ini.

14.4
 
sarva-yoniṣu kaunteya
mūrtayaḥ sambhavānti yāḥ
tāsāḿ brahma mahad yonir
ahaḿ bīja-pradaḥ pitā

sarva-yoniṣu—di dalam segala jenis kehidupan; kaunteya—wahai putera Kuntī ; mūrtayaḥ—bentuk-bentuk; sambhavānti—mereka muncul; yaḥ—yang; tāsām—dari semua; brahma—Yang Mahakuasa; mahat yoniḥ—sumber kelahiran dalam bahan material; aham—Aku; bīja-pradaḥ—yang memberi benih; pitā—ayah.

Terjemahan

Hendaknya dimengerti bahwa segala jenis kehidupan dimungkinkan oleh kelahiran di alam material ini, dan bahwa Akulah ayah yang memberi benih, wahai putera Kuntī.

Penjelasan

Dalam ayat ini diterangkan dengan jelas bahwa Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, adalah ayah asli semua makhluk hidup. Para makhluk hidup adalah gabungan-gabungan antara alam material dan alam rohani. Makhluk-makhluk hidup seperti itu tidak hanya dilihat di planet ini, tetapi juga di semua planet, bahkan di planet yang lebih tinggi sekalipun, yaitu tempat tinggal Brahma. Para makhluk hidup berada di mana-mana; di dalam tanah ada makhluk hidup, bahkan di dalam air dan di dalam api pun ada makhluk hidup. Para makhluk hidup muncul seperti itu karena sang ibu, yaitu alam material, dan proses pemberian benih oleh Krishna. Penjelasan ialah bahwa dunia material mengandung para makhluk hidup, yang ke luar dalam berbagai bentuk pada waktu ciptaan menurut perbuatan mereka dari dahulu.

14.5
 
sattvaḿ rājā s tama iti
guṇāḥ prakṛti-sambhavāḥ
nibadhnanti mahā-bāho
dehe dehinam avyayām

sattvām—sifat kebaikan; rājāḥ—sifat nafsu; tamaḥ—sifat kebodohan; iti—demikian; guṇāḥ—sifat-sifat; prakṛti—alam material; sambhavaḥ—dihasilkan dari; nibadhnanti—mengikat; mahā-bāho—wahai kepribadian yang berlengan perkasa; dehe—dalam badan ini; dehinam—makhluk hidup; avyayām—kekal.

Terjemahan

Alam material terdiri dari tiga sifat—kebaikan, nafsu dan kebodohan. Bila makhluk hidup yang kekal berhubungan dengan alam, ia diikat oleh sifat-sifat tersebut, wahai Arjuna yang berlengan perkasa.

Penjelasan

Oleh karena makhluk hidup bersifat rohani, ia tidak mempunyai hubungan dengan alam material. Namun, oleh karena ia diikat oleh dunia material, maka ia bertindak di bawah pesona tiga sifat alam material. Oleh karena para makhluk hidup mempunyai berbagai jenis badan, menurut berbagai sifat alam, mereka didorong supaya bertindak menurut sifat alam itu. Inilah yang menyebabkan berbagai jenis suka dan duka.

14.6
 
tatra sattvaḿ nirmalatvāt
prakāśakam anāmayam
sukha-sańgena badhnāti
jñāna-sańgena cānagha

tatra—di sana; sattvām—sifat kebaikan; nirmalatvāt—karena paling murni di dunia material; prakāśakam—menerangi; anāmayam—tanpa reaksi dosa apa pun; sukha—dengan kebahagiaan; sańgena—oleh pergaulan; badhnāti—mengikat; jñāna—dengan pengetahuan; sańgena—oleh pergaulan; ca—juga; anagha—wahai kepribadian yang tidak berdosa.

Terjemahan

Wahai yang tidak berdosa, sifat kebaikan lebih murni daripada sifat-sifat yang lain. Karena itu, sifat kebaikan memberi penerangan dan membebaskan seseorang dari segala reaksi dosa. Orang yang mantap dalam sifat itu diikat oleh rasa kebahagiaan dan pengetahuan.

Penjelasan

Ada berbagai jenis makhluk hidup yang diikat oleh alam material. Salah satunya adalah jenis makhluk berbahagia, yang lain giat sekali dan yang lain lagi tidak berdaya. Segala manifestasi kejiwaan tersebut menyebabkan status terikat para makhluk hidup di alam. Berbagai jenis ikatan para makhluk hidup dijelaskan dalam bagian ini dari Bhagavad-gita. Sifat pertama yang dipertimbangkan ialah sifat kebaikan. Akibat pengembangan sifat kebaikan di dunia material ialah bahwa seseorang lebih bijaksana daripada orang yang diikat dengan cara yang lain. Orang dalam sifat kebaikan tidak begitu dipengaruhi oleh kesengsaraan material. Contoh sifat ini ialah seorang brahmaṇā, yang dianggap berada dalam sifat kebaikan. Rasa kebahagiaan tersebut disebabkan oleh pengertian bahwa orang dalam sifat kebaikan kurang lebih bebas dari reaksi-reaksi dosa. Sebenarnya, dalam kesusasteraan Veda dinyatakan bahwa sifat kebaikan berarti pengetahuan lebih banyak dan rasa kebahagiaan yang lebih tinggi.
Kesulitan yang dialami dalam hal ini adalah apabila makhluk hidup berada dalam sifat kebaikan, maka ia menjadi terikat hingga merasa Diri-Nya sudah maju dalam pengetahuan dan lebih baik daripada makhluk hidup lainnya. Dengan cara demikian, ia akan terikat. Ahli ilmu pengetahuan dan filosof adalah contoh yang paling tepat tentang hal ini. Kedua orang tersebut sangat bangga karena pengetahuannya. Oleh karena pada umumnya mereka memperbaiki keadaan hidupnya, mereka merasakan sejenis kebahagiaan material. Rasa kebahagiaan yang sudah maju seperti itu dalam kehidupan yang terikat menyebabkan mereka diikat oleh sifat kebaikan dari alam material. Karena itu mereka tertarik untuk bekerja dalam sifat kebaikan. Selama mereka tertarik untuk bekerja dengan cara seperti itu, mereka harus menerima jenis badan tertentu dalam sifat-sifat alam. Karena itu, pembebasan atau kesempatan untuk dipindahkan ke dunia rohani tidak dimungkinkan. Seseorang dapat dilahirkan sebagai filosof, ahli ilmu pengetahuan, atau penyair berkali-kali, dan berulang kali ia terikat dalam kerugian-kerugian yang sama, yaitu kelahiran dan kematian. Tetapi, akibat khayalan tenaga material, seseorang menganggap kehidupan seperti itu menyenangkan.

14.7
 
rajo rāgātmakaḿ viddhi
tṛṣṇā-sańga-samudbhavam
tan nibadhnāti kaunteya
karma-sańgena dehinam

rājāḥ—nafsu; rāga-ātmakam—dilahirkan dari keinginan atau hawa nafsu; viddhi—mengetahui; tṛṣṇā—dengan hasrat; sańga—pergaulan; samudbhavam—dihasilkan dari; tat—itu; nibadhnāti—mengikat; kaunteya—wahai putera Kuntī ; karma-sańgena—oleh pergaulan dengan kegiatan yang dimaksudkan untuk dapat membuahkan hasil atau pahala; dehinam—makhluk yang berada di dalam badan.

Terjemahan

Sifat nafsu dilahirkan dari keinginan dan hasrat yang tidak terhingga, wahai putera Kuntī . Karena itu, makhluk hidup di dalam badan terikat terhadap perbuatan material yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala.

Penjelasan

Ciri sifat nafsu ialah rasa tertarik antara pria dan wanita. Wanita tertarik pada pria, dan pria tertarik pada wanita. Ini disebut sifat nafsu. Bila sifat nafsu ditingkatkan, seseorang mengembangkan hasrat terhadap kenikmatan material. Dia ingin menikmati kepuasan indera-indera. Demi kepuasan indera-indera, orang dalam sifat nafsu ingin dihormati dalam masyarakat, atau dalam bangsa, dan dia ingin mempunyai keluarga bahagia, dengan anak-anak yang baik, isteri dan rumah. Inilah hasil sifat nafsu. Selama seseorang mempunyai hasrat terhadap hal-hal tersebut, ia harus bekerja dengan giat sekali. Karena itu, dinyatakan dengan jelas di sini, bahwa ia bergaul dengan hasil kegiatannya dan dengan demikian ia diikat oleh kegiatan seperti itu. Seseorang harus bekerja untuk menyenangkan hati isteri, anak-anak dan masyarakatnya dan memelihara prestasinya. Karena itu, seluruh dunia material kurang lebih berada dalam sifat nafsu. Peradaban modern dianggap maju menurut patokan sifat nafsu. Dahulu, sifat kebaikan dianggap sebagai kemajuan. Kalau orang yang berada dalam sifat kebaikan sekalipun tidak mencapai pembebasan, apa yang dapat dikatakan tentang orang yang terikat dalam sifat nafsu?

14.8
 
tamas tv ajñāna-jaḿ viddhi
mohanaḿ sarva-dehinām
pramādālasya-nidrābhis
tan nibadhnāti bhārata

tamaḥ—sifat kebodohan; tu—tetapi; ajñāna-jam—dihasilkan dari kebodohan; viddhi—ketahuilah; mohanam—khayalan; sarva-dehinam—terhadap semua makhluk yang mempunyai badan; pramāda—dengan goncangan jiwa; ālasya—sifat malas; nidrābhiḥ—dan kecenderungan untuk tidur; tat—itu; nibadhnāti—mengikat; bhārata—wahai putera Bhārata.

Terjemahan

Wahai putera Bhārata, ketahuilah bahwa sifat kegelapan, yang dilahirkan dari kebodohan, adalah khayalan bagi semua makhluk hidup yang mempunyai badan. Akibat sifat ini adalah kegoncangan jiwa, sifat malas dan kecenderungan untuk tidur, yang mengikat roh yang terikat

Penjelasan

Dalam ayat ini, penggunaan khusus kata tu sangat bermakna. Ini berarti sifat kebodohan adalah kwalifikasi yang aneh sekali bagi roh di dalam badan. Sifat kebodohan adalah lawan sifat kebaikan. Dalam sifat kebaikan, seseorang dapat mengerti bagaimana keadaan yang sebenarnya dengan cara mengembangkan pengetahuan. Tetapi sifat kebodohan adalah lawan pengetahuan itu. Semua orang di bawah pesona sifat kebodohan menjadi gila, dan orang gila tidak dapat mengerti bagaimana keadaan yang sebenarnya. Orang dalam kebodohan tidak maju, melainkan ia merosot. Definisi sifat kebodohan dinyatakan dalam kesusasteraan Veda. Vastuyathatmya jñānavarakam viparyaYajñānajanakam tamah: Di bawah pesona kebodohan, seseorang tidak dapat mengerti sesuatu dengan sebenarnya. Misalnya, semua orang dapat melihat bahwa kakeknya sudah meninggal. Karena itu, dia pun akan meninggal nanti; manusia pasti meninggal. Anak-anak juga pasti akan meninggal; karena itu, kematian adalah kepastian. Namun, orang masih gila untuk mengumpulkan uang dan bekerja dengan keras sekali sepanjang hari dan sepanjang malam, tanpa mempedulikan sang roh yang kekal. Inilah kegoncangan jiwa. Dalam keadaan gila, mereka sangat enggan maju dalam pengertian rohani. Orang seperti itu malas sekali. Bila mereka diundang bergaul untuk pengertian rohani, mereka tidak begitu tertarik. Mereka juga tidak giat seperti orang yang dikendalikan oleh sifat nafsu. Karena itu, gejala lain orang yang tertanam dalam sifat kebodohan ialah bahwa dia tidur lebih daripada yang dibutuhkan. Tidur enam jam sudah cukup, tetapi orang dalam sifat kebodohan tidur sekurang-kurangnya sepuluh atau dua belas jam sehari. Orang seperti itu kelihatannya selalu murung, kecanduan mabuk-mabukan dan suka tidur pada setiap waktu. Inilah gejala-gejala orang yang diikat oleh sifat kebodohan.

14.9
 
sattvaḿ sukhe sañjayati
rājāḥ karmaṇi bhārata
jñānam āvṛtya tu tamaḥ
pramāde sañjayaty uta

sattvām—sifat kebaikan; sukhe—dalam kebahagiaan; sañjayati—mengikat; rājāḥ—sifat nafsu; karmaṇi—dalam kegiatan untuk membuahkan hasil; bhārata—wahai putera Bhārata ; jñānam—pengetahuan; āvṛtya—menutupi; tu—tetapi; tamaḥ—sifat kebodohan; pramāde—dalam keadaan gila; sañjayati—mengikat; uta—dikatakan.

Terjemahan

Wahai putera Bhārata, sifat kebaikan mengikat seseorang pada kebahagiaan; nafsu mengikat Diri-Nya pada kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala; dan kebodohan, yang menutupi pengetahuannya mengikat Diri-Nya pada kegilaan.

Penjelasan

Orang dalam sifat kebaikan puas dengan pekerjaan atau apa yang dicarinya di bidang intelek, seperti seorang filosof, ahli ilmu pengetahuan atau pendidik barangkali menekuni bidang pengetahuan tertentu dan merasa puas dengan cara seperti itu. Orang dalam sifat nafsu sibuk dalam kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil; ia memiliki sebanyak-banyaknya dan mengeluarkan uang untuk kepentingan-kepentingan yang baik. Kadang-kadang ia berusaha membuka rumah sakit, memberi sumbangan kepada lembaga-lembaga sosial dan sebagainya. Inilah tanda-tanda orang dalam sifat nafsu. Sifat kebodohan menutupi pengetahuan. Dalam sifat kebodohan, apa pun yang dilakukan seseorang tidak baik untuk Diri-Nya maupun untuk orang lain.

14.10
 
rājā s tamaś cābhibhūya
sattvaḿ bhavati bhārata
rājā ḥ sattvaḿ tamaś caiva
tamaḥ sattvaḿ rājā s tathā

rājāḥ—sifat nafsu; tamaḥ—sifat kebodohan; ca—juga; abhibhūya—mengatasi; sattvām—sifat kebaikan; bhavati—menonjol; bhārata—wahai putera Bhārata ; rājāḥ—sifat nafsu; sattvām—sifat kebaikan; tamaḥ—sifat kebodohan; ca—juga; evā—seperti itu; tamaḥ—sifat kebodohan; sattvām—sifat kebaikan; rājāḥ—sifat nafsu; tathā—demikian.

Terjemahan

Kadang-kadang sifat kebaikan menonjol, dan mengalahkan sifat nafsu dan kebodohan, wahai putera Bhārata. Kadang-kadang sifat nafsu mengalahkan sifat kebaikan dan kebodohan, dan pada waktu yang lain kebodohan mengalahkan kebaikan dan nafsu. Dengan cara demikian selalu ada persaingan untuk berkuasa.

Penjelasan

Bila sifat nafsu menonjol, sifat-sifat kebaikan dan kebodohan dikalahkan. Bila sifat kebaikan menonjol, sifat nafsu dan kebodohan dikalahkan. Bilamana sifat kebodohan menonjol, nafsu dan kebaikan dikalahkan. Persaingan ini selalu berjalan terus. Karena itu, orang yang sungguh-sungguh ingin maju dalam kesadaran Krishna harus melampaui tiga sifat tersebut. Menonjolnya sifat alam tertentu terwujud dalam tingkah laku, kegiatan, cara makan seseorang, dan sebagainya. Semua ini akan dijelaskan dalam bab-bab terakhir. Tetapi kalau seseorang berminat, ia dapat mengembangkan sifat kebaikan melalui latihan dan dengan demikian mengalahkan sifat-sifat kebodohan dan nafsu. Begitu pula seseorang dapat mengembangkan sifat nafsu dan mengalahkan sifat kebaikan dan kebodohan. Atau seseorang dapat mengembangkan sifat kebodohan dan mengalahkan kebaikan dan nafsu. Walaupun ada tiga sifat alam material, kalau seseorang bertabah hati ia dapat diberkati oleh sifat kebaikan, dan dengan melampaui sifat kebaikan, ia dapat menjadi mantap dalam kebaikan murni, yang disebut keadaan vasudeva, keadaan yang memungkinkan seseorang mengerti ilmu pengetahuan tentang Tuhan Yang Maha Esa. Dari perwujudan kegiatan tertentu, dapat dimengerti seseorang berada dalam sifat alam yang mana.

14.11
sarva-dvāreṣu dehe ‘smin
prakāśa upajāyate
jñānaḿ yadā tadā  vidyād
vivṛddhaḿ sattvām ity uta

sarva-dvāreṣu—di semua pintu gerbang; dehe asmin—dalam badan ini; prakāśaḥ—sifat terang; upajāyate—berkembang; jñānam—pengetahuan; yadā—apabila; tadā—pada waktu itu; vidyāt—mengetahui; vivṛddham—meningkat; sattvām—sifat kebaikan; iti uta—dinyatakan demikian.

Terjemahan

Perwujudan-perwujudan sifat kebaikan dapat dialami bila semua pintu gerbang badan diterangi oleh pengetahuan.

Penjelasan

Badan mempunyai sembilan pintu gerbang: Dua mata, dua telinga, dua lubang hidung, mulut, kemaluan dan dubur. Bila tiap pintu gerbang diterangi oleh tanda-tanda kebaikan, harus dimengerti bahwa seseorang sudah mengembangkan sifat kebaikan. Dalam sifat kebaikan, seseorang dapat melihat hal-hal dalam kedudukan yang sebenarnya, mendengar hal-hal dalam kedudukan yang sebenarnya, dan merasakan hal-hal dalam kedudukan yang sebenarnya. Lahir batin seseorang disucikan. Pada setiap pintu gerbang tanda-tanda kebahagiaan berkembang, dan itulah kedudukan kebaikan.

14.12
 
lobhaḥ pravṛttir ārambhaḥ
karmaṇām aśamaḥ spṛhā
rājā sy etāni jāyante
vivṛddhe Bhārata rṣabha

lobhāḥ—loba; pravṛttiḥ—kegiatan; ārambhaḥ—usaha; karmaṇām—di dalam kegiatan; aśamaḥ—tidak dapat dikendalikan; spṛhā—keinginan; rājāsi—dari sifat nafsu; etāni—semua ini; jāyante—berkembang; vivṛddhe—bila ada kelebihan; bhārata-ṛṣabha—wahai yang paling utama di antara para putera keturunan Bhārata.

Terjemahan

Wahai yang paling utama di antara para putera keturunan Bhārata, bila sifat nafsu meningkat, berkembanglah tanda-tanda ikatan yang besar, kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala, usaha yang keras sekali, keinginan dan hasrat yang tidak dapat dikendalikan.

Penjelasan

Orang di bawah pengaruh sifat nafsu tidak pernah puas dalam kedudukan yang sudah dicapainya. Ia berhasrat menaikkan kedudukannya. Kalau dia ingin mendirikan rumah tempat tinggal, dia berusaha sekuat tenaga untuk memiliki rumah seperti istana, seolah-olah dia dapat tinggal di dalam rumah itu untuk selamanya. Dia mengembangkan hasrat yang besar sekali untuk kepuasan indera-indera. Kepuasan indera-indera tidak ada habisnya. Dia selalu ingin tetap tinggal bersama keluarganya di rumahnya dan melanjutkan proses kepuasan indera-indera. Semua hal tersebut tidak ada habisnya. Harus dimengerti bahwa semua tanda-tanda tersebut adalah ciri sifat nafsu.

14.13
 
aprakāśo ‘pravṛttiś ca
pramādo moha eva ca
tamasy etāni jāyante
vivṛddhe kuru-nandana

aprakāśaḥ—kegelapan; apravṛttiḥ—tidak melakukan kegiatan; ca—dan; pramādaḥ—kegilaan; mohaḥ—khayalan; evā—pasti; ca—juga; tamasi—sifat kebodohan; etāni—ini; jāyante—diwujudkan; vivṛddhe—dikembangkan; kuru-nandana—wahai putera Kuru.

Terjemahan

Bila sifat kebodohan meningkat, terwujudlah kegelapan, malas-malasan, keadaan gila dan khayalan, wahai putera Kuru.

Penjelasan

Bila tidak ada penerangan, tidak ada pengetahuan. Orang dalam sifat kebodohan tidak bekerja menurut prinsip yang mengatur; dia ingin bertindak seenaknya, tanpa tujuan tertentu. Walaupun ia sanggup bekerja, ia tidak berusaha. Inilah yang disebut khayalan. Walaupun kesadaran berjalan terus, kehidupan tidak ada kegiatannya. Inilah ciri-ciri orang yang berada dalam sifat kebodohan.

14.14
 
yadā sattve pravṛddhe tu
pralayaḿ yāti deha-bhṛt
tadottama-vidāḿ lokān
amalān pratipadyate

yadā—apabila; sattve—sifat kebaikan; pravṛddhe—dikembangkan; tu—tetapi; pralayam—peleburan; yāti—pergi; deha-bhṛt—dia yang berada di dalam badan; tadā—pada waktu itu; uttama-vidām—milik para resi yang mulia; lokān—planet-planet; amalān—murni; pratipadyate—mencapai.

Terjemahan

Bila seseorang meninggal dalam sifat kebaikan, ia mencapai planet-planet murni yang lebih tinggi, tempat tinggal para resi yang mulia.

Penjelasan

Orang yang berada dalam sifat kebaikan mencapai susunan-susunan planet yang lebih tinggi, misalnya Brahmaloka atau Janoloka. Di sana ia menikmati kebahagiaan seperti yang dinikmati oleh para dewa. Kata amalān bermakna bebas dari sifat-sifat nafsu dan kebodohan.” Ada hal-hal yang mencemarkan dunia material, tetapi sifat kebaikan adalah bentuk kehidupan yang paling murni di dunia material. Ada berbagai jenis planet untuk berbagai jenis makhluk hidup. Orang yang meninggal dalam sifat kebaikan diangkat sampai planet-planet tempat tinggal para resi yang mulia dan para penyembah yang mulia.

14.15
 
rājāsi pralayaḿ gatvā
karma-sańgiṣu jāyate
tathā pralīnas tamasi
mūḍha-yoniṣu jāyate

rājāsi—dalam nafsu; pralayam—peleburan; gatvā—dengan mencapai; karma-sańgiṣu—dalam pergaulan orang yang sibuk dalam kegiatan untuk membuahkan hasil; jāyate—dilahirkan; tathā—seperti itu pula; pralīnaḥ—dengan dilebur; tamasi—dalam kebodohan; mūḍha-yoniṣu—dalam jenis kehidupan sebagai binatang; jāyate—dilahirkan.

Terjemahan

Bila seseorang meninggal dalam sifat nafsu, ia dilahirkan di tengah-tengah mereka yang sibuk dalam kegiatan yang dimaksud untuk membuahkan hasil. Bila seseorang meninggal dalam sifat kebodohan, ia dilahirkan di kerajaan binatang.

Penjelasan

Beberapa orang mempunyai kesan seolah-olah apabila sang roh mencapai tingkat kehidupan manusia, ia tidak pernah turun lagi. Ini anggapan yang keliru. Menurut ayat ini, kalau seseorang mengembangkan sifat kebodohan, sesudah ia meninggal ia merosot ke dalam jenis kehidupan sebagai binatang. Dari tingkat itu, dia harus naik lagi, melalui suatu proses evolusi, sampai mencapai bentuk kehidupan manusia lagi. Karena itu, orang yang sungguh-sungguh serius tentang kehidupan manusia hendaknya mengambil sifat kebaikan dan melampaui sifat-sifat alam dalam pergaulan yang baik hingga menjadi mantap dalam kesadaran Krishna. Inilah tujuan kehidupan manusia. Kalau tidak demikian, tidak dapat dijamin bahwa seorang manusia akan mencapai status manusia lagi.

14.16
 
karmaṇaḥ sukṛtasyāhuḥ
sāttvikaḿ nirmalaḿ phalam
rājā sas tu phalaḿ duḥkham
ajñānaḿ tamasaḥ phalam

karmaṇaḥ—tentang pekerjaan; su-kṛtasya—saleh; āhuḥ—dikatakan; sāttvikam—dalam sifat kebaikan; nirmalam—disucikan; phalam—hasil; rājā saḥ—dari sifat nafsu; tu—tetapi; phalam—hasil; duḥkham—dukacita; ajñānām—hal-hal yang tidak-tidak; tamasaḥ—dari sifat kebodohan; phalam—hasil.

Terjemahan

Hasil perbuatan saleh bersifat murni dan dikatakan bersifat kebaikan. Tetapi perbuatan yang dilakukan dalam sifat nafsu mengakibatkan kesengsaraan, dan perbuatan yang dilakukan dalam sifat kebodohan mengakibatkan hal-hal yang bukan-bukan.

Penjelasan

Hasil kegiatan saleh dalam sifat kebaikan bersifat murni. Karena itu para resi, yang bebas dari segala khayalan, mantap dalam kebahagiaan. Tetapi kegiatan dalam sifat nafsu hanya penuh kesengsaraan. Kegiatan mana pun yang dilakukan demi kebahagiaan material pasti dikalahkan. Misalnya, kalau seseorang ingin memiliki gedung pencakar langit, manusia harus menderita banyak sebelum pencakar langit yang besar itu dapat dibangun. Seorang pengumpul modal harus mengalami banyak kesulitan untuk mengumpulkan jumlah kekayaan yang besar, dan orang yang bekerja keras untuk mendirikan banguṇān itu harus bekerja dengan badannya. Kesengsaraan tentunya ada. Karena itu, dalam Bhagavad-gita dinyatakan bahwa dalam segala kegiatan yang dilakukan di bawah pesona sifat nafsu, pasti ada kesengsaraan yang besar. Mungkin dirasakan sekedar apa yang disebut kebahagiaan dalam pikiran—Saya sudah memiliki rumah ini atau uang ini”—tetapi ini bukan kebahagiaan yang sebenarnya.
Orang yang bekerja dalam sifat kebodohan tidak memiliki pengetahuan. Karena itu, segala kegiatan orang itu mengakibatkan kesengsaraan pada saat ini, dan sesudahnya dia akan berjalan terus menuju kehidupan binatang. Kehidupan binatang selalu penuh kesengsaraan, kendatipun para binatang tidak mengerti kenyataan ini karena mereka berada di bawah pesona tenaga yang mengkhayalkan, tenaga mayā. Menyembelih binatang yang tidak bersalah juga disebabkan oleh sifat kebodohan. Para pembunuh binatang tidak mengetahui bahwa pada masa yang akan datang binatang itu akan memperoleh badan yang tepat untuk membunuh mereka. Itulah hukum alam. Dalam masyarakat manusia, kalau seseorang membunuh orang lain, ia harus menjalani hukuman mati. Itulah hukum negara. Oleh karena kebodohan, manusia tidak mengerti bahwa alam semesta adalah seperti suatu negara yang lengkap yang dikendalikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Setiap makhluk hidup adalah putera Tuhan Yang Maha Esa, dan Beliau tidak membiarkan seekor semut pun dibunuh. Seseorang harus menerima reaksi perbuatan itu. Karena itu, membunuh binatang untuk memuaskan nafsu lidah adalah jenis kebodohan yang paling kasar. Manusia tidak perlu membunuh binatang, sebab Tuhan Yang Maha Esa sudah menyediakan begitu banyak bahan makanan yang bagus. Kalau seseorang makan daging tanpa mempedulikan kenyataan tersebut, harus dimengerti bahwa ia bertindak dalam sifat kebodohan dan ia sedang menyiapkan masa depan yang sangat gelap. Di antara segala jenis pembunuhan binatang, membunuh sapi adalah yang paling kejam, sebab sapi memberikan segala jenis kebahagiaan kepada kita dengan menyediakan susu. Membunuh sapi adalah perbuatan kebodohan yang paling kasar. Dalam kesusasteraan Veda (rg Veda 9.4.64) kata-kata gobhih prinitamatsaram menunjukkan bahwa orang yang sudah puas sepenuhnya dengan susu tetapi ingin membunuh sapi berada dalam kebodohan yang paling kasar. Ada doa pujian dalam kesusasteraan Veda yang berbunyi:

namo brahmaṇya-devāya
go-brāhmaṇa-hitāya ca
jagad-dhitāya kṛṣṇāya
govindāya namo namaḥ

Tuhan yang hamba cintai, Andalah yang mengharapkan kesejahteraan sapi dan para brahmaṇā, dan Anda mengharapkan kesejahteraan seluruh masyarakat manusia dan dunia” (Visnu Purana 1.19.65). Arti ayat tersebut adalah bahwa dalam doa pujian ini perlindungan terhadap sapi dan para brahmaṇā disebut secara khusus. Para brahmaṇā adalah lambang pendidikan rohani, dan sapi adalah lambang makanan yang paling berharga; dua makhluk hidup tersebut, yaitu para brahmaṇā dan sapi-sapi, harus diberi segala perlindungan—itulah kemajuan sejati peradaban. Dalam masyarakat manusia modern, pengetahuan rohani dialpakan, dan pemotongan sapi dikembangkan. Karena itu, harus dimengerti bahwa masyarakat manusia sedang maju ke arah yang keliru dan sedang membuka jalan untuk kutukannya sendiri. Peradaban yang membimbing para warga negara untuk menjadi binatang dalam penjelmaan yang akan datang tentu saja bukan peradaban manusia. Peradaban manusia sekarang jelas tersesat secara kasar oleh sifat-sifat nafsu dan kebodohan. Jaman sekarang sangat berbahaya, dan semua bangsa dengan seksama harus memberikan cara yang paling mudah, yaitu kesadaran Krishna, untuk menyelamatkan manusia dari bahaya yang paling besar.

14.17
 
sattvāt sañjāyate jñānaḿ
rājā so lobha eva ca
pramāda-mohau tamaso
bhavato ‘jñānam eva ca

sattvāt—dari sifat kebaikan; sañjāyate—berkembang; jñānam—pengetahuan; rājā saḥ—dari sifat kebodohan; lobhāḥ—loba; evā—pasti; ca—juga; pramāda—sifat gila; mohau—dan khayalan; tamasaḥ—dari sifat kebodohan; bhavataḥ—berkembang; ajñānām—hal-hal yang tidaktidak; evā—pasti; ca—juga.

Terjemahan

Pengetahuan yang sejati berkembang dari sifat kebaikan; loba berkembang dari sifat nafsu; dan kegiatan yang bukan-bukan, sifat gila dan khayalan berkembang dari sifat kebodohan.

Penjelasan

Oleh karena peradaban sekarang tidak begitu baik bagi para makhluk hidup, maka kesadaran Krishna-lah yang dianjurkan. Melalui kesadaran Krishna, masyarakat akan mengembangkan sifat kebaikan. Bila sifat kebaikan dikembangkan, orang akan melihat hal-hal menurut kedudukannya yang sebenarnya. Dalam sifat kebodohan, manusia persis seperti binatang dan tidak dapat melihat dengan jelas. Misalnya, dalam sifat kebodohan, mereka tidak melihat bahwa dengan membunuh seekor binatang, mereka mengambil resiko bahwa mereka akan dibunuh oleh binatang yang sama dalam penjelmaan yang akan datang. Oleh karena orang tidak dididik dengan pengetahuan yang sejati, akhirnya mereka tidak bertanggung jawab. Untuk menghentikan sifat tidak bertanggung jawab tersebut, harus ada pendidikan untuk mengembangkan sifat kebaikan di kalangan rakyat umum. Bila mereka sungguh-sungguh terdidik dalam sifat kebaikan, mereka akan menjadi sopan, dan memiliki pengetahuan sepenuhnya tentang hal-hal menurut kedudukannya yang sebenarnya. Pada waktu itu rakyat akan bahagia dan makmur. Meskipun kebanyakan orang belum berbahagia dan makmur, kalau beberapa persen mengembangkan kesadaran Krishna hingga mantap dalam sifat kebaikan, maka ada kemungkinan kedamaian dan kemakmuran dapat dinikmati di seluruh dunia. Kalau tidak demikian, bila dunia menekuni sifat-sifat nafsu dan kebodohan, maka tidak mungkin ada kedamaian maupun kemakmuran. Dalam sifat nafsu, orang kelobaan dan hasrat mereka untuk menikmati indera-indera tidak terhingga. Orang dapat melihat bahwa walaupun seseorang memiliki uang secukupnya dan fasilitas yang memadai untuk kepuasan indera-indera, tidak ada kebahagiaan maupun ketenangan di dalam pikirannya. Itu tidak mungkin, sebab ia berada dalam sifat nafsu. Kalau seseorang sungguh-sungguh menginginkan kebahagiaan, uangnya tidak dapat membantu Diri-Nya; ia harus mengangkat Diri-Nya sampai sifat kebaikan dengan cara berlatih kesadaran Krishna. Bila seseorang sibuk dalam sifat nafsu, dia tidak hanya sedih dalam hatinya, tetapi pekerjaan dan pencahariannya juga penuh kesulitan. Ia harus membuat begitu banyak rencana dan acara untuk memperoleh uang secukupnya guna memelihara kedudukannya sekarang. Ini semua penuh kesengsaraan. Dalam sifat kebodohan, orang menjadi semakin gila. Mereka dibuat sedih oleh keadaannya, hingga berlindung pada mabuk-mabukan, dan dengan demikian mereka semakin merosot ke dalam kebodohan. Masa depan kehidupan mereka sangat gelap.

14.18
 
ūrdhvaḿ gacchanti sattva-sthā
madhye tiṣṭhanti rājasāḥ
jaghanya-guṇa-vṛtti-sthā
adho gacchanti tāmasāḥ

ūrdhvam—ke atas; gacchanti—pergi; sattva-sthāḥ—orang yang berada dalam sifat kebaikan; madhye—di tengah; tiṣṭhanti—tinggal; rājasāḥ—orang yang berada dalam sifat kebaikan; jaghanya—dari yang jijik; guṇa—sifat; vṛtti-sthāḥ—yang pencahariannya; adhaḥ—ke bawah; gacchanti—pergi; tamasaḥ—orang yang berada dalam sifat kebodohan.

Terjemahan

Orang yang berada dalam sifat kebaikan berangsur-angsur naik sampai planet-planet yang lebih tinggi; orang yang berada dalam sifat nafsu hidup di planet-planet seperti bumi; orang yang berada dalam sifat kebodohan yang menjijikkan turun memasuki dunia-dunia neraka.

Penjelasan

Dalam ayat ini hasil perbuatan dalam tiga sifat alam dikemukakan dengan cara yang lebih jelas. Ada susunan planet yang lebih tinggi, terdiri dari planet-planet surga. Di planet-planet surga semua makhluk hidup sudah maju sekali. Menurut tingkat perkembangan sifat kebaikan, makhluk hidup dapat dipindahkan ke berbagai planet dalam sistem tersebut. Planet tertinggi bernama Satyaloka, atau Brahmaloka, tempat tinggal kepribadian yang paling utama di alam semesta ini, yaitu dewa Brahma. Kita sudah melihat bahwa kita hampir tidak sanggup memperkirakan keadaan hidup yang ajaib di Brahmaloka, tetapi keadaan hidup tertinggi, yaitu sifat kebaikan, dapat membawa diri kita ke sana.
Sifat nafsu bersifat campuran. Sifat nafsu berada di tengah antara sifat kebaikan dan sifat kebodohan. Seseorang tidak selalu murni, tetapi kalaupun ia berada dalam sifat nafsu secara murni, ia hanya akan tetap tinggal di bumi ini sebagai rājā  atau orang kaya. Tetapi oleh karena ada campuran, ia juga dapat turun. Manusia di bumi ini, baik dalam sifat nafsu maupun kebodohan, tidak dapat mendekati planet-planet yang lebih tinggi secara paksa dengan menggunakan mesin. Dalam sifat nafsu, juga ada kemungkinan seseorang akan menjadi gila dalam penjelmaan yang akan datang.
Sifat yang paling rendah, yakni sifat kebodohan, diuraikan di sini sebagai sesuatu yang menjijikkan. Akibat seseorang mengembangkan kebodohan adalah resiko yang amat besar. Sifat kebodohan adalah sifat terendah dalam alam material. Di bawah tingkat manusia ada delapan juta jenis kehidupan—burung, hewan, binatang yang merayap, pohon, dan sebagainya—dan menurut perkembangan sifat kebodohan, orang merosot sampai keadaan yang menjijikkan tersebut. Kata tamasaḥ juga sangat bermakna di sini. Tamasah berarti orang yang senantiasa hidup dalam sifat kebodohan tanpa naik tingkat sampai tingkat yang lebih tinggi. Masa depan mereka sangat gelap.
Ada kesempatan untuk manusia dalam sifat-sifat kebodohan dan nafsu untuk diangkat sampai sifat kebaikan, dan sistem itu disebut kesadaran Krishna. Tetapi orang yang tidak memanfaatkan kesempatan tersebut pasti akan terus hidup di dalam sifat-sifat yang lebih rendah.

14.19
 
nānyaḿ guṇebhyaḥ kartāraḿ
yadā draṣṭānupaśyati
guṇebhyaś ca paraḿ vetti
mad-bhāvaḿ so ‘dhigacchati

na—tidak ada; anyam—lain; guṇebhyaḥ—pada sifat-sifat; kartāram—pelaku; yadā—bila; draṣṭā—orang yang melihat; anupaśyāti—melihat dengan sebenarnya; guṇebhyaḥ—pada sifat-sifat alam; ca—dan; param—rohani; vetti—mengetahui; mat-bhāvam—kepada alam rohani-Ku; saḥ—dia; adhigacchati—diangkat.

Terjemahan

Bila seseorang melihat dengan sebenarnya bahwa dalam segala kegiatan tiada pelaku lain yang bekerja selain sifat-sifat alam tersebut dan ia mengenal Tuhan Yang Maha Esa, yang melampaui segala sifat tersebut, maka ia mencapai alam rohani-Ku.

Penjelasan

Seseorang dapat melampaui segala kegiatan sifat-sifat alam material hanya kalau ia mengerti tentang sifat-sifat itu dengan cara yang sebenarnya dengan belajar dari tujuan-tujuan yang benar. Guru kerohanian yang sejati adalah Krishna, dan Krishna sedang menyampaikan pengetahuan rohani ini kepada Arjuna. Begitu pula, seseorang harus mempelajari ilmu pengetahuan tentang hubungan menurut sifat-sifat alam material dari orang yang sadar akan Krishna sepenuhnya. Kalau tidak, kehidupannya akan tersesat. Dari ajaran seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya, makhluk hidup dapat mengetahui tentang kedudukan rohaninya, badan jasmaninya, indera-inderanya, bagaimana ia terperangkap, dan bagaimana ia dibawah pesona sifat-sifat alam material. Ia tidak berdaya dalam cengkeraman sifat-sifat tersebut, tetapi apabila ia dapat melihat kedudukan yang sebenarnya, ia dapat mencapai tingkat rohani, dan dimungkinkan ia memasuki kehidupan rohani. Sebenarnya bukan makhluk hidup yang melaksanakan berbagai kegiatan. Ia terpaksa bertindak karena berada dalam jenis badan tertentu, yang diatur oleh sifat alam material tertentu. Kalau seseorang tidak dibantu oleh penguasa rohani, ia tidak dapat mengerti kedudukannya yang sebenarnya. Dengan pergaulan seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya, ia dapat melihat kedudukannya yang sebenarnya, dan dengan pengertian seperti itu ia dapat menjadi mantap dalam kesadaran Krishna sepenuhnya. Orang yang sadar akan Krishna tidak dikendalikan oleh pesona sifat-sifat alam material. Sudah dinyatakan dalam Bab Tujuh bahwa orang yang sudah menyerahkan diri kepada Krishna dibebaskan dari kegiatan alam material. Pengaruh alam material berangsur-angsur berhenti bagi orang yang dapat melihat hal-hal dengan sebenarnya.

14.20
 
guṇān etān atītya trīn
dehī deha-samudbhavān
janma-mṛtyu-jarā-duḥkhair
vimukto ‘mṛtam aśnute

guṇān—sifat-sifat; etān—semua ini; atītya—melampaui; trīn—tiga; dehī—dia yang berada di dalam badan; deha—badan; samudbhavān—dihasilkan dari; janma—dari kelahiran; mṛtyu—kematian; jarā—dan usia tua; duḥkhaiḥ—dukacita; vimuktaḥ—dengan dibebaskan dari; amṛtam—minuman kekekalan; aśnute—dia menikmati.

Terjemahan

Bila makhluk hidup di dalam badan dapat melampaui ke tiga sifat alam yang berhubungan dengan badan jasmani, ia dapat dibebaskan dari kelahiran, kematian, usia tua dan dukacitanya hingga ia dapat menikmati minuman kekekalan bahkan dalam kehidupan ini pun.

Penjelasan

Dalam ayat ini dijelaskan bagaimana cara seseorang dapat tetap berada dalam kedudukan rohani, bahkan dalam badan ini, dalam kesadaran Krishna sepenuhnya. Kata dehī dalam bahasa Sansekerta berarti berada di dalam badan.” Walaupun seseorang berada di dalam badan jasmani ini, melalui kemajuannya dalam pengetahuan rohani ia dapat dibebaskan dari pengaruh sifat-sifat alam. Ia dapat menikmati kebahagiaan kehidupan rohani bahkan dalam badan ini juga, sebab sesudah meninggalkan badan ini, pasti ia akan pergi ke angkasa rohani. Tetapi dalam badan inipun ia dapat menikmati kebahagiaan rohani. Dengan kata lain, bhakti dalam kesadaran Krishna adalah tanda pembebasan dari ikatan material, dan ini akan dijelaskan dalam Bab Delapan belas. Bila seseorang dibebaskan dari pengaruh sifat-sifat alam material ia memasuki bhakti.

14.21
 
Arjuna uvāca
kair lińgais trīn guṇān etān
atīto bhavati prabho
kim ācāraḥ kathaḿ caitāḿs
trīn guṇān ativartate

Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; kaiḥ—oleh yang mana; lińgaiḥ—tandatan da; trīn—tiga; guṇān—sifat-sifat; etān—semua ini; atītaḥ—sesudah melampaui; bhavati—adalah; prabho—o Tuhan yang hamba hormati; kim—apa; ācāraḥ—tingkah laku; katham—bagaimana; ca—juga; etān—ini; trīn—tiga; guṇān—sifat-sifat; ativartate—melampaui.

Terjemahan

Arjuna berkata: O Tuhan yang hamba cintai, melalui tanda-tanda manakah kita dapat mengetahui orang yang melampaui tiga sifat alam tersebut? Bagaimana tingkah lakunya? Bagaimana cara melampaui sifat-sifat alam?

Penjelasan

Dalam ayat ini, pertanyaan-pertanyaan Arjuna tepat sekali. Arjuna ingin mengetahui tanda-tanda orang yang sudah melampaui sifat-sifat alam. Pertama ia bertanya tentang tanda-tanda orang rohani seperti itu. Bagaimana cara seseorang dapat mengerti bahwa ia sudah melampaui pengaruh sifat-sifat alam material? Pertanyaan kedua diajukan mengenai cara dia hidup dan bagai mana kegiatannya. Apakah kegiatan tersebut teratur atau tidak teratur? Kemudian Arjuna bertanya mengenai cara ia mencapai alam rohani. Itu penting sekali. Kalau seseorang belum mengenal cara langsung yang memungkinkan ia selalu mantap secara rohani, tidak mungkin tanda-tanda tersebut diperlihatkan. Karena itu, segala pertanyaan yang diajukan oleh Arjuna sangat penting, dan Krishna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

14.22-25
śrī-bhagavān uvāca
prakāśaḿ ca pravṛttiḿ ca
moham eva ca pāṇḍava
na dveṣṭi sampravṛttāni
na nivṛttāni kāńkṣati

udāsīna-vad āsīno
guṇair yo na vicālyate
guṇā vartanta ity evaḿ
yo ‘vatiṣṭhati neńgate

sama-duḥkha-sukhaḥ sva-sthaḥ
sama-loṣṭāśma-kāñcanaḥ
tulya-priyāpriyo dhīras
tulya-nindātma-saḿstutiḥ

mānāpamānayos tulyas
tulyo mitrāri-pakṣayoḥ
sarvārambha-parityāgī
guṇātītaḥ sa ucyate

Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; prakāśam—penerangan; ca—dan; pravṛttim—ikatan; ca—dan; moham—khayalan; eva ca—juga; pāṇḍava—wahai putera Pāṇḍu ; na dveṣṭi—tidak benci; sampravṛttāni—walaupun sudah berkembang; na nivṛttāni—tidak juga menghentikan pengembangan; kāńkṣati—menginginkan; udāsīna-vat—seolah-olah netral; aśinaḥ—mantap; guṇaiḥ—oleh sifat-sifat; yaḥ—orang yang; na—tidak pernah; vicālyate—digoyahkan; guṇāḥ—sifat-sifat; vartante—bertindak; iti evam—dengan mengetahui demikian; yaḥ—orang yang; avatiṣṭhati—tetap; na—tidak pernah; ińgate—berkedip; sama—merata; duḥkha—dalam dukacita; sukhaḥ—dan kebahagiaan; sva-sthaḥ—dengan menjadi mantap dalam Diri-Nya; sama—dengan cara yang sama; loṣṭa—segumpal tanah; aśma—batu; kāñcanaḥ—emas; tulya—bersikap yang sama; priya—kepada yang dicintai; apriyaḥ—dan yang tidak diinginkan; dhīraḥ—mantap; tulya—sama; nindā—dalam penghinaan; ātma-saḿstutiḥ—dan pujian terhadap Diri-Nya; māna—dalam penghormatan; apamānayoḥ—dan tidak dihormati; tulyaḥ—sama; tulyaḥ—sama;mitra—tentang kawan; ari—dan musuh; pakṣayoḥ—kepada pihak-pihak; sarva—dari semua; ārambha—usaha-usaha; parityāgī—orang yang melepaskan ikatan; guṇa-atītaḥ—melampaui sifat-sifat alam material; saḥ—dia; ucyate—dikatakan sebagai.

Terjemahan

Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Wahai putera Pāṇḍu, orang yang tidak membenci penerangan, ikatan dan khayalan bila hal-hal itu ada ataupun merindukannya bila hal-hal itu lenyap; yang tidak pernah gelisah atau goyah selama ia mengalami segala reaksi sifat-sifat alam material, tetap netral dan rohani, dengan mengetahui bahwa hanya sifat-sifat itulah yang bergerak; mantap dalam sang diri dan memandang suka dan duka dengan sikap yang sama; memandang segumpal tanah, sebuah batu dan sebatang emas dengan pandangan yang sama; bersikap yang sama terhadap yang diinginkan dan yang tidak diinginkan; mantap, bersikap yang sama baik terhadap pujian maupun tuduhan, penghormatan maupun penghinaan; yang memperlakukan kawan dan musuh dengan cara yang sama; dan sudah melepaskan ikatan terhadap segala kegiatan material—orang seperti itulah dikatakan sudah melampaui sifat-sifat alam.

Penjelasan

Arjuna mengemukakan tiga pertanyaan yang berbeda, dan Krishna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu satu demi satu. Dalam ayat-ayat ini, pertama Krishna menyatakan bahwa orang yang mantap secara rohani tidak iri hati dan tidak berhasrat mendapat sesuatu. Bila makhluk hidup tinggal di dunia material ini dalam keadaan terkurung di dalam badan jasmani, harus dimengerti bahwa ia dikendalikan oleh salah satu di antara tiga sifat alam material. Bila ia sungguh-sungguh keluar dari badan, ia keluar dari cengkeraman sifat-sifat alam material. Tetapi selama ia belum keluar dari badan jasmani, sebaiknya ia bersikap netral. Hendaknya ia menekuni bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya identitasnya di dalam badan jasmani dengan sendirinya akan dilupakan. Bila seseorang sadar akan badan jasmani, ia hanya akan bertindak demi kepuasan indera-indera, tetapi bila seseorang mengalihkan kesadarannya kepada Krishna, maka kepuasan indera-indera dengan sendirinya berhenti. Seseorang tidak memerlukan badan jasmani ini, dan ia tidak perlu menerima perintah-perintah dari badan jasmani. Ciri-ciri sifat-sifat alam material dalam badan akan bertindak, tetapi sebagai roh, sang diri menyisih dari kegiatan seperti itu. Bagaimana cara ia menyisihkan diri? Ia tidak ingin menikmati badan atau ke luar dari badan. Dengan demikian, ia mantap secara rohani, dan seorang penyembah dibebaskan dengan sendiri-Nya. Ia tidak perlu berusaha untuk dibebaskan dari pengaruh sifat-sifat alam material.
Pertanyaan berikut menyangkut tingkah laku orang yang mantap secara rohani. Orang yang mantap secara material dipengaruhi oleh apa yang disebut hormat dan tidak hormat yang diberikan kepada badan, tetapi orang yang mantap secara rohani tidak dipengaruhi hormat dan tidak hormat yang bersifat palsu itu. Ia melaksanakan tugas kewajibannya dalam kesadaran Krishna, dan tidak peduli apakah seseorang menghormati atau tidak menghormati Diri-Nya. Ia menerima benda-benda yang menguntungkan untuk pelaksanaan kewajibannya dalam kesadaran Krishna, kalau tidak, ia tidak perlu menerima sesuatu yang bersifat material, baik batu maupun emas. Ia mengakui semua orang yang menolong Diri-Nya dalam pelaksanaan kesadaran Krishna sebagai kawannya yang tercinta, dan tidak membenci orang yang disebut musuhnya. Ia bersikap yang sama dan melihat segala sesuatu pada tingkat yang sama, sebab ia mengetahui secara sempurna bahwa Diri-Nya tidak mempunyai hubungan apa pun dengan kehidupan material. Hal-hal sosial dan politik tidak mempengaruhi Diri-Nya, sebab ia mengetahui keadaan goncangan dan keresahan yang bersifat sementara. Ia tidak berusaha untuk memperoleh sesuatu demi kepentingan pribadinya. Ia dapat mengusahakan apapun untuk Krishna, tetapi untuk kepentingan pribadinya, ia tidak mengusahakan sesuatu. Dengan tingkah laku seperti itu, seseorang sungguh-sungguh mantap secara rohani.

14.26
 
māḿ ca yo ‘vyabhicāreṇa
bhakti-yogena sevate
sa guṇān samatītyaitān
brahma-bhūyāya kalpate

mām—kepada-Ku; ca—juga; yaḥ—orang yang; avyabhicāreṇa—tidak pernah gagal; bhakti-yogena—oleh bhakti; sevate—mengabdikan diri; saḥ—dia; guṇān—sifat-sifat alam material; samatītya—melampaui; etān—semua ini; brahma-bhūyāya—diangkat sampai tingkat Brahman; kalpate—menjadi.

Terjemahan

Orang yang menekuni bhakti sepenuhnya, dan tidak gagal dalam segala keadaan, segera melampaui sifat-sifat alam material, dan dengan demikian mencapai tingkat Brahman.

Penjelasan

Ayat ini adalah jawaban atas pertanyaan Arjuna yang ketiga: Bagaimana cara mencapai kedudukan rohani? Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, dunia material bergerak di bawah pesona sifat-sifat alam material. Hendaknya seseorang jangan digoyahkan oleh kegiatan sifat-sifat alam; dari pada menempatkan kesadarannya ke dalam kegiatan seperti itu, ia dapat memindahkan kesadarannya kepada kegiatan Krishna. Kegiatan Krishna disebut bhakti-yoga—selalu bertindak untuk Krishna. Yang dimaksudkan di sini tidak hanya Krishna, tetapi juga berbagai penjelmaan yang berkuasa penuh dari Krishna, misalnya Rāma dan Narayana. Jumlah penjelmaan Krishna tidak terbilang. Orang yang menekuni bhakti kepada salah satu bentuk Krishna atau kepada penjelmaan-penjelmaan yang berkuasa penuh dari Krishna, dianggap sudah mantap secara rohani. Hendaknya juga diperhatikan bahwa segala bentuk Krishna bersifat rohani dan melampaui dunia ini, penuh kebahagiaan, penuh pengetahuan dan bersifat kekal. Tujuan-tujuan Tuhan Yang Maha Esa tersebut adalah Mahakuasa dan Mahatahu, dan memiliki segala sifat rohani. Karena itu, kalau seseorang menekuni bhakti kepada Krishna atau bhakti kepada penjelmaan-penjelmaan Krishna yang berkuasa penuh dengan ketabahan hati yang tidak pernah gagal, meskipun sifat-sifat alam material tersebut sulit sekali diatasi, ia dapat mengatasi sifat-sifat alam itu dengan mudah. Ini sudah dijelaskan dalam Bab Tujuh. Orang yang menyerahkan diri kepada Krishna segera melampaui pengaruh sifat-sifat alam material. Sadar akan Krishna atau bhakti berarti mencapai persamaan sifat dengan Krishna. Krishna menyatakan bahwa ciri-Nya bersifat kekal, penuh kebahagiaan dan penuh pengetahuan. Para makhluk hidup adalah bagian dari Yang Maha kuasa yang mempunyai sifat yang sama seperti Yang Mahakuasa, bagaikan butir-butir emas yang merupakan bagian dari pertambangan emas. Karena itu, makhluk hidup dalam kedudukan rohaninya sama dengan emas, dan mempunyai persamaan sifat dengan Krishna. Perbedaan individualitas tetap ada, kalau tidak, tidak mungkin ada bhakti-yoga. Bhakti-yoga berarti ada Tuhan Yang Maha Esa, ada seorang penyembah dan kegiatan cinta-bhakti yang bertimbal balik antara Tuhan Yang Maha Esa dan seorang penyembah. Karena itu, individualitas dua kepribadian tetap ada dalam kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan kepribadian individual, kalau tidak, bhakti-yoga tidak ada artinya. Kalau seseorang belum mantap dalam kedudukan rohani yang sama seperti Tuhan, ia tidak dapat mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk menjadi pembantu pribadi seorang rājā , terlebih dahulu seseorang harus memperoleh kwalifikasi. Jadi, kwalifikasi ialah menjadi Brahman, atau bebas dari segala pengaruh material. Dinyatakan dalam kesusasteraan Veda, brahmaiva san brahmapy eti. Seseorang dapat mencapai Brahman Yang Paling Utama dengan cara menjadi Brahman. Ini berarti bahwa seseorang harus memperoleh persatuan sifat dengan Brahman. Dengan mencapai Brahman, seseorang tidak kehilangan identitas Brahmannya yang kekal sebagai roh individual.

14.27
 
brahmaṇo hi pratiṣṭhāham
amṛtasyāvyayāsya ca
śāśvatasya ca dharmasya
sukhasyaikāntikasya ca

brahmaṇaḥ—dari brahmajyoti yang tidak bersifat pribadi; hi—pasti; prātiṣṭha—sandaran; aham—Aku adalah; amṛtasya—dari yang tidak mati; avyayāsya—dari yang tidak dapat dimusnahkan; ca—juga; śāśvatasya—dari yang bersifat kekal; ca—dan; dharmasya—dari kedudukan dasar; sukhasya—dari kebahagiaan; aikāntikasya—paling tinggi; ca—juga.

Terjemahan

Aku adalah sandaran Brahman yang tidak bersifat pribadi, yang bersifat kekal, tidak pernah mati, tidak dapat dimusnahkan dan bersifat kekal, kedudukan dasar kebahagiaan yang paling tinggi.

Penjelasan

Kedudukan dasar Brahman ialah keadaan bebas dari kematian, bebas dari kemusnahan, kekal dan bahagia. Brahman adalah awal keinsafan rohani. Paramatma, Roh Yang Utama, adalah tahap kedua atau tahap pertengahan dalam keinsafan rohani, dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah keinsafan tertinggi Kebenaran Mutlak. Karena itu, baik Paramatma maupun Brahman yang tidak bersifat pribadi berada di dalam Kepribadian Yang Paling Utama. Dinyatakan dalam Bab Tujuh bahwa alam material adalah perwujudan tenaga rendah Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Maha Esa menghamilkan alam material yang bersifat rendah dengan butir-butir dari alam utama, dan itulah sentuhan rohani di dalam alam material. Bila makhluk hidup yang diikat oleh alam material mulai mengembangkan pengetahuan rohani, ia mengangkat Diri-Nya dari kedudukan kehidupan material dan berangsur-angsur naik sampai paham Brahman terhadap Yang Mahakuasa. Tercapainya paham hidup Brahman tersebut adalah tahap pertama dalam keinsafan diri. Pada tingkat ini, orang yang sudah menginsafi Brahman melampaui kedudukan material, tetapi sebenarnya ia belum sempurna dalam keinsafan Brahman. Kalau ia menginginkan demikian, ia dapat menetap pada kedudukan Brahman, kemudian berangsur-angsur naik sampai keinsafan Paramatma kemudian sampai keinsafan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ada banyak contoh mengenai hal ini dalam kesusasteraan Veda. Pada permulaan, empat -Kumara mantap dalam paham kebenaran Brahman yang tidak bersifat pribadi, tetapi kemudian berangsur-angsur mereka naik sampai tingkat bhakti. Orang yang tidak dapat mengangkat diri sampai melampaui paham Brahman yang tidak bersifat pribadi mengambil resiko bahwa Diri-Nya akan jatuh. Dalam Srimad-Bhagavatam, dinyatakan bahwa meskipun seseorang naik sampai tingkat Brahman yang tidak bersifat pribadi, namun kalau ia tidak maju lebih lanjut dan belum memiliki keterangan apa pun tentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasannya masih belum jernih secara sempurna. Karena itu walaupun ia diangkat sampai tingkat Brahman, ada kemungkinan ia akan jatuh kalau ia belum tekun dalam bhakti kepada Tuhan. Dalam bahasa Veda, juga dinyatakan, raso vai sah, rasam hyevayam labdhvānandi bhavati: Bila seseorang mengerti Kepribadian Tuhan Yang Mahaesa, sumber kebahagiaan, Krishna, ia sungguh-sungguh menjadi penuh kebahagiaan rohani” (Taittiriya Upanisad 2.7.1). Tuhan Yang Maha Esa memiliki enam jenis kehebatan sepenuhnya, dan bila seseorang penyembah mendekati Tuhan Yang Mahaesa ada penukaran enam jenis kehebatan tersebut. Seorang abdi rājā  menikmati hampir sejajar dengan rājā . Karena itu, kebahagiaan yang kekal, kebahagiaan yang tidak dapat dimusnahkan, serta kehidupan yang kekal mengiringi bhakti. Karena itu, keinsafan terhadap Brahman, atau kekekalan, atau yang tidak dapat dimusnahkan, terkandung dalam bhakti. Sifat-sifat tersebut sudah dimiliki oleh orang yang menekuni bhakti.
Walaupun makhluk hidup bersifat Brahman, ia ingin berkuasa atas alam dunia material, dan karena inilah ia jatuh. Dalam kedudukan dasarnya, makhluk hidup berada di atas tiga sifat alam material, tetapi pergaulan dengan alam material melibatkan Diri-Nya dalam berbagai sifat alam material—kebaikan, nafsu dan kebodohan. Oleh karena pergaulan dengan tiga sifat tersebut, ia ingin berkuasa atas dunia material. Dengan menekuni bhakti dalam kesadaran Krishna sepenuhnya, ia segera mantap dalam kedudukan rohani, dan keinginan yang tidak sah dalam hatinya untuk mengendalikan alam material dihilangkan. Karena itu, proses bhakti, mulai dengan mendengar, memuji, ingat—sembilan cara yang dianjurkan untuk menginsafi bhakti—hendaknya dipraktekkan dalam pergaulan dengan para penyembah. Berangsur-angsur, pergaulan seperti itu, dengan pengarahan dari guru kerohanian, keinginan material dalam hati seseorang untuk berkuasa dihilangkan, dan ia menjadi mantap dengan teguh dalam cinta-bhakti kepada Tuhan. Cara tersebut dianjurkan dari ayat dua puluh dua sampai ayat terakhir dalam bab ini. Bhakti kepada Tuhan sederhana sekali: Hendaknya seseorang selalu menekuni bhakti kepada Tuhan, makan sisa makanan yang sudah dipersembahkan kepada Krishna, mencium bunga yang sudah dipersembahkan kepada kaki padma Tuhan, melihat tempat-tempat Tuhan melakukan kegiatan rohani -Nya, membaca tentang berbagai kegiatan Tuhan, cinta bhakti yang bertimbal balik antara Tuhan dan para penyembah-Nya, selalu mengucapkan getaran rohani Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare/ Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare, dan mengikuti hari-hari puasa yang memperingati muncul dan menghilangnya penjelmaan-penjelmaan Tuhan dan para penyembah-Nya. Dengan mengikuti proses seperti itu, seseorang dibebaskan sepenuhnya dari ikatan terhadap segala kegiatan material. Orang yang dapat menjadi mantap dalam brahmajyoti atau berbagai paham Brahman mencapai persamaan sifat dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.

Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta mengenai Bab Empat belas Srimad Bhagavad-gita perihal Tiga Sifat Alam Material.”

Sampaikanlah Doa dengan tulisan yang baik, benar dan lengkap. Sampunang disingkat-singkat!

Berbagai Sumber | Google Images | Youtube | Support become Patreon
Tag: dewatanawasanga, Blogger, bali, satuskutus offering, love, quotes, happy, true, smile, success, word, history, beautiful, culture, tradition, love, smile, prayer, weda, hindu, spiritual,

agungsujana

Recent Posts

Pura Pengubengan – Besakih

Pura Pengubengan - Besakih Pura Pengubengan ini letaknya ke utara dari Pura Penataran Agung melalui…

3 years ago

Sanghyang Tumuwuh

Sanghyang Tumuwuh di Pura Batukaru Avir Vai nama devata, rtena-aste parivrta, tasya rupena-ime vrksah, harita…

3 years ago

Arya Kenceng

Arya Kenceng Arya Kenceng adalah seorang kesatria dari Majapahit yang turut serta dalam ekspedisi penaklukan…

3 years ago

Pura Andakasa

Pura Andakasa Pura Andakasa adalah pura Kahyangan Jagat, yang merupakan deretan pura utama yang ada…

4 years ago

Pura Pucak Bukit Sangkur

Pura Pucak Bukit Sangkur Pura Luhur Pucak Bukit Sangkur adalah ada Di Desa Pakraman Kembang…

4 years ago

Pura Luhur Besikalung

Pura Luhur Besikalung Pura Luhur Besikalung berlokasi di daerah pegunungan di lereng gunung bagian selatan…

4 years ago