Categories: Bhagawad Gita

Bhagavad Gita – Samkhya Yoga Sansekerta – Terjemahan Indonesia Bab 2

Samkhya Yoga
Bab2

Ringakasan Bhagavad Gita

2.1
sañjaya uvāca
taḿ tathā kṛpayāviṣṭam
aśru-pūrṇākulekṣaṇam
viṣīdantam idaḿ vākyam
uvāca madhusūdanaḥ

sañjayaḥ uvāca—Sañjaya berkata; tam—kepada Arjuna; tathā—demikian; kṛpayā—oleh kasih sayang; āviṣṭam—tergugah; aśru-pūrṇa-ākula—penuh dengan air mata; īkṣaṇam—mata; viṣīdantam—menyesal; idam—ini; vākyam—kata-kata; uvāca—bersabda; Madhusūdanaḥ—pembunuh Madhu.

Terjemahan
Sañjaya berkata: setelah melihat Arjuna tergugah rasa kasih sayang dan murung, matanya penuh air mata, Madhusūdana, Krishna, bersabda sebagai berikut.

Penjelasan
Kasih sayang material, penyesalan dan air mata semuanya adalah tanda-tanda kebodohan terhadap diri yang sejati. Kasih sayang terhadap sang roh yang kekal adalah keinsafan diri. Kata Madhusūdana” bermakna dalam ayat ini. Dahulu kala Sri Krishna membunuh raksasa bernama Madhu. Sekarang Arjuna ingin supaya Krishna membunuh sifat keraksasaan yang telah menguasai Diri-Nya yang berupa kesalahpahaman dalam pelaksanaan kewajibannya. Tiada seorang pun mengetahui di mana kasih sayang harus digunakan. Kasih sayang terhadap pakaian yang disandang orang yang sedang tenggelam tidaklah masuk akal. Orang yang telah jatuh ke dalam lautan kebodohan tidak dapat diselamatkan hanya dengan menyelamatkan pakaian lahiriahnya—yaitu badan jasmani yang kasar. Orang yang tidak mengetahui hal ini dan menyesal karena pakaian lahiriah disebut sudra, atau orang yang menyesal bila penyesalan tidak diperlukan. Arjuna adalah seorang ksatriya, dan tingkah laku seperti ini tidak pantas bagi Arjuna. Akan tetapi, Sri Krishna dapat menghilangkan penyesalan orang yang bodoh, dan karena inilah Bhagavad-gita disabdakan oleh Beliau. Bab ini memberikan pelajaran kepada kita tentang keinsafan diri dengan mempelajari badan jasmani dan sang roh secara analisis, sebagaimana dijelaskan oleh penguasa yang paling tinggi, Sri Krishna. Keinsafan tersebut dimungkinkan apabila seseorang bekerja tanpa ikatan terhadap hasil atau pahala dan mantap dalam paham yang tetap tentang sang diri yang sejati.

2.2
śrī-bhagavān uvāca
kutas tvā kaśmalam idaḿ
viṣame samupasthitam
anārya-juṣṭam asvargyam
akīrti-karam Arjuna

Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; kutaḥ—darimana; tvā—kepada engkau; kaśmalam—hal-hal yang kotor; idam—penyesalan ini; viṣame—pada saat krisis ini; samupasthitam—tiba; anārya—orang yang tidak mengetahui nilai hidup; juṣṭam—dipraktekkan oleh; asvargyam—yang tidak membawa seseorang ke planet-planet yang lebih tinggi; akīrti—penghinaan; karam—penyebab; Arjuna—wahai Arjuna.

Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Arjuna yang baik hati, bagaimana sampai hal-hal yang kotor ini menghinggapi dirimu? Hal-hal ini sama sekali tidak pantas bagi orang yang mengetahui nilai hidup. Hal-hal seperti itu tidak membawa seseorang ke planet-planet yang lebih tinggi, melainkan menjerumuskan Diri-Nya ke dalam penghinaan.

Penjelasan
Krishna dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah identik. Karena itu Sri Krishna disebut Bhagavan di seluruh Bhagavad-gita. Bhagavan adalah hal yang tertinggi dalam Kebenaran Mutlak. Kebenaran Mutlak diinsafi dalam tiga tahap pengertian, yaitu Brahman, atau kerohanian yang berada di mana-mana dan tidak bersifat pribadi; paramatma, atau aspek Yang Mahakuasa yang berada di suatu tempat tertentu di dalam hati setiap makhluk hidup; dan Bhagavan, atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna. Dalam Srimad-Bhagavatam (1.2.11) paham tentang Kebenaran Mutlak tersebut dijelaskan sebagai berikut:

vādānti tat tattva-vidas
tattvaḿ yaj jñānam advayam
brahmeti paramātmeti
bhagavān iti śabdyate

Kebenaran Mutlak diinsafi dalam tiga tahap pengertian oleh orang yang mengenal Kebenaran Mutlak, dan semuanya identik. Tahap-tahap Kebenaran Mutlak tersebut diungkapkan sebagai Brahman, Paramatma, dan Bhagavan.” Tiga aspek rohani tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan contoh matahari, yang juga mempunyai tiga aspek yang berbeda, yaitu, sinar matahari, permukaan matahari dan planet matahari sendiri. Orang yang hanya mempelajari sinar matahari adalah murid pada tahap mulai belajar. Orang yang mengerti tentang permukaan matahari lebih maju. Orang yang dapat masuk ke dalam planet-planet matahari adalah murid tertinggi. Murid-murid biasa yang puas hanya dengan mengerti tentang sinar matahari—yaitu sinar matahari berada di mana-mana dan cahaya sifat bukan pribadinya yang menyilaukan—dapat dibandingkan dengan orang yang hanya menginsafi aspek Brahman dari Kebenaran Mutlak. Seorang murid yang lebih maju dapat mengenal bola matahari, yang diumpamakan sebagai pengetahuan tentang aspek Paramatma dari Kebenaran Mutlak. Seorang murid yang dapat masuk ke dalam inti planet matahari, yang diumpamakan sebagai orang yang menginsafi aspekaspek pribadi Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama. Karena itu, para bhakta atau para rohaniwan yang sudah menginsafi aspek Bhagavan Kebenaran Mutlak adalah Rohaniwan-rohaniwan tertinggi, kendatipun semua murid yang tekun mempelajari Kebenaran Mutlak sedang menekuni mata pelajaran yang sama. Sinar matahari, bola matahari dan kegiatan di dalam planet matahari tidak dapat dipisahkan satu sama lain, namun para siswa yang masing-masing mempelajari tiga tahap yang berbeda tersebut tidak termasuk golongan yang sama.
Kata bhagavan dalam bahasa Sansekerta dijelaskan oleh penguasa yang mulia yang bernama Parasara Muni, ayah Vyasadeva. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki segala kekayaan, segala kekuatan, segala kemasyhuran, segala ketām panan, segala pengetahuan dan segala ketidakterikatan disebut Bhagavan. Ada banyak orang yang kaya sekali, perkasa sekali, tampan sekali, terkenal sekali, bijaksana sekali, dan sangat tidak terikat, namun tiada seorangpun yang dapat mengatakan bahwa ia mempunyai segala kekuatan, segala kekayaan, dan sebagainya, sepenuhnya. Hanya Krishna yang dapat mengatakan demikian karena Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Tiada satu kepribadian pun, termasuk Brahma, Siva, atau Narayana, yang dapat memiliki kehebatan sepenuhnya seperti Krishna. Karena itu, dalam Brahma-samhita Dewa Brahma sendiri menyimpulkan bahwa Sri Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Tiada seorangpun yang sejajar apalagi lebih tinggi daripada Beliau. Krishna adalah Tuhan Yang Mahaabadi, atau Bhagavan yang terkenal sebagai Govinda, dan Krishna adalah sebab segala sebab.

īśvaraḥ paramaḥ kṛṣṇaḥ
sac-cid-ānanda-vigrahaḥ
anādir ādir govindaḥ
sarva-kāraṇa-kāraṇam

Ada banyak kepribadian yang memiliki sifat-sifat Bhagavan, namun Krishna adalah Yang Paling Tinggi, karena tiada seorangpun yang dapat melampaui Beliau. Krishna adalah Kepribadian Yang Paling Utama, dan badan Krishna kekal, penuh pengetahuan dan kebahagiaan. Krishna adalah Tuhan Yang Mahaabadi, Sri Govinda dan sebab segala sebab.” (Brahma-samhita 5.1)
Dalam Bhagavatam juga tercantum daftar penjelmaan-penjelmaan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Krishna dinyatakan sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang asli. Banyak sekali penjelmaan dan Kepribadian Tuhan yang menjelma dari Beliau:

ete cāḿśa-kalāḥ puḿsaḥ
kṛṣṇas tu bhagavān svayam
indrāri-vyākulaḿ lokaḿ
mṛḍayanti yuge yuge

Segala daftar penjelmaan-penjelmaan Tuhan Yang Maha Esa yang dikemukakan di sini adalah bagian-bagian yang berkuasa penuh atau bagian-bagian dari bagian-bagian yang berkuasa penuh dari Tuhan Yang Maha Esa, tetapi Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sendiri.” (Bhag. 1.3.28)
Karena itu, Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang asli, Kebenaran Mutlak, sumber Roh Yang Utama dan Brahman yang tidak bersifat pribadi.
Di hadapan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, penyesalan Arjuna tentang sanak keluarganya tentu saja tidak pantas. Karena itu, Krishna mengungkapkan rasa heran dengan kata kutaḥ, yang berarti darimana.” Hal-hal yang kotor seperti itu tidak pernah diharapkan dari orang yang termasuk golongan Arya. Kata Arya digunakan bagi orang yang mengetahui nilai hidup dan mempunyai peradaban berdasarkan keinsafan rohani. Orang yang dibawa oleh paham hidup material tidak mengetahui bahwa tujuan hidup adalah keinsafan terhadap Kebenaran Mutlak, Visnu, atau Bhagavan, dan hati mereka dipikat oleh ciri-ciri lahiriah dunia material. Karena itu, mereka tidak mengetahui apa arti pembebasan. Orang yang tidak mempunyai pengetahuan tentang pembebasan dari ikatan material disebut orang yang bukan Arya. Walaupun Arjuna adalah seorang ksatriya, dia menyimpang dari tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan baginya dengan menolak bertempur. Dinyatakan bahwa perbuatan yang bersifat pengecut seperti itu hanya pantas bagi orang yang bukan Arya. Menyimpang dari kewajiban seperti itu tidak membantu seseorang dalam kemajuan kehidupan rohani. Menyimpang dari kewajiban juga tidak memberi kesempatan menjadi terkenal di dunia ini. Sri Krishna tidak menyetujui apa yang hanya namanya saja kasih sayang Arjuna terhadap sanak keluarganya.

2.3
klaibyaḿ mā sma gamaḥ pārtha
naitat tvayy upapadyate
kṣudraḿ hṛdaya-daurbalyaḿ
tyaktvottiṣṭha parantapa

klaibyam—kelemahan; mā sma—jangan; gamaḥ—mulai mengikuti; pārtha—wahai putera Pṛthā; na—tidak pernah; etat—ini; tvayi—kepada engkau; upadyate—pantas; kṣudram—remeh; hṛdaya—dari hati; daurbalyam—kelemahan; tyaktvā—meninggalkan; uttiṣṭha—bangun; param-tapa—wahai penghukum musuh.

Terjemahan
Wahai putera Pṛthā, jangan menyerah kepada kelemahan yang hina ini. Itu tidak pantas bagimu. Tinggalkanlah kelemahan hati yang remeh itu dan bangunlah, wahai yang menghukum musuh.

Penjelasan
Arjuna disebut putera Pṛthā, dan Pṛthā adalah adik Vasudeva, ayah Krishna. Karena itu, Arjuna mempunyai hubungan keluarga dengan Krishna. Kalau putera seorang ksatriya menolak bertempur, ia hanya ksatriya dalam nama saja, dan kalau putera seorang brahmaṇā bertindak dengan cara yang tidak suci, ia hanya brahmaṇā dalam nama saja. Ksatriya-ksatriya dan brahmaṇā-brahmaṇā seperti itu adalah Putera-putera yang tidak pantas bagi ayah-ayahnya; karena itu, Krishna tidak menginginkan agar Arjuna menjadi putera ksatriya yang tidak pantas. Arjuna adalah kawan Krishna yang paling dekat, dan secara langsung Krishna membimbing Arjuna di atas kereta, tetapi walaupun ada segala hal yang menguntungkan seperti itu, kalau Arjuna meninggalkan medan perang, ia akan melakukan perbuatan yang hina. Karena itu, Krishna menyatakan bahwa kalau Arjuna bersikap seperti itu, maka itu tidak cocok dengan watak Arjuna. Mungkin Arjuna mengatakan bahwa dia akan meninggalkan medan perang berdasarkan sikap murah hati terhadap Bhīṣma yang paling dihormati beserta sanak keluarganya, tetapi Krishna menganggap sikap murah hati seperti itu hanya merupakan kelemahan hati belaka. Sikap murah hati yang palsu seperti itu tidak dibenarkan oleh penguasa manapun. Karena itu, sikap murah hati seperti itu ataupun apa yang disebut tidak melakukan kekerasan hendaknya ditinggalkan oleh orang seperti Arjuna di bawah bimbingan Krishna secara langsung.

2.4
Arjuna uvāca
kathaḿ bhīṣmam ahaḿ sańkhye
droṇaḿ ca madhusūdana
iṣubhiḥ pratiyotsyāmi
pūjārhāv ari-sūdana

Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; katham—bagaimana; Bhīṣmām—Bhīṣma; aham—saya; sańkhye—dalam pertempuran; droṇam—Drona; ca—juga; Madhusūdana—o Pembunuh Madhu; iṣubhiḥ—dengan anak panah; pratiyotsyāmi—akan membalas serangan; pūjā-arhau—mereka yang patut disembah; ari-sūdana—o Pembunuh musuh.

Terjemahan
Arjuna berkata: O Pembunuh musuh, o Pembunuh Madhu, bagaimana saya dapat membalas serangan orang seperti Bhīṣma dan Drona dengan panah pada medan perang, padahal seharusnya saya menyembah mereka?

Penjelasan
Atasan-atasan yang patut dihormati seperti Bhīṣma sebagai kakek dan Dronacarya sebagai guru selalu patut disembah. Kalaupun mereka menyerang, hendaknya serangan mereka tidak dibalas. Etika umum ialah bahwa orang tidak boleh bertengkar melawan atasan bahkan dengan kata-kata sekalipun. Kalaupun kadang-kadang tingkah laku mereka keras, sebaiknya mereka jangan diperlakukan dengan keras. Jadi, bagaimana mungkin Arjuna membalas serangan mereka? Apakah Krishna tega menyerang kakek-Nya Sendiri yang bernama Ugrasena, atau guru-Nya yang bernama Sandipani Muni? Inilah beberapa argumentasi yang dikemukakan oleh Arjuna kepada Krishna.

2.5
gurūn ahatvā hi mahānubhāvān
śreyo bhoktuḿ bhaikṣyam apīha loke
hatvārtha-kāmāḿs tu gurūn ihaiva
bhuñjīya bhogān rudhira-pradigdhān

gurūn—para atasan; ahatvā—tidak membunuh; hi—pasti; mahā-anubhāvān—roh-roh mulia; śreyaḥ—lebih baik; bhoktum—menikmati hidup; bhaikṣyam—dengan mengemis; api—walaupun; iha—dalam hidup ini; loke—di dunia ini; hatvā—membunuh; artha—keuntungan; kāmān—menginginkan; tu—tetapi; gurūn—para atasan; iha—di dunia ini; evā—pasti; bhuñjīya—seseorang harus menikmati; bhogān—hal-hal yang dapat dinikmati; rudhira—darah; pradigdhān—ternoda dengan.

Terjemahan
Lebih baik saya hidup di dunia ini dengan cara mengemis daripada hidup sesudah mencabut nyawa roh-roh mulia seperti itu, yaitu guru-guru saya. Kendatipun mereka menginginkan keuntungan duniawi, mereka tetap atasan. Kalau mereka terbunuh, segala sesuatu yang kita nikmati akan ternoda dengan darah.

Penjelasan
Menurut aturan Kitab Suci, seorang guru yang melakukan perbuatan yang jijik dan telah kehilangan rasa untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk patut ditinggalkan. Bhīṣma dan Drona diwajibkan ikut pihak Duryodhana karena bantuan dana Duryodhana, walaupun seharusnya mereka tidak menerima kedudukan seperti itu hanya berdasarkan pertimbangan keuangan. Oleh karena keadaan seperti itu, mereka kehilangan kedudukan mereka yang patut dihormati sebagai guru-guru. Tetapi Arjuna berpikir walaupun mereka seperti itu, mereka tetap atasannya. Karena itu, menikmati keuntungan material sesudah membunuh mereka berarti menikmati harta yang ternoda dengan darah.

2.6
na caitad vidmaḥ kataran no garīyo
yad vā jayema yadi vā no jayeyuḥ
yān eva hatvā na jijīviṣāmas
te ‘vasthitāḥ pramukhe dhārtarāṣṭrāḥ

na—tidak juga; ca—juga; etat—ini; vidmaḥ—kita mengetahui; katarat—yang mana; naḥ—bagi kita; garīyaḥ—lebih baik; yat vā—apakah; jayema—kita dapat merebut; yādi—kalau; vā—atau; naḥ—kita; jayeyuḥ—mereka merebut; yān—orang yang; evā—pasti; hatvā—dengan membunuh; na—tidak pernah; jijīviṣāmaḥ—kita akan mau hidup; te—semuanya; avasthitāḥ—berada; pramukhe—di depan; dhārtarāṣṭrāḥ—para putera Dhṛtarāṣṭra.

Terjemahan
Kita juga tidak mengetahui mana yang lebih baik—mengalahkan mereka atau dikalahkan oleh mereka. Kalau kita membunuh para putera Dhṛtarāṣṭra, kita tidak mau hidup. Namun mereka sekarang berdiri di hadapan kita di medan perang.

Penjelasan
Arjuna tidak tahu apakah ia harus bertempur dan mengambil resiko kekerasan yang tidak diperlukan, walaupun bertempur adalah kewajiban bagi ksatriya, ataukah sebaiknya ia menghindari pertempuran dan hidup dengan cara mengemis. Kalau dia tidak mengalahkan musuh, maka tinggal mengemis saja sebagai satu-satunya mata pencahariannya. Kemenangan juga tidak dapat dipastikan, sebab kedua belah pihak memiliki peluang yang sama pada akhirnya. Kalaupun kejayaan menantikan mereka (dan tujuan mereka dibenarkan), namun, kalau para putera Dhṛtarāṣṭra gugur dalam perang, sulit sekali mereka hidup tanpa para putera Dhṛtarāṣṭra. Keadaan seperti itu, juga akan merupakan sejenis kekalahan bagi mereka. Segala pertimbangan Arjuna tersebut membuktikan dengan pasti bahwa Arjuna bukan hanya seorang penyembah Tuhan yang mulia, tetapi juga sudah dibebaskan dari kebodohan dan sudah mengendalikan pikiran dan indera-indera sepenuhnya. Keinginan Arjuna untuk hidup dengan cara mengemis, walau pun dia lahir dalam keluarga kerajaan , adalah tanda lain ketidakterikatannya. Arjuna sungguh-sungguh saleh, sebagaimana ditunjukkan oleh sifat-sifat tersebut serta keyakinannya terhadap sabda pelajaran Sri Krishna (guru kerohaniannya). Disimpulkan bahwa Arjuna memenuhi syarat untuk mencapai pembebasan. Kalau indera-indera belum dikendalikan, maka tidak mungkin seseorang naik tingkat sampai tingkat pengetahuan, dan tanpa pengetahuan dan bhakti, tidak mungkin seseorang mencapai pembebasan. Arjuna memenuhi syarat dalam segala sifat itu, di samping sifat-sifatnya yang mulia dalam hubungan-hubungan materialnya.

2.7
kārpaṇya-doṣopahata-svabhāvaḥ
pṛcchāmi tvāḿ dharma-sammūḍha-cetāḥ
yac chreyaḥ syān niścitaḿ brūhi tan me
śiṣyas te ‘haḿ śādhi māḿ tvāḿ prapannam

kārpaṇya—sifat pelit; doṣa—oleh kelemahan; upahata—penderita; sva-bhāvaḥ—ciri-ciri; pṛcchāmi—hamba bertanya; tvām—kepada Anda; dharma—dharma; sammūḍha—dibingungkan; cetāḥ—di dalam hati; yat—apa; śreyaḥ—segala kebaikan; syāt—dapat terjadi; niścitam—dengan keyakinan; brūhi—beritahukan; tat—itu; me—kepada hamba; śiṣyaḥ—murid; te—milik Anda; aham—hamba adalah; śādhi—ajarkan saja; mām—hamba; tvām—kepada Anda; prapannam—menyerahkan diri.

Terjemahan
Sekarang hamba kebingungan tentang kewajiban hamba dan sudah kehilangan segala ketenangan karena kelemahan yang picik. Dalam keadaan ini, hamba mohon agar Anda memberitahukan dengan pasti apa yang paling baik untuk hamba. Sekarang hamba menjadi murid Anda, dan roh yang sudah menyerahkan diri kepada Anda. Mohon memberi pelajaran kepada hamba.

Penjelasan
Menurut cara alam sendiri, sistem kegiatan material yang lengkap adalah sumber kebingungan bagi semua orang. Orang kebingungan pada setiap langkah. Karena itu, seyogyanya seseorang mendekati guru kerohanian yang dapat dipercaya dan dapat memberi bimbingan yang benar guna melaksanakan tujuan hidup. Semua kesusasteraan Veda memberi nasehat agar kita mendekati guru kerohanian yang dapat dipercaya untuk dibebas kan dari hal-hal yang membingungkan dalam hidup yang timbul meskipun kita tidak menginginkannya. Hal-hal tersebut seperti kebakaran di hutan, entah bagaimana api berkobar tanpa dinyalakan oleh siapapun. Begitu pula, keadaan di dunia ini sedemikian rupa sehingga hal-hal yang membingungkan dalam hidup muncul dengan sendirinya, walaupun kita tidak menginginkan kekacauan seperti itu. Tidak seorangpun menginginkan kebakaran, namun kebakaran terjadi juga dan kita bingung. Karena itu, kebijaksanaan Veda menasehatkan bahwa kita harus mendekati seorang guru kerohanian dalam garis perguruan untuk memecahkan hal-hal yang membingungkan dalam hidup dan mengerti ilmu pengetahuan penyelesaian masalah-masalah itu. Orang yang sudah mempunyai guru kerohanian yang dapat dipercaya seharusnya sudah mengetahui segala sesuatu. Karena itu, sebaiknya orang tidak tetap tinggal di dalam kebingungan material tetapi lebih baik mendekati seorang guru kerohanian yang dapat dipercaya. Inilah arti ayat ini.
Siapakah orang dalam kebingungan material? Orang yang kebingungan ialah orang yang belum mengerti masalah hidup. Dalam Brhad-aranyaka Upanisad (3.8.10) orang yang kebingungan diuraikan sebagai berikut: yo va etad akṣaramgargi aviditvāsmal lokāt praiti sa krpanah. Orang yang tidak memecahkan masalah-masalah hidup selama ia menjadi manusia dan dengan demikian meninggal dunia seperti anjing dan kucing, tanpa mengerti ilmu pengetahuan keinsafan diri, adalah orang pelit.” Bentuk kehidupan manusia ini adalah harta yang paling berharga bagi makhluk hidup, karena dapat di gunakan untuk memecahkan masalah-masalah hidup. Karena itu, orang yang tidak menggunakan kesempatan ini dengan sebenarnya adalah orang pelit. Sebaliknya, ada brahmaṇā atau orang yang cukup cerdas untuk mengguna kan badan ini untuk memecahkan segala masalah kehidupan. Ya etad aksa ram gargi viditvāsmal lokāt praiti sa brahmaṇaḥ.
Para krpana, atau orang-orang pelit, memboroskan waktunya dengan cara terlalu menyayangi keluarga, masyarakat, negeri, dan sebagainya dalam paham hidup material. Orang sering terlalu terikat kepada hidup keluarga, yaitu terhadap isteri, anak-anak dan anggota keluarga lainnya, berdasarkan penyakit kulit.” Seorang krpana berpikir bahwa dia sanggup melindungi Anggota-anggota keluarganya terhadap kematian; atau seorang krpana berpikir bahwa keluarga atau masyarakatnya dapat menyelamatkan Diri-Nya dari ancaman maut. Ikatan keluarga seperti itu juga dapat ditemukan di kalangan binatang-binatang yang rendah yang juga memelihara anak-anaknya. Arjuna cerdas, karena itu dia dapat mengerti bahwa kasih sayang terhadap anggota keluarganya dan keinginannya untuk melindungi mereka terhadap kematian adalah sumber kebingungannya. Walaupun ia dapat mengerti bahwa kewajibannya untuk bertempur menantikannya, namun, karena kelemahan berupa pelit, Arjuna tidak dapat melaksanakan kewajibankewajiban itu. Karena itu, Arjuna bertanya kepada Krishna, guru kerohanian yang paling utama, untuk mencapai penyelesaian yang pasti. Arjuna menyerahkan Diri-Nya kepa da Krishna sebagai murid. Arjuna ingin menghentikan percakapan yang ramah. Percakapan antara guru dan murid adalah percakapan yang serius, dan sekarang Arjuna ingin berbicara dengan cara yang serius sekali di hadapanseorang guru kerohanian yang diakui. Karena itu, Krishna adalah guru kerohanian ilmu pengetahuan Bhagavad-gita, dan Arjuna adalah murid pertama untuk mengerti Bhagavad-gita. Bagaimana cara Arjuna mengerti Bhagavad-gita dinyatakan dalam Bhagavad-gita sendiri. Namun, sarjana-sarjana duniawi yang bodoh menjelaskan bahwa seseorang tidak perlu menyerahkan diri kepada Krishna sebagai kepribadian, melainkan kepada yang tidak dilahirkan yang ada di dalam Krishna.” Tidak ada perbedaan antara di dalam Krishna dan di luar Krishna. Orang yang tidak dapat memahami pengertian tersebut adalah orang yang paling bodoh dalam usaha mengerti Bhagavad-gita.

2.8
na hi prapaśyāmi mamāpanudyād
yac chokam ucchoṣaṇam indriyāṇām
avāpya bhūmāv asapatnam ṛddhaḿ
rājyaḿ surāṇām api cādhipatyam

na—tidak; hi—pasti; prapaśyāmi—dapat hamba lihat; mama—milik hamba; apanudyāt—dapat menghilangkan; yat—itu yang; śokam—penyesalan; ucchoṣaṇam—mengeringkan; indriyāṇām—milik indera-indera; avāpya—mencapai; bhūmau—di bumi; asapatnam—yang tiada taranya; ṛddham—makmur; rājyam—kerajaan; surāṇām—milik para dewa; api—walaupun; ca—juga; ādhipatyam—kekuasaan.

Terjemahan
Hamba tidak dapat menemukan cara untuk menghilangkan rasa sedih ini yang menyebabkan indera-indera hamba menjadi kering. Hamba tidak akan dapat menghilangkan rasa itu, meskipun hamba memenangkan kerajaan yang makmur yang tiada taranya di bumi ini dengan kedaulatan seperti para dewa di surga.

Penjelasan
Walaupun Arjuna mengemukakan begitu banyak argumentasi berdasarkan pengetahuan tentang prinsip-prinsip keagamaan dan rumus-rumus moral, kelihatannya Arjuna tidak sanggup memecahkan masalah yang sebenarnya tanpa bantuan dari guru kerohaniannya, yaitu Sri Krishna. Arjuna dapat mengerti bahwa apa yang hanya namanya saja pengetahuan tidak akan berguna dalam menghilangkan masalah-masalah yang dihadapinya, yang menyebabkan seluruh kehidupannya menjadi kering. Arjuna tidak mungkin memecahkan masalah-masalah yang membingungkan tersebut tanpa bantuan dari seorang guru kerohanian seperti Sri Krishna. Pengetahuan dari perguruan tinggi, kesarjanaan, jabatan yang tinggi, dan sebagainya semua tidak berguna dalam memecahkan masalah-masalah hidup. Bantuan hanya dapat diberikan oleh seorang guru kerohanian seperti Krishna. Karena itu, kesimpulannya adalah bahwa seorang guru kerohanian yang seratus persen sadar akan Krishna adalah guru kerohanian yang dapat dipercaya, sebab beliau dapat memecahkan masalah-masalah hidup. Sri Caitanya menyatakan bahwa orang yang sudah menguasai ilmu pengetahuan Kesadaran Krishna adalah guru kerohanian yang sejati, apapun kedudukannya dalam masyarakat

kibā vipra, kibā nyāsī, śūdra kene naya
yei kṛṣṇa-tattva-vettā, sei ‘guru’ haya

Tidak menjadi soal apakah seseorang menjadi vipra (sarjana yang berpengetahuan tentang kebijaksanaan Veda) atau dilahirkan dalam keluarga yang lebih rendah, atau berada pada tingkat melepaskan ikatan terhadap hal-hal duniawi dalam hidup—kalau ia menguasai ilmu pengetahuan tentang Krishna, ia menjadi guru kerohanian yang sempurna dan dapat dipercaya” (Caitanya caritamrta, Madhya 8.128). Tanpa menguasai ilmu pengetahuan kesadaran Krishna, tidak seorangpun dapat menjadi guru kerohanian yang dapat dipercaya. Juga dinyatakan dalam kesusasteraan Veda

ṣaṭ-karma-nipuṇo vipro
mantra-tantra-viśāradaḥ
avaiṣṇavo gurur na syād
vaiṣṇavaḥ śva-paco guruḥ

Seorang brahmaṇā, ahli dalam segala bidang pengetahuan Veda, tidak memenuhi syarat untuk menjadi guru kerohanian kalau ia tidak menjadi Vaisnava, atau ahli di bidang ilmu pengetahuan kesadaran Krishna. Tetapi orang yang dilahirkan dalam keluarga dari golongan rendah dapat menjadi seorang guru kerohanian kalau ia menjadi Vaisnava, atau sadar akan Krishna.” (Padma Purana)
Masalah-masalah kehidupan material—kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian—tidak dapat dilawan dengan cara mengumpulkan kekayaan dan perkembangan ekonomi. Banyak tempat di dunia ada negara-negara lengkap dengan segala fasilitas untuk hidup, penuh kekayaan, dan ekonominya sudah maju, namun masalah-masalah kehidupan material tetap ada. Mereka mencari kedamaian dengan berbagai cara, tetapi mereka hanya dapat mencapai kebahagiaan yang sejati kalau mereka berkonsultasi dengan Krishna, atau berkonsultasi dengan Bhagavad-gita dan Srimad-Bhagavatam—yang merupakan ilmu pengetahuan tentang Krishna—atau melalui utusan Krishna yang dapat dipercaya, yaitu orang yang sadar akan Krishna.
Kalau perkembangan ekonomi dan kesenangan material dapat menghilang kan penyesalan di dalam hati seseorang terhadap hal-hal yang memabukkan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa maupun antar bangsa, maka tentu saja Arjuna tidak mengatakan bahwa kerajaan yang tiada taranya di bumi atau kekuasaan seperti kekuasaan dewa di planet-planet surga sekalipun tidak akan sanggup menghilangkan penyesalannya. Karena itu, Arjuna mencari perlindungan dalam kesadaran Krishna dan itulah cara yang benar untuk kedamaian dan keadaan yang selaras. Perkembangan ekonomi atau kekuasaan di atas dunia dapat diakhiri pada setiap saat oleh bencana bencana alam material. Bahkan seseorang naik tingkat sampai planet-planet yang lebih tinggi sekalipun, seperti yang dicari manusia sekarang di planet bulan, kedudukan itupun dapat berakhir seketika. Dalam Bhagavad-gita dibenarkan: kṣīṇe punye martya-lokam viśanti. Apabila hasil kegiatan saleh berakhir, maka seseorang jatuh lagi dari puncak kebahagiaan sampai status kehidupan yang paling rendah.” Ada banyak tokoh politik di dunia telah jatuh dengan cara seperti itu. Jatuh seperti itu hanya menyebabkan penyesalan lebih banyak.
Karena itu, jikalau kita ingin membatasi penyesalan untuk selamanya, maka kita harus berlindung kepada Krishna, seperti yang dicita-citakan oleh Arjuna. Karena itu, Arjuna meminta agar Krishna memecahkan masalahnya secara pasti, dan itulah jalan kesadaran Krishna.

2.9
sañjaya uvāca
evam uktvā hṛṣīkeśaḿ
guḍākeśaḥ parantapaḥ
na yotsya iti govindam
uktvā tūṣṇīḿ babhūva ha

sañjayaḥ uvāca—Sañjaya berkata; evam—demikianlah; uktvā—berkata; hṛṣīkeśam—kepada Krishna, Penguasa indera-indera; guḍākeśaḥ—Arjuna, ahli dalam membatasi kebodohan; parantapah—perebut musuh; na yotsye—hamba tidak akan bertempur; iti—demikian; govindam—kepada Krishna, yang memberi kebahagiaan kepada indera-indera; uktvā—berkata; tūṣṇīm—diam; babhūva—menjadi; ha—pasti.

Terjemahan
Sañjaya berkata: Setelah berkata demikian, Arjuna, perebut musuh, menyatakan kepada Krishna, Govinda, hamba tidak akan bertempur,” lalu diam.

Penjelasan
Dhṛtarāṣṭra pasti senang sekali mendengar bahwa Arjuna tidak akan bertempur, melainkan akan meninggalkan medan perang dan mengambil mata pencaharian sebagai pengemis. Tetapi Sañjaya mengecewakan Dhṛtarāṣṭra sekali lagi dengan menceriterakan bahwa Arjuna sanggup membunuh musuhnya (parantapah). Walaupun Arjuna sementara dikuasai rasa sedih yang palsu karena kasih sayang terhadap keluarga, namun ia menyerahkan diri sebagai murid kepada Krishna, guru kerohanian yang paling utama. Ini menunjukkan bahwa dalam waktu dekat Arjuna akan dibebaskan dari penyesalan yang palsu akibat kasih sayang terhadap keluarga dan akan dibebaskan dari kebodohan dengan pengetahuan sempurna tentang keinsafan diri, atau kesadaran Krishna, kemudian pasti dia akan bertempur. Dengan demikian, rasa riang dalam hati Dhṛtarāṣṭra akan lenyap, sebab Arjuna akan dibebaskan dari kebodohan oleh Krishna dan akan bertempur sampai tetes darah terakhir.

2.10
tam uvāca hṛṣīkeśaḥ
prāhasann iva bhārata
senayor ubhayor madhye
viṣīdantam idaḿ vacaḥ

tam—kepada dia; uvāca—bersabda; Hṛṣīkeśaḥ—Penguasa indera-indera, Krishna; prāhasan—tersenyum; ivā—seperti itu; Bhārata—wahai Dhṛtarāṣṭra putera keluarga Bhārata ; senayoh—antara tentara-tentara; ubhayoḥ—antara kedua belah pihak; madhye—di tengah-tengah; viṣīdantam—kepada yang menyesal; idam—berikut; vacaḥ—kata-kata.

Terjemahan
Wahai putera keluarga Bhārata, pada waktu itu, Krishna, yang tersenyum di tengah-tengah antara tentara-tentara kedua belah pihak, bersabda kepada Arjuna yang sedang tergugah oleh rasa sedih.

Penjelasan
Ada percakapan antara dua sahabat karib, yaitu Hrsikesa dan Gudakesa. Sebagai kawan, kedua-duanya sejajar, tetapi salah seorang di antaranya rela berguru kepada yang satunya. Krishna tersenyum karena seorang kawan telah memilih menjadi murid. Sebagai Tuhan Yang Mahakuasa, kedudukan Krishna selalu Mahatinggi sebagai penguasa semua orang, namun Krishna berkenan menjadi kawan, putera ataupun kekasih bagi seorang penyembah yang ingin supaya Krishna berperan seperti itu. Tetapi apabila Krishna diterima sebagai atasan, Beliau segera menerima peran tersebut dan berbicara dengan muridnya selayaknya seorang guru kerohanian—yaitu dengan sikap serius, seperti yang diperlukan. Rupanya percakapan antara sang guru dan sang murid diadakan secara terbuka di hadapan antara kedua pasukan tentara agar semua dapat mengambil manfaat. Jadi, pembicaraan Bhagavad-gita bukan untuk orang tertentu, masyarakat tertentu atau perkumpulan tertentu, tetapi untuk semua orang. Baik kawan maupun musuh mempunyai hak yang sama untuk mendengar pembicaraan tentang Bhagavad-gita.

2.11
śrī-bhagavān uvāca
aśocyān anvaśocas tvaḿ
prajñā-vādāḿś ca bhāṣase
gatāsūn agatāsūḿś ca
nānuśocanti paṇḍitāḥ

Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; aśocyān—sesuatu yang tidak patut disesalkan; anvaśocaḥ—engkau menyesalkan; tvām—engkau; prajñā-vādān—pembicaraan yang bijaksana; ca—juga; bhāṣase—membicarakan; gata—hilang; asūn—hidup; agata—belum lewat; asūn—hidup; ca—juga; na—tidak pernah; anuśocanti—menyesal; paṇḍitāḥ—orang bijaksana.

Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Sambil berbicara dengan cara yang pandai engkau menyesalkan sesuatu yang tidak patut disesalkan. Orang bijaksana tidak pernah menyesal, baik untuk yang masih hidup maupun untuk yang sudah meninggal.

Penjelasan
Krishna segera mengambil kedudukan sebagai guru dan menegor murid-Nya dengan menyebutkan murid itu orang bodoh secara tidak langsung. Krishna bersabda, Engkau bicara seperti orang yang bijaksana, tetapi engkau tidak mengetahui bahwa orang yang berpengetahuan—orang yang mengerti apa itu badan dan apa itu sang roh—tidak menyesal untuk badan dalam keadaan manapun, baik dalam keadaan hidup maupun keadaan mati.” Sebagaimana dijelaskan dalam bab-bab berikut, akan menjadi jelas bahwa pengetahuan berarti mengetahui tentang alam dan kerohanian dan siapa yang mengendalikan kedua-duanya. Arjuna mengatakan bahwa prinsip-prinsip dharma hendaknya lebih dipentingkan daripada politik maupun sosiologi, tetapi dia tidak mengetahui bahwa pengetahuan tentang alam, sang roh dan Yang Mahakuasa lebih penting lagi daripada rumus-rumus dharma. Oleh karena Arjuna kurang memahami hal tersebut, seharusnya dia tidak menyamar sebagai orang yang berpengetahuan tinggi. Dan karena kebetulan Arjuna bukan orang yang berpengetahuan tinggi, sebagai akibatnya dia menyesalkan sesuatu yang tidak patut disesalkan. Badan dilahirkan dan ditakdirkan juga akan dibinasakan, baik hari ini maupun besok; karena itu, badan tidak sepenting sang roh. Orang yang mengetahui tentang hal ini sungguh-sungguh bijaksana, dan bagi orang itu tidak ada alasan lagi untuk penyesalan, walau bagaimanapun keadaan jasmaninya.

2.12
na tv evāhaḿ jātu nāsaḿ
na tvaḿ neme janādhipāḥ
na caiva na bhaviṣyāmaḥ
sarve vayam ataḥ param

na—tidak pernah; tu—tetapi; evā—pasti; aham—aku; jātu——pada suatu waktu; na—tidak pernah; asam—berada; na—tidak; tvām—engkau; na—tidak; ime—semua ini; jana-adhipāḥ—rājā -rājā ; na—tidak pernah; ca—juga; evā—pasti; na—tidak; bhaviṣyāmaḥ—akan hidup; sarve vayam—kita semua; ataḥ param—sesudah ini.

Terjemahan
Pada masa lampau tidak pernah ada suatu saat pun Aku, engkau maupun semua rājā ini tidak ada; dan pada masa yang akan datang tidak satupun di antara kita semua akan lenyap.

Penjelasan
Dalam Veda, Katha Upanisad dan Svetasvatara Upanisad dinyatakan bahwa Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa memelihara makhluk makhluk hidup yang jumlahnya tidak dapat dihitung sesuai dengan berbagai keadaan mereka menurut pekerjaan pribadi dan reaksi terhadap pekerjaan. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa itu juga berada di dalam hati setiap mahkluk hidup melalui bagian-bagian Beliau yang berkuasa penuh. Hanya orang suci yang dapat melihat Tuhan Yang Maha Esa yang sama, baik di dalam maupun di luar, sungguh-sungguh dapat mencapai kedamaian yang sempurna dan kekal.

nityo nityānāḿ cetanaś cetanānām
eko bahūnāḿ yo vidadhāti kāmān
tam ātma-sthaḿ ye ‘nupaśyanti dhīrās
teṣāḿ śāntiḥ śāśvatī netareṣām

(Katha Upanisad 2.2.13)

Kebenaran Veda yang sama yang diberikan kepada Arjuna diberikan kepada semua orang di dunia yang menyamar sebagai orang yang berpengetahuan tinggi tetapi sebenarnya ia kekurangan pengetahuan. Krishna menyatakan dengan jelas bahwa Krishna Sendiri, Arjuna dan semua raja yang telah berkumpul di medan perang adalah insan-insan individual yang kekal dan bahwa Tuhan memelihara para mahkluk hidup yang individual untuk selamanya, baik dalam keadaan terikat maupun dalam keadaan setelah mereka mencapai pembebasan. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah Kepribadian individual yang paling utama, dan Arjuna, rekan Krishna yang kekal, beserta semua rājā yang telah berkumpul di sana adalah Tujuan-tujuan individual yang kekal. Tidak benar bahwa pada masa lampau mereka belum hidup sebagai tujuan-tujuan dan tidak benar bahwa mereka tidak tetap menjadi tujuan-tujuan yang kekal pada masa yang akan datang. Individualitas mereka sudah ada pada masa lampau, dan akan tetap ada pada masa yang akan datang tanpa putus. Karena itu, tidak ada alasan penyesalan untuk siapapun.

Teori para Mayāvadi bahwa sesudah pembebasan sang roh yang individual yang dipisahkan oleh tutup mayā atau khayalan, akan menunggal ke dalam Brahman yang tidak bersifat pribadi dan akan kehilangan keberadaan individualnya hal ini tidak dibenarkan di sini oleh Krishna, Penguasa yang paling tinggi. Begitu pula teori bahwa kita hanya membayangkan individualitas dalam keadaan terikat juga tidak dibenarkan di sini. Krishna menyatakan dengan jelas di sini bahwa pada masa yang akan datang juga individualitas Tuhan dan insaninsan lainnya, sebagaimana dibenarkan dalam Upanisad-upanisad, akan berjalan terus untuk selamanya. Pernyataan Krishna tersebut dapat di percaya karena Krishna tidak dapat dipengaruhi oleh khayalan. Kalau individualitas bukan kenyataan, maka tentu saja Krishna tidak akan menggaris bawahi hal itu—bahkan pada masa depan sekalipun. Barangkali para Mayāvadi mengatakan bahwa individualitas yang dibicarakan oleh Krishna bukan individualitas rohani, malainkan individualitas material. Kalaupun kita menerima argumentasi bahwa individualitas tersebut adalah individualitas material, bagaimana seseorang dapat membedakan individualitas Krishna? Krishna membenarkan individualitas-Nya pada masa lampau dan membenarkan individualitasnya juga pada masa yang akan datang. Krishna sudah membenarkan individualitasnya dengan banyak cara, dan telah dinyatakan bahwa Brahman yang tidak bersifat pribadi berada di bawah Krishna. Krishna telah menyatakan bahwa individualitas rohani adalah kenyataan sejak awal; jika Krishna dianggap roh terikat yang biasa dengan kesadaran individual, maka Bhagavad-gita-Nya tidak berharga sebagai kitab suci yang dapat dipercaya. Orang biasa dengan empat kelemahan manusia tidak sanggup mengajarkan sesuatu yang berharga untuk didengar. Bhagavad-gita lebih tinggi daripada kesusasteraan seperti itu. Tidak satu buku duniawipun dapat dibandingkan dengan Bhagavad-gita. Kalau seseorang menganggap Krishna manusia biasa, maka Bhagavad-gita kehilangan segala nilainya yang penting. Para Mayāvadi mengatakan bahwa sifat jamak yang disebut di dalam ayat ini ialah dalam pengertian biasa dan bahwa sifat jamak itu menunjukkan badan. Tetapi dalam ayat-ayat tadi paham jasmani seperti itu sudah disalahkan. Sesudah menyalahkan paham hidup jasmani para makhluk hidup, bagaimana mungkin Krishna sekali lagi mengemukakan usul biasa tentang badan? Karena itu, adanya individualitas dibenarkan dengan dasar rohani dan kenyataan ini dibenarkan oleh ācārya-ācārya yang mulia seperti Sri Ramanuja dan yang lain lain. Dinyatakan dengan jelas dalam banyak ayat Bhagavad-gita bahwa individualitas rohani tersebut dimengerti oleh para penyembah Tuhan. Orang yang iri kepada Krishna sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat menjangkau kesusasteraan yang mulia tersebut dengan cara yang dapat dipercaya. Cara orang yang bukan penyembah mendekati ajaran Bhagavad-gita adalah seperti cara lebah menjilat botol berisi madu. Seseorang tidak dapat merasakan madu itu kecuali ia membuka botol. Begitu pula, sifat batin Bhagavad-gita hanya dapat dimengerti oleh penyembah, orang lain tidak dapat merasakannya, sebagaimana dinyatakan dalam Bhagavad-gita Bab Empat. Bhagavad-gita juga tidak dapat disentuh oleh orang yang iri hati terhadap adanya Tuhan. Karena itu, penjelasan Mayāvadi tentang Bhagavad-gita adalah cara yang sangat menyesatkan untuk menyampaikan kebenaran yang lengkap. Sri Caitanya melarang kita membaca tafsiran karangan para Mayāvadi dan memberikan peringatan bahwa orang yang mulai mengikuti paham seperti dari filsafat Mayāvadi akan kehilangan segala kekuatan untuk mengerti rahasia sejati Bhagavad-gita. Kalau individualitas menunjukkan alam semesta yang dapat dilihat, maka Krishna tidak perlu memberikan pelajaran. Sifat jamak roh yang individual dan Krishna adalah kenyataan yang kekal, dan hal itu dibenarkan oleh Veda sebagaimana disebut di atas.

2.13
dehino ‘smin yathā dehe
kaumāraḿ yauvanaḿ jarā
tathā dehāntara-prāptir
dhīras tatra na muhyati

dehinaḥ—dia yang berada di dalam badan; asmin—dalam ini; yathā—seperti; dehe—di dalam badan; kaumāram—masa kanak-kanak; yauvanam—masa remaja; jarā—masa tua; tathā—seperti itu pula; deha-antara—mengenai penggantian badan; prāptiḥ—tercapainya; dhīraḥ—orang tenang; tatra—pada waktu itu; na—tidak pernah; muhyāti—dibingungkan.

Terjemahan
Seperti halnya sang roh terkurung di dalam badan terus menerus mengalami perpindahan, di dalam badan ini, dari masa kanak-kanak sampai masa remaja sampai usia tua, begitu juga sang roh masuk ke dalam badan lain pada waktu meninggal. Orang yang tenang tidak bingung karena penggantian itu.

Penjelasan
Oleh karena setiap makhluk hidup adalah roh yang individual, makhluk hidup menggantikan badannya pada setiap saat. Kadang-kadang ia berwujud sebagai kanak-kanak, kadang-kadang sebagai anak remaja, dan kadang-kadang sebagai orang yang tua. Namun roh yang sama masih ada dan tidak mengalami perubahan apapun. Akhirnya roh individual tersebut menggantikan badannya pada waktu meninggal dan berpindah ke badan lain. Oleh karena sang roh pasti akan mendapatkan badan lain dalam penjelmaannya yang akan datang—baik badan material maupun badan rohani—tidak ada alasan bagi Arjuna untuk menyesal karena kematian Bhīṣma maupun Drona, yang telah menyebabkan Arjuna sangat prihatin. Sebaliknya, seharusnya Arjuna berbahagia karena mereka akan menggantikan badannya dari badan tua menjadi baru, dan dengan demikian memperbaharui tenaganya. Penggantian badan seperti itu adalah alasan untuk adanya aneka jenis kenikmatan atau penderitaan, menurut pekerjaan orang dalam kehidupan. Jadi, Bhīṣma dan Drona, sebagai roh-roh yang agung, pasti akan mendapat badan-badan rohani dalam penjelmaannya yang akan datang, atau sekurang-kurangnya kehidupan dalam badan-badan di surga untuk menikmati kehidupan material pada tingkat yang lebih tinggi. Karena itu, dalam kedua keadaan tersebut, tidak ada alasan untuk menyesal.

Siapapun yang mempunyai pengetahuan sempurna tentang kedudukan dasar sang roh yang individual, Roh Yang Utama, dan alam—baik alam material maupun alam rohani—disebut dhira, atau orang yang paling tenang. Orang seperti itu tidak pernah dikhayalkan oleh penggantian badan.

Teori para Mayāvadi bahwa para roh bersatu tidak dapat dibenarkan, karena sang roh tidak dapat dipotong menjadi bagian-bagian percikan. Kalau Yang Mahakuasa dapat dipotong menjadi banyak roh individual seperti itu, maka itu berarti bahwa Roh Yang Utama dapat dipotong atau diubah, dan itu bertentangan dengan prinsip bahwa Roh Yang Utama tidak dapat diubah. Sebagaimana dibenarkan dalam Bhagavad-gita, bagian-bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa berada untuk selamanya (sanatana) dan disebut ksara; yaitu, mereka cenderung jatuh ke dalam alam material. Bagian-bagian percikan tersebut tetap menjadi bagian-bagian percikan untuk selamanya. Setelah pembebasan, sang roh individual tetap sama—yaitu, sebagai bagian percikan. Tetapi begitu sang roh mencapai pembebasan, ia hidup untuk selamanya dalam kebahagiaan dan pengetahuan bersama Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Teori pencerminan dapat di gunakan sehubungan dengan Roh Yang Utama yang bersemayam dalam setiap badan individual dan dikenal sebagai Paramatma. Beliau berbeda dari makhluk hidup individual. Apabila langit dicerminkan pada permukaan air, bayangan-bayangan pada permukaan air menggambarkan matahari, bulan, dan bintang-bintang. Para makhluk hidup dapat diumpamakan sebagai bintang-bintang, dan Tuhan Yang Maha Esa dapat diumpamakan sebagai matahari atau bulan. Sang roh yang individual sebagai bagian percikan diwakili oleh Arjuna, dan Roh Yang Utama adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna. Arjuna dan Sri Krishna tidak sejajar, dan kenyataan ini akan menjadi jelas pada awal Bab Empat. Kalau Arjuna sejajar dengan Krishna, dan kedudukan Krishna tidak lebih tinggi daripada Arjuna, maka hubungan mereka sebagai yang mengajarkan dan yang diajarkan tidak ada artinya. Kalau kedua-duanya dikhayalkan oleh tenaga yang mengkhayalkan (mayā ), maka tidak perlu yang satu menjadi pengajar dan yang lain diajarkan. Ajaran seperti itu tidak berguna, sebab tidak seorang pun yang dapat menjadi pengajar yang dapat dipercaya kalau ia masih dalam cengkeraman mayā. Karena keadaan itu, diakui bahwa Sri Krishna adalah Tuhan Yang Maha Esa, dan kedudukan Krishna lebih tinggi daripada makhluk hidup, seperti Arjuna, sebagai roh yang sudah lupa akan Diri-Nya karena dikhayalkan oleh mayā.

2.14
mātrā-sparśās tu kaunteya
śītoṣṇa-sukha-duḥkha-dāḥ
āgamāpāyino ‘nityās
tāḿs titikṣasva bhārata

mātrā-sparśāḥ—penglihatan indera; tu—hanya; kaunteya—wahai putera Kuntī ; Śīta—musim dingin; uṣṇa—musim panas; sukha—kebahagiaan; duḥkha—dan rasa duka; dāḥ—memberikan; āgama—muncul; apāyinaḥ—menghilang; anityāḥ—tidak kekal; tān—semuanya; titikṣasva—coba mentolerir; bhārata—wahai putera keluarga Bhārata.

Terjemahan
Wahai putera Kuntī, suka dan duka muncul untuk sementara dan hilang sesudah beberapa waktu, bagaikan mulai dan berakhirnya musim dingin dan musim panas. Hal-hal itu timbul dari penglihatan indera, dan seseorang harus belajar cara mentolerir hal-hal itu tanpa goyah, wahai putera keluarga Bhārata.

Penjelasan
Dalam melaksanakan tugas kewajiban sebagaimana mestinya, orang harus belajar mentolerir suka dan duka yang muncul untuk sementara dan hilang sesudah beberapa waktu. Menurut aturan Veda, orang harus mandi pagi-pagi, bahkan selama bulan magha (Januari-Februari). Pada waktu itu dingin sekali (di India-red.), tetapi walaupun demikian, orang yang taat pada prinsip-prinsip kerohanian tidak malas mandi. Begitu juga, seorang wanita tidak enggan masak ke dapur selama bulan Mei dan Juni, yaitu bulan terpanas selama musim panas (di India-red.). Orang harus melaksanakan tugasnya tanpa mempedulikan kesulitan karena iklim. Begitu juga, bertempur adalah prinsip para ksatriya, dan walaupun seseorang harus bertempur melawan kawan atau sanak keluarga, hendaknya ia jangan menyimpang dari tugas kewajibannya yang telah ditetapkan. Orang harus mengikuti aturan dan peraturan prinsip-prinsip dharma yang telah ditetapkan agar ia dapat maju sampai tingkat pengetahuan, sebab hanya dengan pengetahuan dan bhakti saja seseorang dapat membebaskan Diri-Nya dari cengkraman mayā (khayalan).

Dua nama Arjuna yang digunakan di sini bermakna. Menyebutkan Arjuna dengan nama Kaunteya menunjukkan hubungan keluarga yang mulia dari pihak ibunya; dan menyebutkan Arjuna dengan nama Bhārata menunjukkan kemuliaan Arjuna dari pihak ayahnya. Seharusnya Arjuna mempunyai warisan yang mulia dari kedua belah pihak keluarganya. Warisan yang mulia membawa tanggung jawab dalam hal pelaksanaan tugas sebagaimana mestinya; karena itu, Arjuna tidak dapat menghindari pertempuran.

2.15
yaḿ hi na vyathayanty ete
puruṣaḿ puruṣarṣabha
sama-duḥkha-sukhaḿ dhīraḿ
so ‘mṛtatvāya kalpate

yam—kepada yang; hi—pasti; na—tidak pernah; vyathayānti—menyedihkan; ete—semua ini; puruṣam—kepada seseorang; puruṣa-ṛṣabha—wahai manusia yang paling baik; sama—tidak diubah; duḥkha—dalam duka; sukham—dan suka; dhīram—sabar; saḥ— dia; amṛtatvāya—untuk pembebasan; kalpate—memenuhi syarat.

Terjemahan
Wahai manusia yang paling baik (Arjuna), orang yang tidak goyah karena suka ataupun duka dan mantap dalam kedua keadaan itu pasti memenuhi syarat untuk mencapai pembebasan.

Penjelasan
Siapa pun yang mantap dalam ketabahan hati untuk mencapai tingkat keinsafan rohani yang sudah maju dan dapat mentolerir serangan suka dan duka dengan cara yang sama pasti memenuhi syarat untuk mencapai pembebasan. Dalam lembaga varnasrama, tingkat hidup keempat, yaitu tingkat sannyāsa atau tingkat hidup untuk melepaskan ikatan terhadap hal-hal duniawi, adalah keadaan yang menyebabkan banyak kesulitan. Tetapi orang yang sungguh-sungguh ingin menyempurnakan kehidupannya pasti menjalankan tapa tingkat hidup sannyāsa, meskipun ia harus menghadapi segala jenis kesulitan. Kesulitan pada umumnya timbul karena sannyāsa harus melepaskan hubungan-hubungan keluarga, meninggalkan ikatan dengan isteri dan anak-anak. Tetapi kalau seseorang sanggup mentolerir kesulitan seperti itu, pasti jalan menuju keinsafan rohani lengkap baginya. Begitu pula, dalam pelaksanaan kewajiban Arjuna sebagai seorang ksatriya, dianjurkan agar Arjuna bertabah hati, walaupun sulit dia bertempur melawan anggota keluarganya atau orang seperti itu yang disayanginya. Sri Caitanya menjalankan tapa sannyāsa ketika berusia dua puluh empat tahun, dan orang yang bergantung kepada Beliau, yaitu isterinya yang masih muda dan ibu nya sudah tua, tidak mempunyai orang lain lagi untuk memelihara mereka. Namun untuk tujuan yang lebih tinggi Beliau menjalankan tapa sannyāsa dan Beliau mantap dalam melaksanakan tugas-tugas yang lebih tinggi. Itulah cara untuk mencapai pembebasan dari ikatan material.

2.16
nāsato vidyāte bhāvo
nābhāvo vidyāte sataḥ
ubhayor api dṛṣṭo ‘ntas
tv anayos tattva-darśibhiḥ

na—tidak pernah; asataḥ—mengenai hal-hal yang tidak ada; vidyāte—ada;bhāvaḥ—ketahanan; na—tidak pernah; abhāvaḥ—sifat berubah; vidyāte—ada; sataḥ—mengenai yang kekal; ubhayoḥ—antara kedua-duanya; api—sungguh-sungguh; dṛṣṭaḥ—dilihat; antaḥ—kesimpulan; tu—memang; anayoḥ—mengenai hal-hal itu; tattva—kebenaran; darśibhiḥ—oleh mereka yang melihat.

Terjemahan
Orang yang melihat kebenaran sudah menarik kesimpulan bahwa apa yang tidak ada [badan jasmani] tidak tahan lama dan yang kekal [sang roh] tidak berubah. Inilah kesimpulan mereka setelah mempelajari sifat kedua-duanya.

Penjelasan
Badan yang berubah tidak tahan lama. Ilmu kedokteran modern mengakui bahwa badan berubah setiap saat melalui gerak dan reaksi pelbagai sel di dalam tubuh; demikianlah pertumbuhan dan usia tua terjadi di dalam tubuh. Tetapi sang roh yang bersifat rohani berada untuk selamanya, tetap sama walaupun segala jenis perubahan terjadi dalam badan dan pikiran. Itulah perbedaan antara alam dan rohani. Menurut sifatnya, badan senantiasa berubah, dan sang roh adalah kekal. Kesimpulan tersebut dibenarkan oleh segala golongan orang yang melihat kebenaran, baik yang mengakui bentuk pribadi Tuhan maupun yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan. Dalam Visnu Purana dinyatakan bahwa keberadaan Visnu dan tempat-tempat tinggal Visnu semua bersifat rohani dan bercahaya sendiri. (jyotimsi Visnur bhuvanani viṣṇuḥ). Kata berada dan tidak berada hanya menunjukkan rohani dan alam. Itulah pendapat semua orang yang melihat kebenaran.

Ini merupakan awal pelajaran Krishna kepada para makhluk hidup yang dibingungkan oleh pengaruh kebodohan. Menghilangkan kebodohan menyangkut memantapkan kembali hubungan yang kekal antara yang menyembah dan yang disembah. Sebagai hasilnya, kita mengerti perbedaan antara Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan para makhluk hidup sebagai bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama seperti Beliau. Seseorang dapat mengerti sifat Yang Mahakuasa dengan mempelajari Diri-Nya secara panjang lebar; perbedaan antara diri kita dan Yang Mahakuasa di mengerti sebagai hubungan antara bagian dan keseluruhan. Dalam Vedanta sutra, dan juga dalam Srimad-Bhagavatam, Yang Mahakuasa diakui sebagai sumber segala hal yang terpancar. Pemancaran seperti itu dialami dengan urutan-urutan alam utama dan alam rendah. Para makhluk hidup termasuk alam utama, sebagaimana akan diungkapkan di dalam Bab Tujuh. Walaupun tidak ada perbedaan antara tenaga dan sumber tenaga, namun sumber tenaga diakui sebagai Yang Mahakuasa, sedangkan tenaga atau alam diakui sebagai hal yang lebih rendah. Karena itu, para makhluk hidup selalu takluk kepada Tuhan Yang Maha Esa, seperti halnya tuan dan pelayan atau guru dan murid. Pengetahuan yang jelas seperti itu tidak mungkin dipahami di bawah pesona kebodohan. Untuk menghilangkan kebodohan seperti itu, Krishna mengajarkan Bhagavad-gita untuk membebaskan semua makhluk hidup dari kebodohan untuk selamanya.

2.17
avināśi tu tad viddhi
yena sarvam idaḿ tatam
vināśam avyayāsyāsya
na kaścit kartum arhati

avināśi—tidak dapat dimusnahkan; tu—tetapi; tat—itu; viddhi—ketahuilah hal itu; yena—oleh siapa; sarvam—seluruh badan; idam—ini; tatam—berada di mana-mana; vināśam—peleburan; avyayāsya—milik yang tidak termusnahkan; asya—milik itu; na kaścit—tidak seorangpun; kartum—melakukan; arhati—dapat.

Terjemahan
Hendaknya engkau mengetahui bahwa apa yang ada dalam seluruh badan tidak dapat dimusnahkan. Tidak seorangpun dapat membinasakan sang roh yang tidak dapat dimusnahkan itu.

Penjelasan
Ayat ini menerangkan sifat sejati sang roh yang tersebar diseluruh badan dengan cara yang lebih jelas. Siapa pun dapat mengerti apa yang tersebar di seluruh badan: yaitu kesadaran. Semua orang menyadari rasa sakit dan rasa senang di dalam badan sebagai bagian-bagian atau secara keseluruhan. Kesadaran itu hanya tersebar sampai batas badan kita sendiri. Rasa sakit dan rasa senang di dalam salah satu badan tidak dikenal oleh badan lain. Karena itu, tiap-tiap badan adalah jasad berisi roh yang individual, dan tanda adanya sang roh dirasakan sebagai kesadaran individual. Dinyatakan bahwa ukuran sang roh tersebut adalah sebesar sepersepuluh ribu ukuran ujung rambut. Dalam svetasvatara Upanisad (5.9) kenyataan ini dibenarkan:

bālāgra-śata-bhāgasya
śatadhā kalpitasya ca
bhāgo jīvaḥ vijñeyaḥ
sa cānantyāya kalpate

Kalau ujung rambut dibagi seratus dan kemudian sekali lagi bagian-bagian itu dibagi menjadi seratus, maka tiap-tiap bagian itu adalah ukuran dimensi sang roh.” Begitu pula pendapat yang sama dinyatakan:

keśāgra-śata-bhāgasya
śatāḿśaḥ sādṛśātmakaḥ
jīvaḥ sūkṣma-svarūpo ‘yaḿ
sańkhyātīto hi cit-kaṇaḥ
[Cc. Madya 19.140]

Ada butir-butir atom rohani yang jumlahnya tidak dapat dihitung, dan diukur dengan ukuran sepersepuluh ribu ujung rambut.”

Karena itu, butir individual roh yang bersifat rohani adalah atom rohani yang lebih kecil daripada atomatom material, dan jumlah atomatom itu tidak dapat dihitung. Bunga api rohani yang sangat kecil tersebut adalah prinsip dasar badan jasmani, dan pengaruh bunga api rohani itu tersebar diseluruh badan seperti pengaruh zat aktif terkandung dalam sejenis obat tersebar di seluruh badan. Arus sang roh dirasakan di seluruh badan sebagai kesadaran, dan itulah bukti adanya sang roh. Orang awam mana pun dapat mengerti bahwa jika badan jasmani dikurangi dengan menghilangkan kesadaran maka tinggallah sesosok mayat saja, dan kesadaran tidak dapat dihidupkan kembali dalam tubuh itu dengan memberikan apa pun yang bersifat material. Karena itu, kesadaran tidak disebabkan oleh jenis gabungan material mana pun, melainkan disebabkan adanya sang roh. Dalam Mundaka Upanisad (3.1.9) ukuran sang roh yang sekecil atom dijelaskan lebih lanjut:

eṣo ‘ṇur ātmā cetasā veditavyo
yasmin prāṇaḥ pañcadhā saḿviveśa
prāṇaiś cittaḿ sarvam otaḿ prajānāḿ
yasmin viśuddhe vibhavaty eṣa ātmā

Ukuran sang roh sekecil atom dan dapat dirasakan oleh kecerdasan yang sempurna. Sang roh yang sekecil atom tersebut mengambang di dalam lima jenis udara (prana, apana, vyana, samana, dan udana), dan terletak di dalam jantung, pengaruhnya tersebar di seluruh tubuh para makhluk hidup yang berbadan. Apabila sang roh disucikan dari pengaruh lima jenis udara material, maka pengaruh rohaninya diperlihatkan.”

Sistem hatha-yoga dimaksudkan untuk mengendalikan lima jenis udara yang melingkari sang roh yang murni dengan berbagai jenis sikap duduk atau āsana bukan demi suatu keuntungan material, melainkan untuk membebaskan sang roh yang kecil dari ikatan suasana material. Demikianlah kedudukan dasar sang roh yang sekecil atom diakui dalam segala kesusasteraan Veda, dan juga sungguh-sungguh dirasakan dalam pengalaman nyata manusia waras mana pun. Hanya orang yang tidak waras yang dapat menganggap bahwa sang roh yang sekecil atom tersebut adalah Visnutattva yang berada dimana-mana.

Pengaruh sang roh yang sekecil atom dapat disebarkan dalam seluruh badan tertentu. Menurut Mundaka Upanisad, sang roh yang sekecil atom terletak di dalam jantung tiap-tiap makhluk hidup, dan oleh karena ukuran sang roh yang sekecil atom melampaui jangkauan pengertian para ahli ilmu pengetahuan material, beberapa di antaranya mengatakan secara bodoh bahwa sang roh itu tidak ada. Sang roh yang sekecil atom pasti berada di dalam jantung beserta Roh Yang Utama. Jadi, semua tenaga gerak-gerik badan berasal dari bagian-bagian tersebut di dalam tubuh. Sel-sel darah yang membawa zat asam dari paru-paru mengumpulkan tenaga dari sang roh. Apabila sang roh keluar dari kedudukan tersebut, maka berhentilah kegiatan darah yang menyebabkan fungsi atau persenyawaan. Ilmu pengetahuan mengakui bahwa sel-sel darah merah penting, tetapi belum dapat menentukan bahwa sumber tenaga adalah sang roh. Akan tetapi, ilmu pengetahuan kedokteran mengakui bahwa jantung adalah sumber segala tenaga dalam tubuh.
Butir-butir atom seperti itu dari keseluruhan rohani diumpamakan sebagai atom-atom sinar matahari. Dalam sinar matahari ada atom-atom bercahaya yang jumlahnya tidak dapat dihitung. Begitu pula, bagian-bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa adalah banyak bunga api dari sinar Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut dengan istilah prabha atau tenaga utama. Baik seseorang mengikuti pengetahuan Veda maupun ilmu pengetahuan modern, ia tidak dapat menolak adanya sang roh di dalam badan, dan ilmu pengetahuan tentang sang roh diuraikan secara jelas dalam Bhagavad-gita oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sendiri.

2.18
antavanta ime dehā
nityasyoktāḥ śarīriṇaḥ
anāśino ‘prameyasya
tasmād yudhyasva bhārata

anta-vantaḥ—dapat dimusnahkan; ime—semuanya ini; dehāḥ—badan-badan jasmani; nityasya—kehidupan yang kekal; uktaḥ—dikatakan; śarīriṇaḥ—milik roh yang berada dalam badan; anāśinaḥ—tidak pernah dibinasakan; aprameyasya—tidak dapat diukur; tasmāt—karena itu; yudhyasva—bertempurlah; Bhārata—wahai putera keluarga Bhārata.

Terjemahan
Makhluk hidup yang tidak dapat dimusnahkan atau diukur dan bersifat kekal, memiliki badan jasmani yang pasti akan berakhir. Karena itu, bertempurlah, wahai putera keluarga Bhārata.

Penjelasan
Menurut sifatnya, badan jasmani dapat dimusnahkan. Mungkin badan jasmani akan segera musnah, atau mungkin akan musnah sesudah seratus tahun. Hanya soal waktu saja. Tidak mungkin badan jasmani dipelihara untuk selamanya. Tetapi sang roh begitu kecil sehingga ia tidak dapat dilihat oleh musuh, apalagi dibunuh. Sebagaimana disebut dalam ayat sebelumnya, sang roh begitu kecil sehingga tidak seorang pun mempunyai gagasan bagaimana cara mengukur dimensinya. Jadi, dari kedua sudut pandang tersebut, tidak ada sebab untuk menyesal, sebab makhluk hidup menurut kedudukannya tidak dapat dibunuh dan badan jasmani tidak dapat diselamatkan selama jangka waktu tertentu atau dilindungi untuk selamanya. Butir yang kecil sekali dari keseluruhan rohani memperoleh badan jasmani menurut pekerjaannya; karena itu, mengikuti prinsip-prinsip dharma adalah hal yang sebaiknya dimanfaatkan. Dalam Vedanta-sutra dinyatakan bahwa makhluk hidup mempunyai sifat seperti cahaya, sebab makhluk hidup adalah bagian dari cahaya yang paling utama yang mempunyai sifat yang sama seperti cahaya itu. Seperti halnya sinar matahari memelihara seluruh alam semesta, begitu pula, cahaya dari sang roh memelihara badan jasmani ini. Begitu sang roh keluar dari badan jasmani, badan mulai membusuk; karena itu, rohlah yang memelihara badan ini. Badan sendiri kurang penting. Karena itu, dianjurkan agar Arjuna bertempur dan tidak mengorbankan kepentingan dharma karena pertimbangan-pertimbangan jasmani yang bersifat material.

2.19
ya enaḿ vetti hantāraḿ
yaś cainaḿ manyate hatam
ubhau tau na vijānīto
nāyaḿ hanti na hanyate

yaḥ—siapa pun yang; enam—ini; vetti—mengetahui; hantāram—pembunuh; yaḥ—siapa pun yang; ca—juga; enam—ini; manyate—berpikir; hatam—terbunuh; ubhau—kedua-duanya; tau—mereka; na—tidak pernah; vijānītaḥ—memiliki pengetahuan; na—tidak pernah; ayam—ini; hanti—membunuh; na—tidak juga; hanyate—dibunuh.

Terjemahan
Orang yang menganggap bahwa makhluk hidup membunuh ataupun makhluk hidup dibunuh tidak memiliki pengetahuan, sebab sang diri tidak membunuh dan tidak dapat dibunuh.

Penjelasan
Apabila badan dari makhluk hidup dilukai oleh senjata-senjata yang dapat membunuh, diketahui bahwa sang roh yang hidup di dalam badan tidak terbunuh. Sang roh begitu kecil sehingga tidak mungkin ia dibunuh oleh senjata material mana pun, sebagai mana akan dijelaskan dalam ayat-ayat berikut. Makhluk hidup tidak dapat dibunuh, karena kedudukan dasar rohaninya. Yang dibunuh, atau yang dianggap terbunuh, hanya badan saja. Akan tetapi, kenyataan ini sama sekali tidak menganjurkan pembunuhan badan. Peraturan Veda ialah ma himsyāt sarva bhūtāni: jangan melakukan kekerasan terhadap makhluk hidup mana pun. Pengertian bahwa sang makhluk tidak terbunuh juga tidak memberi semangat untuk memotong hewan. Membunuh badan makhluk mana pun tanpa izin adalah perbuatan jijik yang dapat dihukum oleh hukum negara dan juga oleh hukum Tuhan. Akan tetapi, Arjuna sedang dijadikan sibuk dalam hal membunuh demi prinsip dharma, namun bukanlah secara arogan, atau sembarangan.

2.20
na jāyate mriyate vā kadācin
nāyaḿ bhūtvā bhavitā vā na bhūyaḥ
ajo nityaḥ śāśvato ‘yaḿ purāṇo
na hanyate hanyamāne śarīre

na—tidak pernah; jāyate—dilahirkan; mriyate—mati; vā—atau; kadācit—pada suatu waktu (pada masa lampau, sekarang maupun masa yang akan datang); na—tidak pernah; ayam—ini; bhūtvā—setelah berada; bhavitā—akan berada; vā—atau; na—tidak; bhūyaḥ—atau yang akan berada sekali lagi; ajaḥ— tidak dilahirkan; nityaḥ—kekal; śāśvatāḥ—tetap untuk selamanya; ayam—ini; purāṇaḥ—paling tua; na—tidak pernah; hanyate—dibunuh; hanyamāne—dengan dibunuh; śarīre—badan.

Terjemahan
Tidak ada kelahiran maupun kematian bagi sang roh pada saat manapun. Dia tidak diciptakan pada masa lampau, ia tidak diciptakan pada masa sekarang, dan dia tidak akan diciptakan pada masa yang akan datang. Dia tidak dilahirkan, berada untuk selamanya dan bersifat abadi. Dia tidak terbunuh apabila badan dibunuh.

Penjelasan
Menurut sifatnya, bagian percikan yang sekecil atom dari Roh Yang Paling Utama, bersatu dengan Yang Mahakuasa. Ia tidak mengalami perubahan apa pun seperti badan. Kadang-kadang sang roh juga disebut sebagai yang mantap, atau kuta-stha. Badan mengalami enam jenis perubahan. Badan dilahirkan dari kandungan tubuh ibu, tahan selama beberapa waktu, tumbuh, menghasilkan sesuatu, berangsur-angsur merosot, dan akhir nya lenyap. Akan tetapi, sang roh tidak mengalami perubahan-perubahan seperti itu. Sang roh tidak dilahirkan, tetapi oleh karena sang roh menerima badan jasmani, maka badan dilahirkan. Sang roh tidak dilahirkan di sana, dan sang roh tidak mati. Apa pun yang dilahirkan juga mengalami kematian. Oleh karena sang roh tidak dilahirkan, tidak ada masa lampau, masa sekarang maupun masa yang akan datang bagi sang roh. Sang roh adalah kekal, berada untuk selamanya, dan bersifat abadi—yaitu, tidak ada catatan dalam kazanah sejarah tentang terwujudnya sang roh. Oleh karena kesan dari badan, kita mencari sejarah kelahiran, dan sebagainya, bagi sang roh. Sang roh tidak pernah tua pada suatu waktu, seperti yang dialami badan. Karena itu, yang disebut orang yang sudah tua masih merasa Diri-Nya sebagai roh yang sama seperti pada masa kanak-kanak atau masa remajanya. Perubahan badan tidak mempengaruhi sang roh. Sang roh tidak merosot seperti pohon, ataupun seperti sesuatu yang bersifat material. Sang roh juga tidak menghasilkan sesuatu. Seperti yang dihasilkan oleh badan, yaitu anak-anak, juga roh-roh individual yang berbeda-beda; oleh karena badan, mereka muncul sebagai anak orang-orang tertentu. Badan berkembang karena adanya sang roh, tetapi sang roh tidak memiliki keturunan maupun perubahannya. Karena itu sang roh bebas dari enam jenis perubahan yang dialami badan. Dalam Katha Upanisad (1.2.18) kita juga menemukan ayat yang serupa yang berbunyi:

na jāyate mriyate vā vipaścin
nāyaḿ kutaścin na babhūva kaścit
ajo nityaḥ śāśvato ‘yaḿ purāṇo
na hanyate hanyamāne śarīre

Arti dan penjelasan ayat ini adalah sama seperti ayat dalam Bhagavad-gita, tetapi dalam ayat ini terdapat satu kata yang istimewa, yaitu kata vipascit, yang berarti pengetahuan atau memiliki pengetahuan.

Sang roh penuh pengetahuan, atau selalu penuh kesadaran. Karena itu, kesadaran adalah tanda adanya sang roh. Kalaupun seseorang tidak menemukan sang roh di dalam jantung, tempat sang roh bersemayam, ia masih dapat mengerti bahwa adanya sang roh hanya karena adanya kesadaran. Kadang-kadang kita tidak menemukan matahari di langit karena awan, atau alasan yang lain, tetapi cahaya matahari selalu ada, dan kita yakin bahwa hari sudah siang. Begitu seberkas cahaya menerangi angkasa pada waktu pagi, kita dapat mengerti bahwa matahari sudah ada di langit. Begitu pula, oleh karena ada suatu kesadaran di dalam semua badan—baik manusia maupun binatang—lalu kita dapat mengerti bahwa adanya sang roh. Akan tetapi, kesadaran sang roh tersebut berbeda dengan kesadaran Yang Maha Kuasa, sebab Kesadaran Yang Paling Utama adalah menyangkut pengetahuan tentang segala sesuatu—masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Sedangkan kesadaran sang roh yang individual cenderung untuk lupa. Apabila ia melupakan sifatnya yang sejati, ia dapat dididik dan dibebaskan dari kebodohan oleh pelajaran paling utama yang akan diberikan oleh Krishna. Krishna tidaklah seperti sang roh yang cenderung lupa. Kalau Krishna cenderung lupa, maka ajaran Krishna dalam Bhagavad-gita tidak akan berguna.

Ada dua jenis roh—yaitu, sang roh yang seperti butir yang kecil sekali (anuatma) dan Roh Yang Paling Utama (vibhuatma). Kenyataan ini juga dibenarkan dalam Katha Upanisad (1.2.20) sebagai berikut:

aṇor aṇīyān mahato mahīyān
ātmāsya jantor nihito guhāyām
tam akratuḥ paśyati vīta-śoko
dhātuḥ prasādān mahīmānam ātmanaḥ

Roh Yang Utama [paramatma] dan roh yang sekecil atom [jivatma] terletak dalam jantung yang sama dimiliki oleh makhluk hidup pada badan yang sama yang diumpamakan sebagai pohon. Hanya orang yang sudah dibebaskan dari segala keinginan material serta segala penyesalan dapat mengerti kemuliaan sang roh atas karunia Yang Mahakuasa.” Krishna juga sumber Roh Yang Utama, sebagaimana akan diungkapkan dalam bab-bab berikut, dan Arjuna adalah roh sekecil atom, yang sudah lupa akan sifat sejatinya; karena itu, Arjuna perlu dibebaskan dari kebodohan oleh Krishna atau utusan Krishna yang dapat dipercaya (sang guru kerohanian).

2.21
vedāvināśinaḿ nityaḿ
ya enam ajam avyayām
kathaḿ sa puruṣaḥ pārtha
kaḿ ghātayati hanti kam

veda—mengetahui; avināśinam—dapat dimusnahkan; nityam—senantiasa berada; yaḥ—orang yang; enam—ini (sang roh); ajam—tidak dilahirkan; avyayām—tidak dapat diubah; katham—bagaimana; saḥ— itu; puruṣaḥ—seseorang; pārtha—wahai Pārtha (Arjuna); kam—siapa; ghātayāti—menyebabkan melukai; hanti—membunuh; kam—siapa.

Terjemahan
Wahai Pārtha, bagaimana mungkin orang yang mengetahui bahwa sang roh tidak dapat dimusnahkan, bersifat kekal, tidak dilahirkan dan tidak pernah berubah dapat membunuh seseorang atau menyebabkan seseorang membunuh?

Penjelasan
Segala sesuatu tentu ada gunanya dan ada benarnya, sehingga orang yang mantap dalam pengetahuan yang lengkap mengetahui bagaimana dan di mana menggunakan sesuatu untuk penggunaan yang sebenarnya. Begitu pula dengan kekerasan, ada gunanya, dan bagaimana caranya menggunakan kekerasan dipahami oleh orang yang berpengetahuan. Walau pun seorang hakim menjatuhkan hukuman mati terhadap orang yang terbukti telah melakukan pembunuhan, hakim itu tidak dapat disalahkan karena dia memerintahkan kekerasan terhadap orang lain menurut undang-undang keadilan. Dalam Manusamhita, kitab hukum bagi manusia, dibenarkan bahwa hendaknya seorang pembunuh dijatuhi hukuman mati supaya dalam penjelmaannya yang akan datang dia tidak harus menderita karena dosa besar yang telah dilakukannya. Karena itu, apabila seorang raja menjatuhkan hukuman mati terhadap seseorang, itu sebenarnya bermanfaat bagi orang itu. Begitu pula, apabila Krishna memerintahkan pertempuran, harus disimpulkan bahwa kekerasan itu demi keadilan yang paling utama. Karena itu, sebaiknya Arjuna mengikuti perintah tersebut, dengan menyadari bahwa kekerasan seperti itu, yang dilakukan dalam rangka bertempur demi Krishna, bukanlah kekerasan belaka. Bagaimanapun, manusia, atau lebih tepatnya sang roh, tidak dapat dibunuh; karena itu, demi pelaksanaan keadilan, apa yang disebut dengan kekerasan diperbolehkan. Operasi pembedahan tidak dimaksudkan untuk membunuh seorang penderita, melainkan untuk menyembuhkan penyakitnya. Jadi, pertempuran yang akan dilaksanakan oleh Arjuna atas perintah Krishna adalah pertempuran dengan dasar pengetahuan sepenuhnya. Karena itu, tidak mungkin ada reaksi dosa.

2.22
vāsāḿsi jīrṇāni yathā vihāya
navāni gṛhṇāti naro ‘parāṇi
tathā śarīrāṇi vihāya jīrṇāny
anyāni saḿyāti navāni dehī

vāsāḿsi—pakaian; jīrṇāni—tua dan rusak; yathā—seperti halnya; vihāya—meninggalkan; navāni—pakaian baru; gṛhṇāti—menerima; naraḥ—seorang manusia; aparāṇi—orang lain; tathā—dengan cara yang sama; śarīrāṇi—badan-badan; vihāya—meninggalkan; jīrṇāni—tua renta dan tidak bermanfaat; anyāni—berbeda; saḿyāti—sungguh-sungguh menerima; navāni—pasangan-pasangan yang baru; dehī—dia yang berada di dalam badan.

Terjemahan
Seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru, dan membuka pakaian lama, begitu pula sang roh menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tidak berguna.

Penjelasan
Penggantian badan bagi sang roh individual yang sekecil atom diakui sebagai kenyataan. Ahli-ahli ilmu pengetahuan modern yang tidak percaya terhadap adanya sang roh juga tidak dapat menjelaskan sumber tenaga dari jantung, namun mereka terpaksa menerima perubahan yang terjadi terus-menerus di dalam badan sejak masa bayi hingga masa kanak-kanak, dan dari masa kanak-kanak sampai masa remaja, kemudian sekali lagi dari masa remaja sampai usia tua. Dari usia tua, perubahan dipindahkan ke dalam badan lain. Hal ini sudah dijelaskan di dalam ayat sebelumnya (2.13).

Perpindahan sang roh yang individual yang sekecil atom ke dalam badan lain dimungkinkan atas berkat karunia Roh Yang Utama. Roh Yang Utama memenuhi keinginan roh yang sekecil atom seperti halnya seorang kawan memenuhi keinginan kawan lain. Veda, misalnya Mundaka Upanisad, dan juga Svetasvatara Upanisad, mengumpamakan sang roh dan Roh Yang Utama sebagai dua ekor burung yang bersahabat yang hinggap di pohon yang sama. Salah satu di antara dua ekor burung tersebut (yaitu roh individual yang sekecil atom) sedang memakan buah pada pohon tersebut, sedang kan burung lain (Krishna) hanya memandang kawannya. Di antara dua ekor burung tersebut—kendatipun mereka mempunyai sifat yang sama—salah satu dipikat oleh buah dari pohon material, sedangkan yang lain hanya menyaksikan kegiatan kawannya. Krishna adalah sebagai burung yang menyaksikan, dan Arjuna adalah burung yang sedang makan. Walaupun mereka berkawan, namun salah satunya menjadi penguasa dan yang lainnya menjadi hamba. Bila roh yang sekecil atom itu lupa akan hubungannya tersebut, hal itu menyebabkan ia berpindah dari sebatang pohon ke pohon yang lain atau dari satu badan ke dalam badan yang lain. Sang roh jiva berjuang dengan keras sekali pada pohon jasmani”, tetapi begitu ia setuju untuk mengakui burung yang lain tadi sebagai guru kerohanian yang paling utama—seperti yang disetujui Arjuna dengan cara menyerahkan diri dengan sukarela kepada Krishna untuk menerima pelajaran—maka burung yang tunduk segera dibebaskan dari segala penyesalan. Hal ini dibenarkan oleh Mundaka Upanisad (3.1.2) dan Svetasvatara Upanisad (4.7):

samāne vṛkṣe puruṣo nimagno
‘nīśayā śocati muhyamānaḥ
juṣṭaḿ yadā paśyaty anyam īśam
asya mahīmānam iti vīta-śokaḥ

Walaupun dua ekor burung berada di sebatang pohon yang sama, di mana salah seekor hanya sibuk memakan buah-buahan pada pohon itu tetapi penuh kecemasan serta kemurungan namun dia sambil mencoba menikmati buah-buahan yang ada pada pohon tersebut, sedangkan yang satunya hanya menunggu dengan tenang sekali. Tetapi jika dengan suatu cara burung yang murung tersebut memalingkan mukanya kepada kawannya—yaitu kepada Tuhan dan mengerti kebesaran Beliau—maka segera si burung yang menderita tersebut dibebaskan dari segala kecemasan.” Sekarang Arjuna sudah memalingkan mukanya kepada kawannya yang kekal, Sri Krishna, dan Arjuna sedang mendengarkan Bhagavad-gita untuk mengerti dari Beliau. Dengan mendengar dari Krishna seperti itu, ia dapat mengerti kebesaran yang paling utama Krishna dan dia dapat dibebaskan dari penyesalan.

Di sini Arjuna dinasehati oleh Krishna supaya jangan menyesal karena perubahan jasmani yang dialami oleh kakeknya yang sudah tua dan gurunya. Melainkan, hendaknya dia senang membunuh badan-badan mereka dalam pertempuran yang saleh supaya mereka dapat segera disucikan dari segala reaksi akibat berbagai kegiatan jasmani. Orang yang mengorbankan nyawanya di tempat persembahan korban suci, atau di medan perang yang benar, segera disucikan dari segala reaksi jasmani dan diangkat sampai status hidup yang lebih tinggi. Jadi, Arjuna tidak mempunyai alasan untuk menyesal.

2.23
nainaḿ chindanti śastrāṇi
nainaḿ dahati pāvakaḥ
na cainaḿ kledayanty āpo
na śoṣayati mārutaḥ

na—tidak pernah; enam—roh ini; chindanti—dapat memotong menjadi bagian-bagian; śastrani—senjata-senjata; na—tidak pernah; enam—roh ini; dahati—membakar; pavakaḥ—api; na—tidak pernah; ca—juga; enam—roh tersebut; kledayānti—membasahi; āpaḥ—air; na—tidak pernah; śoṣayāti—mengeringkan; mārutaḥ—angin.

Terjemahan
Sang roh tidak pernah dapat dipotong menjadi bagian-bagian oleh senjata manapun, dibakar oleh api, dibasahi oleh air, atau dikeringkan oleh angin.

Penjelasan
Segala jenis senjata—pedang, senjata api, senjata hujan, senjata angin topan, dan sebagainya—tidak dapat membunuh sang roh. Rupanya dahulu kala ada banyak jenis senjata terbuat dari tanah, air, udara, angkasa, dan sebagainya di samping senjata-senjata modern yang terbuat dari api. Senjata-senjata nuklir pada jaman modern digolongkan sebagai senjata-senjata api, tetapi dahulu kala ada senjata-senjata lain terbuat dari segala jenis unsur material. Senjata-senjata api dilawan dengan senjata-senjata air, yang sekarang tidak dikenal oleh ilmu pengetahuan modern. Para ahli ilmu pengetahuan modern juga tidak memiliki pengetahuan tentang senjata-senjata angin topan. Walaupun demikian, sang roh tidak pernah dapat dipotong menjadi bagian-bagian, ataupun dihancurkan oleh sejumlah senjata manapun, bagaimanapun ilmiahnya peralatan yang digunakan.

Para Mayāvadi tidak dapat menjelaskan bagaimana roh individual diwujudkan hanya oleh kebodohan dan sebagai akibatnya ditutupi oleh tenaga yang mengkhayalkan. Juga tidak pernah dimungkinkan memotong roh-roh individual dari Roh Utama yang asli; melainkan para roh individual adalah bagian-bagian kekal yang terpisah dari Roh Yang Utama. Oleh karena roh-roh tetap menjadi roh-roh individual yang sekecil atom (sanatana) untuk selamanya, mereka cenderung ditutupi oleh tenaga yang mengkhayalkan, dan dengan demikian mereka dipisahkan dari hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, seperti halnya banyak bunga api yang mempunyai persatuan sifat dengan api cenderung dipadamkan jika keluar dari api itu. Dalam Varaha Purana, diuraikan bahwa para makhluk hidup adalah bagian-bagian dari Yang Mahakuasa yang mempunyai sifat sama seperti Beliau. Roh-roh tersebut menjadi demikian untuk selamanya menurut Bhagavad-gita. Jadi sesudah dibebaskan dari khayalan, makhluk hidup tetap sebagai identitas yang terpisah, dan kenyataan ini jelas berasal dari ajaran Sri Krishna kepada Arjuna. Arjuna mencapai pembebasan dengan pengetahuan yang diterima dari Krishna, tetapi dia tidak pernah menjadi satu dengan Krishna.

2.24
acchedyo ‘yam adāhyo ‘yam
akledyo ‘śoṣya eva ca
nityaḥ sarva-gataḥ sthāṇur
acalo ‘yaḿ sanātanaḥ

acchedyaḥ—tidak dapat dipatahkan; ayam—roh ini; adāhyaḥ—tidak dapat dibakar; ayam—roh tersebut; akledyaḥ—tidak dapat dilarutkan; aśoṣyaḥ—tidak dapat dikeringkan; evā—pasti; ca—dan; nityaḥ—berada untuk selamanya; sarva-gataḥ—berada di mana-mana; sthāṇuḥ—tidak dapat diubah; acalaḥ—tidak dapat digerakkan; ayam—roh tersebut; sanātanāḥ—selalu sama untuk selamanya.

Terjemahan
Roh yang individual ini tidak dapat dipatahkan dan tidak dapat dilarutkan, dibakar ataupun dikeringkan. Ia hidup untuk selamanya, berada di mana-mana, tidak dapat diubah, tidak dapat dipindahkan dan tetap sama untuk selamanya.

Penjelasan
Segala kwalifikasi roh yang sekecil atom tersebut membuktikan dengan pasti bahwa sang roh yang individual untuk selamanya menjadi butir seperti atom dari keseluruhan rohani, dan ia tetap menjadi atom untuk selamanya, tanpa perubahan. Teori monisme sulit sekali digunakan dalam hal ini, sebab roh yang individual tidak pernah diduga bersatu dengan cara menunggal. Sesudah pembebasan dari pengaruh material, roh yang individual barangkali lebih suka tetap menjadi bunga api rohani di dalam cahaya cerah dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, tetapi roh-roh yang cerdas masuk ke dalam planet-planet rohani untuk mengadakan hubungan dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.

Kata sarva-gataḥ (berada di mana-mana) bermakna, sebab tidak dapat diragukan bahwa para makhluk hidup berada di mana-mana dalam ciptaan Tuhan. Roh-roh tersebut hidup di atas daratan, di dalam air, di dalam udara, di dalam tanah, bahkan di dalam api. Kepercayaan bahwa roh-roh itu dijadikan steril di dalam api tidak dapat diterima, sebab dinyatakan di sini bahwa sang roh tidak dapat dibakar oleh api. Karena itu, tidak dapat diragukan bahwa juga ada makhluk-makhluk hidup di dalam planet matahari dengan badan yang cocok untuk hidup di sana. Kalau bola matahari tidak ada penghuninya, maka kata sarva-gataḥ—yang berarti hidup di mana-mana—tidak berarti.

2.25
avyakto ‘yam acintyo ‘yam
avikāryo ‘yam ucyate
tasmād evaḿ viditvāinaḿ
nānuśocitum arhasi

avyaktaḥ—tidak dapat dilihat; ayam—roh ini; acintyaḥ—tidak dapat dimengerti; ayam—roh ini; avikāryaḥ—tidak dapat diubah; ayam—roh ini; ucyate—dikatakan; tasmāt—karena itu; evam—seperti ini; viditvā—mengetahui dengan baik; enam—roh ini; na—tidak; anuśocitum—menyesal; arhasi—patut bagi engkau.

Terjemahan
Dikatakan bahwa sang roh itu tidak dapat dilihat, tidak dapat dipahami dan tidak dapat diubah. Mengingat kenyataan itu, hendaknya engkau jangan menyesal karena badan.

Penjelasan
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, ukuran sang roh begitu kecil untuk perhitungan material kita sehingga ia tidak dapat dilihat bahkan oleh mikroskop yang paling muktahir sekalipun; karena itu, ia tidak dapat dilihat. Tidak ada orang yang dapat membuktikan adanya sang roh dengan cara melakukan percobaan di luar bukti sruti, atau pengetahuan Veda. Kita harus mengakui kebenaran tersebut, sebab tidak ada sumber pengetahuan lain lagi mengenai adanya sang roh, walaupun itu merupakan kenyataan yang dapat dipahami. Ada banyak hal yang harus kita terima berdasarkan kekuasaan yang lebih tinggi. Tidak ada orang yang dapat menolak adanya ayah, berdasarkan pernyataan ibunya. Tidak ada sumber pengertian lain lagi tentang identitas ayah selain pernyataan ibu. Begitu pula, tidak ada sumber pengertian sang roh selain mempelajari Veda. Dengan kata lain, sang roh tidak dapat dimengerti oleh pengetahuan manusia yang berdasarkan percobaan. Sang roh adalah kesadaran dan iapun sadar—itu juga dinyatakan di dalam Veda, dan kita harus mengakui kenyataan itu. Badan berubah, tetapi sang roh tidak mengalami perubahan. Sang roh tidak dapat diubah untuk selamanya; karena itu, ia tetap sekecil atom dibandingkan dengan Roh Yang Utama yang tidak terhingga. Roh Yang Utama tidak terhingga, dan roh yang sekecil atom begitu kecil sehingga tidak dapat diukur. Karena itu, sang roh yang begitu kecil sehingga tidak dapat diukur dan tidak dapat diubah, tidak akan pernah dapat sejajar dengan Roh Yang Tidak Terhingga, atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Paham tersebut dijelaskan berulangkali dalam Veda dengan pelbagai cara hanya untuk membenarkan stabilitas paham sang roh. Kadang-kadang sesuatu perlu diulangi agar kita dapat mengerti mata pelajaran itu secara mendalam tanpa kesalahan.

2.26
atha cainaḿ nitya-jātaḿ
nityaḿ vā manyase mṛtam
tathāpi tvaḿ mahā-bāho
nainaḿ śocitum arhasi

atha—akan tetapi, kalau; ca—juga; enam—roh ini; nitya-jātam—selalu dilahirkan; nityam—untuk selamanya; vā—atau; manyase—engkau berpikir seperti itu; mṛtam—mati; tathā api—masih; tvām—engkau; mahā-bāho—wahai yang berlengan perkasa; na—tidak pernah; enam—tentang sang roh; śocitum—menyesal; arhasi—patut.

Terjemahan
Akan tetapi, kalau engkau berpikir bahwa sang roh [atau gejala gejala hidup] senantiasa dilahirkan dan selalu mati, toh engkau masih tidak mempunyai alasan untuk menyesal, wahai Arjuna yang berlengan perkasa.

Penjelasan
Selalu ada suatu golongan filosof, hampir mirip dengan para pengikut Sang Buddha, yang tidak percaya dengan keberadaan sang roh secara tersendiri di luar badan. Waktu Sri Krishna menyabdakan Bhagavad-gita, rupanya filosof-filosof seperti itu sudah ada, dan mereka terkenal sebagai para lokayatika dan para vaibhasika. Filosof-filosof seperti itu mengatakan bahwa gejala-gejala hidup terjadi pada keadaan matang gabungan material tertentu. Para ahli ilmu pengetahuan material modern dan para ahli filsafat material juga berpikir dengan cara yang serupa. Menurut mereka, badan adalah gabungan unsur-unsur kimia, dan pada tahap tertentu gejala-gejala hidup berkembang dengan interaksi antara unsur-unsur alam dan unsur-unsur kimia. Ilmu pengetahuan anthropologi berasal dan berdasarkan filsafat tersebut. Dewasa ini, banyak aliran yang palsu—yang sekarang menjadi mode di Amerika Serikat—juga menganut filsafat tersebut, dan sekte-sekte yang tidak mengakui bhakti dan mengutamakan kekosongan juga mengikuti filsafat ini.

Kalaupun Arjuna tidak percaya terhadap adanya sang roh—seperti yang diajarkan dalam filsafat vaibhasika—masih tidak ada alasan untuk menyesal. Tidak ada orang menyesal karena hilangnya sejumlah zat-zat kimia hingga berhenti pelaksanaan tugas kewajiban yang telah ditetapkan baginya. Melainkan, dalam ilmu pengetahuan modern dan perang ilmiah, bertonton zat kimia dihamburkan untuk mencapai kemenangan atas musuh. Menurut filsafat vaibhasika, apa yang disebut roh atau atma lenyap dengan merosotnya badan. Jadi, dalam keadaan mana pun, baik Arjuna mengakui kesimpulan Veda bahwa sang roh, yang sekecil atom betul-betul ada, maupun tidak percaya terhadap adanya sang roh, Arjuna tidak mempunyai alasan untuk menyesal. Menurut teori tersebut, oleh karena begitu banyak makhluk hidup yang dihasilkan dari alam, pada setiap saat, dan begitu banyak di antaranya dibinasakan setiap saat, maka tidak perlu ada penyesalan karena peristiwa itu. Kalau sang roh tidak dilahirkan kembali, maka Arjuna tidak perlu takut bahwa ia akan dipengaruhi oleh reaksi-reaksi dosa akibat membunuh kakek dan gurunya. Tetapi pada waktu yang sama, secara sindiran Krishna menyebutkan Arjuna dengan nama mahabahu, berlengan perkasa, sebab sekurang-kurangnya Arjuna tidak mengakui teori para vaibhasika, yang meninggalkan pengetahuan Veda. Sebagai seorang ksatriya, Arjuna termasuk penganut kebudayaan Veda, dan Arjuna patut terus mengikuti prinsip-prinsip kebudayaan itu.

2.27
jātasya hi dhruvo mṛtyur
dhruvaḿ janma mṛtasya ca
tasmād aparihārye ‘rthe
na tvaḿ śocitum arhasi

jātasyā—mengenai orang yang sudah dilahirkan; hi—pasti; dhruvaḥ—kenyataan; mṛtyuḥ—kematian; dhruvam—juga kenyataan; janma—kelahiran; mṛtasya—mengenai yang sudah mati; ca—juga; tasmāt—karena itu; aparihārye—mengenai sesuatu yang tidak dapat dihindari; arthe—dalam hal; na—jangan; tvām—engkau; śocitum—menyesal; arhasi—pantas.

Terjemahan
Orang yang sudah dilahirkan pasti akan meninggal, dan sesudah kematian, seseorang pasti akan dilahirkan lagi. Karena itu, dalam melaksanakan tugas kewajibanmu yang tidak dapat dihindari, hendaknya engkau jangan menyesal.

Penjelasan
Seseorang harus dilahirkan menurut kegiatan hidupnya. Sesudah selesai satu tahap kegiatan, ia harus mati supaya dilahirkan untuk tahap kegiatan berikutnya. Dengan cara demikian, peredaran kelahiran dan kematian berputar, yang satu menyusul yang lain tanpa pembebasan. Akan tetapi perputaran kelahiran dan kematian tersebut tidak membenarkan adanya pembunuhan, penyembelihan dan perang yang tidak diperlukan. Namun pada waktu yang sama, kekerasan dan perang adalah unsur-unsur yang tidak dapat dihindarkan dalam masyarakat manusia untuk memelihara keadilan dan ketertiban.

Perang Kuruksetra, yang dijalankan atas kehendak Yang Mahakuasa, adalah peristiwa yang tidak dapat dihindari, dan bertempur untuk kepentingan yang benar adalah tugas dan kewajiban ksatriya. Mengapa Arjuna harus takut atau bersedih pada saat-saat sanak keluarganya meninggal padahal ia sedang melakukan tugas kewajibannya yang benar? Tidaklah patut dia melanggar hukum. Sebab kalau dia melanggar hukum, malahan dia akan dipengaruhi oleh reaksi-reaksi dosa, yang justru Arjuna takut sekali terhadap reaksi dosa itu. Dengan menghindari pelaksanaan tugas kewajibannya yang benar, dia juga tidak akan dapat menghentikan kematian sanak keluarganya, dan dia pun akan merosot karena memilih jalan perbuatan yang salah.

2.28
avyaktādīni bhūtāni
vyakta-madhyāni bhārata
avyakta-nidhanāny eva
tatra kā paridevanā

avyakta-ādīni—pada awal tidak berwujud; bhūtāni—semua yang diciptakan; vyakta—terwujud; madhyāni—di tengah-tengah; Bhārata—wahai putera keluarga Bhārata ; avyakta—tidak terwujud; nidhanāni—apabila dimusnahkan; evā—semuanya seperti itu; tatra—karena itu; kā— apa; paridevanā—penyesalan.

Terjemahan
Semua makhluk yang diciptakan tidak terwujud pada awalnya, terwujud pada pertengahan, dan sekali lagi tidak terwujud pada waktu dileburkan. Jadi apa yang perlu disesalkan?

Penjelasan
Jika kita mengakui bahwa ada dua golongan filosof, yang satu percaya tentang adanya sang roh sedangkan yang lain tidak, juga tetap tidak ada alasan untuk menyesal dalam kedua keadaan tersebut. Orang yang tidak percaya terhadap adanya sang roh disebut orang yang tidak percaya kepada Tuhan oleh para pengikut pengetahuan Veda. Seandainya kita mengakui teori yang tidak percaya kepada Tuhan tersebut, toh tidak ada alasan untuk menyesal. Selain keberadaan sang roh secara tersendiri, unsur-unsur material tetap tidak terwujud sebelum ciptaan. Dari keadaan tidak terwujud yang halus tersebut terjadilah perwujudan, seperti halnya udara terwujud dari angkasa, api terwujud dari udara; air terwujud dari api; dan tanah terwujud dari air. Dari tanah terwujudlah banyak jenis manifestasi. Misalnya, gedung pencakar langit yang besar diwujudkan dari tanah. Apabila gedung pencakar langit dibongkar, manifestasi itu menjadi tidak terwujud lagi dan tetap sebagai atom-atom pada tahap terakhir. Hukum kekekalan energi tetap berlaku, tetapi sesudah beberapa waktu benda-benda diwujudkan dan kemudian tidak terwujud—itulah perbedaannya. Karena itu, apa alasan untuk menyesal, baik pada tahap terwujud maupun pada tahap tidak terwujud. Entah kenapa, dalam tahap tidak terwujud pun benda-benda tidak lenyap. Baik pada awal maupun pada akhir semua unsur tetap tidak terwujud, hanya pada pertengahan saja unsur-unsur itu terwujud, dan ini tidak menyebabkan perbedaan material apa pun yang sejati.

Kalau kita mengakui kesimpulan Veda sebagaimana dinyatakan dalam Bhagavad-gita bahwa badan-badan jasmani dapat dimusnahkan sesudah beberapa waktu (antavanta ime dehāḥ) dan bahwa sang roh adalah kekal (nityasyoktah saririnah), maka kita selalu ingat bahwa badan adalah seperti pakaian; karena itu, mengapa kita harus menyesal karena penggantian pakaian? Badan jasmani tidak ada eksistensi yang nyata sehubungan dengan sang roh yang kekal. Hal itu mirip dengan impian. Dalam impian barangkali kita berpikir kita terbang di langit, atau duduk di atas kereta kencana sebagai rājā , tetapi bila kita bangun, kita dapat melihat bahwa kita tidak berada di langit maupun duduk di atas kereta kencana. Pengetahuan Veda memberikan semangat untuk keinsafan diri berdasarkan kenyataan bahwa badan jasmani tidak mempunyai eksistensi yang nyata. Karena itu, dalam kedua keadaan tersebut, baik seseorang percaya terhadap adanya sang roh maupun tidak percaya, tetap tidak ada alasan untuk menyesal karena badan hilang.

2.29
āścarya-vat paśyati kaścid enam
āścarya-vad vadati tathāiva cānyaḥ
āścarya-vac cainam anyaḥ śṛṇoti
śrutvāpy enaḿ veda na caiva kaścit

āścarya-vat—sebagai sesuatu yang mengherankan; paśyāti—melihat; kaścit—seseorang; enam—roh ini; āścarya-vat—sebagai sesuatu yang mengherankan; vadati—berbicara tentang; tathā—demikian; evā—pasti; ca—juga; anyaḥ—lain; āścarya-vat—mengherankan seperti itu; ca—juga; enam—roh tersebut; anyaḥ—lain-lain; śṛṇoti—mendengar dari; śrutvā—setelah mendengar; api—bahkan; enam—roh tersebut; veda—mengetahui; na—tidak pernah; ca—dan; evā—pasti; kaścit—seseorang.

Terjemahan
Beberapa orang memandang bahwa sang roh sebagai sesuatu yang mengherankan, beberapa orang menguraikan dia sebagai sesuatu yang mengherankan, dan beberapa orang mendengar tentang dia sebagai sesuatu yang mengherankan juga, sedangkan orang lain tidak dapat mengerti sama sekali tentang sang roh, walaupun mereka sudah mendengar tentang dia.

Penjelasan
Oleh karena Gitopanisad sebagian besar berdasarkan prinsip-prinsip Upanisad-upanisad, tidak mengherankan kalau kita menemukan ayat berikut di dalam

Katha Upanisad (1.2.7):
śravaṇayāpi bahubhir yo na labhyaḥ
śṛṇvanto ‘pi bahavo yaḿ na vidyuḥ
āścaryo vaktā kuśalo ‘sya labdhā
āścaryo ‘sya jñātā kuśalānuśiṣṭaḥ

Sangat mengherankan bahwa sang roh yang sekecil atom berada di dalam badan binatang yang besar, di dalam pohon beringin yang besar sekali, dan juga berada di dalam kuman-kuman yang sangat kecil sehingga berjuta-juta dan bermiliyar-miliyar kuman seperti itu dapat dimasukkan di dalam bidang sebesar satu centimeter persegi. Orang kekurangan pengetahuan dan orang yang tidak bertapa tidak dapat mengerti ajaibnya bunga api rohani yang individual, yaitu sang roh, walaupun itu dijelaskan oleh penguasa pengetahuan yang paling tinggi, yang juga memberikan pelajaran kepada Brahma, makhluk hidup pertama di alam semesta. Oleh karena paham material yang kasar tentang banyak hal, kebanyakan orang pada jaman ini tidak dapat membayangkan bagaimana butir yang sekecil itu dapat menjadi begitu besar dan juga menjadi begitu kecil. Karena itu, orang memandang sang roh sebagai sesuatu yang ajaib, baik menurut kedudukan dasarnya maupun menurut uraian. Orang dikhayalkan oleh tenaga material. Karena itu, mereka begitu sibuk dalam hal-hal untuk kepuasan indera-indera sehingga sedikit sekali waktu mereka untuk memahami pertanyaan mengenai pengertian tentang diri mereka. Memang menjadi kenyataan bahwa tanpa mengerti tentang diri kita, segala kegiatan mengakibatkan kekalahan dalam perjuangan hidup pada akhirnya. Mungkin seseorang tidak membayangkan bahwa ia harus berpikir tentang sang roh, dan juga cara mencapai penyelesaian terhadap kesengsaraan material.

Beberapa orang yang berminat mendengar tentang sang roh barangkali mengikuti ceramah-ceramah dengan pergaulan yang baik, tetapi kadang-kadang karena kebodohan mereka disesatkan dengan mengakui Roh Yang Utama dan roh yang sekecil atom bersatu tanpa perbedaan ukuran. Sulit sekali menemukan orang yang mengerti secara sempurna tentang kedudukan Roh Yang Utama, roh yang sekecil atom, fungsi masing-masing, hubungan hubungan dan segala hal, baik yang besar maupun yang kecil. Lebih sulit lagi menemukan orang yang sungguh-sungguh memperoleh manfaat sepenuhnya dari pengetahuan tentang sang roh, dan sanggup menguraikan kedudukan sang roh dalam berbagai aspek. Akan tetapi, kalau seseorang dapat mengerti mata pelajaran tentang sang roh dengan sesuatu cara, maka kehidupannya mencapai sukses.

Cara termudah untuk mengerti mata pelajaran tentang sang roh ialah dengan cara menerima pernyataan dari Bhagavad-gita yang disabdakan oleh penguasa tertinggi, yaitu Sri Krishna, tanpa disesatkan oleh teori-teori yang lain. Tetapi itu juga memerlukan pertapaan dan korban suci yang besar, baik dalam hidup ini maupun dalam penjelmaan-penjelmaan sebelumnya, sebelum seseorang dapat mengakui Krishna sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi, Krishna dapat dikenal seperti itu atas karunia penyembah murni yang tiada sebabnya dan tidak dengan cara yang lain.

2.30
dehī nityam avadhyo ‘yaḿ
dehe sarvasya bhārata
tasmāt sarvāṇi bhūtāni
na tvaḿ śocitum arhasi

dehī—pemilik badan jasmani; nityam—untuk selamanya; avadhyaḥ—tidak dapat dibunuh; ayam—roh ini; dehe—di dalam badan; sarvasya—milik semua orang; Bhārata—o putera keluarga Bhārata ; tasmāt—karena itu; sarvāni—semua; bhūtāni—makhluk-makhluk hidup (yang dilahirkan); na—tidak pernah; tvām—engkau; śocitum—bersedih hati; arhasi—pantas.

Terjemahan
O putera keluarga Bhārata, dia yang tinggal dalam badan tidak pernah dapat dibunuh. Karena itu, engkau tidak perlu bersedih hati untuk makhluk manapun.

Penjelasan
Krishna sekarang menyelesaikan bab pelajaran ini tentang sang roh yang tidak dapat diubah. Dalam menguraikan sang roh yang tidak pernah mati dengan berbagai cara, Sri Krishna membuktikan bahwa sang roh tidak pernah mati dan badan bersifat sementara. Karena itu, Arjuna sebagai seorang ksatriya seharusnya jangan meninggalkan tugas kewajibannya karena takut bahwa kakek dan gurunya—Bhīṣma dan Drona—akan mati dalam perang. Berdasarkan kekuasaan Sri Krishna, seseorang harus percaya bahwa ada sang roh selain daripada badan jasmani, bukan bahwa sang roh tidak ada, atau bahwa gejala-gejala hidup berkembang pada tahap tertentu dalam keadaan matang secara material akibat interaksi antara zat-zat kimia. Walaupun sang roh tidak pernah mati, kekerasan tidak dianjurkan, tetapi pada waktu yang sama, perang tidak dilarang kalau perang sungguh-sungguh diperlukan. Keperluan itu harus dibenarkan menurut apa yang direstui oleh Tuhan, bukan secara sembarangan.

2.31
sva-dharmam api cāvekṣya
na vikampitum arhasi
dharmyād dhi yuddhāc chreyo ‘nyat
kṣatriyasya na vidyāte

sva-dharmam—prinsip-prinsip dharma itu sendiri; api—juga; ca—memang; avekṣyā—mengingat; na—tidak pernah; vikampitum—ragu-ragu; arhasi—patut bagi engkau; dharmyāt—demi prinsip-prinsip dharma; hi—memang; yuddhāt—daripada bertempur; śreyaḥ—kesibukan yang lebih baik; anyat—sesuatu yang lain; kṣatriyasya—milik seorang ksatriya; na—tidak; vidyāte—ada.

Terjemahan
Mengingat tugas kewajibanmu yang khusus sebagai seorang ksatriya, hendaknya engkau mengetahui bahwa tiada kesibukan yang lebih baik untukmu daripada bertempur berdasarkan prinsip-prinsip dharma; karena itu, engkau tidak perlu ragu-ragu.

Penjelasan
Di antara empat golongan administrasi di masyarakat, demi baiknya soal administrasi ada golongan kedua yang disebut ksatriya. Ksat berarti menyakiti. Orang yang memberikan perlindungan terhadap hal-hal yang menyakitkan disebut ksatriya (trāyate—memberikan perlindungan). Para ksatriya dilatih untuk membunuh di hutan. Seorang ksatriya dengan pedangnya pergi ke hutan dan bertarung melawan seekor harimau satu lawan satu. Setelah harimau terbunuh, ia diberikan upacara pembakaran mayat sesuai dengan adat kerajaan . Sistem tersebut diikuti sampai sekarang oleh para rājā ksatriya di negara bagian Jaipur. Para ksatriya dilatih secara khusus untuk menyerang dan membunuh dengan kekerasan berdasarkan prinsip-prinsip dharma, kadang-kadang merupakan unsur yang diperlukan. Karena itu, para ksatriya tidak pernah dimaksudkan untuk langsung memasuki tingkat sannyāsa, atau tingkat melepaskan ikatan. Tanpa kekerasan di bidang politik barangkali menjadi siasat diplomatik, tetapi hal itu tidak pernah menjadi unsur pokok atau prinsip. Di dalam undang-undang hukum dharma dinyatakan:

āhaveṣu mitho ‘nyonyaḿ
jighāḿsanto mahī-kṣitaḥ
yuddhamānāḥ paraḿ śaktyā
svargaḿ yānty aparāń-mukhāḥ
yajñeṣu paśavo brahman
hanyante satataḿ dvijaiḥ
saḿskṛtāḥ kila mantraiś ca
te ‘pi svargam avāpnuvan

Di medan perang, seorang raja atau ksatriya, sambil bertempur melawan raja lain yang iri hati kepadanya, memenuhi syarat untuk mencapai planet-planet surga sesudah meninggal, seperti halnya para brahmaṇā juga mencapai planet-planet surga dengan mengorbankan binatang di dalam api korban suci.” Karena itu, membunuh di medan perang berdasarkan prinsip dharma dan membunuh binatang di dalam api korban sama sekali tidak dianggap perbuatan kekerasan, sebab semua orang diuntungkan oleh prinsip-prinsip dharma sehubungan dengan hal-hal ini. Binatang yang dikorbankan mendapat kesempatan untuk segera dilahirkan sebagai manusia tanpa menjalani proses evolusi tahap demi tahap dari bentuk satu ke bentuk lain, dan para ksatriya yang terbunuh di medan perang juga mencapai planet-planet surga, seperti para brahmaṇā yang mencapai planet-planet surga dengan cara menghaturkan korban suci.

Ada dua jenis svadharma, atau tugas-tugas khusus. Selama seseorang belum mencapai pembebasan, ia harus melakukan tugas-tugas sehubungan dengan badan khusus yang dimilikinya, menurut prinsip-prinsip dharma, untuk mencapai pembebasan. Apabila seseorang sudah mencapai pembebasan, maka svadharmanya—atau tugas kewajiban khusus—menjadi rohani dan tidak berada dalam paham jasmani yang bersifat material. Dalam paham hidup jasmani ada tugas-tugas khusus masing-masing bagi brahmaṇā dan ksatriya, dan tugas-tugas seperti itu tidak dapat dihindari. Svadharma ditetapkan oleh Tuhan, dan hal ini akan dijelaskan di dalam Bab Empat. Pada tingkat jasmani, svadharma disebut varnasrama-dharma, atau langkah-langkah manusia untuk mencapai pengertian rohani. Peradaban manusia mulai dari tahap varnasramadharma, atau tugas-tugas khusus menurut sifat-sifat alam tertentu pada badan yang sudah diperoleh. Melaksanakan tugas kewajiban khusus di bidang perbuatan manapun menurut perintah-perintah penguasa-penguasa yang lebih tinggi memungkinkan seseorang naik tingkat sampai tingkatan hidup yang lebih tinggi.

2.32
yadṛcchayā copapannaḿ
svarga-dvāram apāvṛtam
sukhīnaḥ kṣatriyāḥ pārtha
labhante yuddham īdṛśam

yadṛcchayā—dengan sendirinya; ca—juga; upapannam—dicapai; svarga—dari planet-planet surga; dvāram—pintu; apāvṛtam—terbuka lebar; sukhīnaḥ—bahagia sekali; kṣatriyāḥ—para anggota golongan raja ; pārtha—wahai putera Pṛthā; labhante—mencapai; yuddham—perang; īdṛśam—seperti ini.

Terjemahan
Wahai Pārtha, berbahagialah para ksatriya yang mendapatkan kesempatan untuk bertempur seperti itu tanpa mencarinya—kesempatan yang membuka pintu gerbang planet-planet surga bagi mereka.

Penjelasan
Sebagai guru yang paling utama bagi dunia, Sri Krishna menyalahkan sikap Arjuna, yang telah berkata, Saya tidak menemukan kebaikan apapun dalam pertempuran ini. Itu akan mengakibatkan kita tinggal di neraka untuk selamanya.” Pernyataan seperti itu dari Arjuna disebabkan oleh kebodohan belaka. Arjuna ingin tidak melakukan kekerasan dalam pelaksanaan tugas kewajibannya yang khusus. Bagi seorang ksatriya, berada di medan perang dan tidak mau melakukan kekerasan adalah filsafat orang bodoh. Di dalam Parasarasmrti, atau rumus-rumus dharma hasil karya Parasara, resi yang mulia, ayah Vyasadeva, dinyatakan:

kṣatriyo hi prajā rakṣan
śastra-pāṇiḥ pradaṇḍayan
nirjitya para-sainyādi
kṣitiḿ dharmeṇa pālayet

Kewajiban seorang ksatriya ialah melindungi para warga negara terhadap segala jenis kesulitan. Karena alasan itulah, ia harus menggunakan kekerasan dalam kasus-kasus yang tepat demi keadilan dan ketertiban. Karena itu, ia harus mengalahkan tentara raja-raja yang iri hati, dan dengan demikian, berdasarkan prinsip-prinsip dharma, ia harus berkuasa di dunia.” Menimbang segala aspek, Arjuna tidak mempunyai alasan untuk tidak bertempur. Kalau Arjuna mengalahkan musuhnya, dia akan menikmati kerajaan; kalaupun dia gugur dalam perang, dia akan naik tingkat sampai planet-planet surga, dan pintu-pintu gerbang surga sudah terbuka lebar baginya. Pertempuran akan menguntungkan Arjuna dalam kedua keadaan tersebut.

2.33
atha cet tvām imaḿ dharmyaḿ
sańgrāmaḿ na kariṣyasi
tataḥ sva-dharmaḿ kīrtiḿ ca
hitvā pāpam avāpsyasi

atha—karena itu; cet—kalau; tvām—engkau; imām—ini; dharmyam—sebagai kewajiban dharma; sańgrāmām—pertempuran; na—tidak; kariṣyasi—melakukan; tataḥ—kemudian; sva-dharmam—tugas kewajiban dharmamu; kīrtim—kemasyhuran; ca—juga; hitvā—kehilangan; pāpam—reaksi dosa; avāpsyasi—akan memperoleh.

Terjemahan
Akan tetapi, apabila engkau tidak melaksanakan kewajiban dharmamu, yaitu bertempur, engkau pasti menerima dosa akibat melalaikan kewajibanmu, dan dengan demikian kemashyuranmu sebagai kesatria akan hilang.

Penjelasan
Arjuna adalah kesatria yang termashyur, dan dia menjadi termashyur dengan cara bertarung melawan banyak dewa yang mulia, termasuk pula Dewa Siva. Sesudah bertarung dan mengalahkan Dewa Siva yang menyamar sebagai pemburu, Arjuna memuaskan hati Dewa Siva, lalu Dewa Siva menganugerahkan senjata bernama pasupataastra kepadanya. Semua orang tahu bahwa Arjuna adalah kesatria yang hebat. Dronacarya pun memberikan berkat-berkat pada Arjuna dengan menganugerahkan senjata khusus yang memungkinkan dapat membunuh gurunya sendiri. Arjuna telah diberikan begitu banyak penghargaan militer dari banyak penguasa, termasuk pula dari ayah angkatnya, Indra, rājā surga. Tetapi kalau Arjuna meninggalkan medan perang, bukan hanya tugas kewajibannya yang khusus sebagai ksatriya yang dilalaikannya, tapi dia kehilangan segala kemashyuran dan nama yang baik, dan dengan demikian mempersiapkan diri untuk menempuh jalan menuju neraka. Dengan kata lain, dia akan masuk neraka bukan dengan cara bertempur, melainkan dengan cara mengundurkan diri dari perang.

2.34
akīrtiḿ cāpi bhūtāni
kathayiṣyanti te ‘vyayām
sambhāvitasya cākīrtir
maraṇād atiricyate

akīrtim—nama yang buruk; ca—juga; api—terutama; bhūtāni—semua orang; kathayiṣyānti—akan membicarakan; te—engkau; avyayām—untuk selamanya; sambhāvitasya—bagi orang yang terhormat; ca—juga; akīrtiḥ—nama yang buruk; maraṇāt—daripada kematian; atiricyate—menjadi lebih daripada.

Terjemahan
Orang akan selalu membicarakan engkau sebagai orang yang hina, dan bagi orang yang terhormat, penghinaan lebih buruk daripada kematian.

Penjelasan
Baik sebagai kawan maupun sebagai filosof bagi Arjuna, Sri Krishna sekarang memberikan keputusan-Nya yang terakhir mengenai kebijaksanaan Arjuna untuk tidak bertempur. Krishna bersabda, Arjuna, kalau engkau meninggalkan medan perang sebelum perang dimulai, orang akan menjuluki engkau sebagai pengecut. Kalau engkau menganggap bahwa meskipun orang akan menjuluki engkau dengan nama-nama yang buruk, sementara engkau dapat menyelamatkan nyawamu dengan lari dari medan perang, maka nasehat-Ku adalah engkau lebih baik gugur di medan perang. Bagi orang yang terhormat seperti engkau, nama buruk lebih jelek daripada kematian. Karena itu, sebaiknya engkau jangan lari karena takut kehilangan nyawa, lebih baik gugur dalam medan perang. Itu akan menyelamatkan engkau dari nama yang buruk akibat menyalahgunakan persahabatan dengan-Ku dan kehilangan kemashyuranmu dalam masyarakat.”

Jadi, keputusan Krishna yang terakhir adalah Arjuna gugur saja dalam perang daripada mengundurkan diri.

2.35
bhayād raṇād uparataḿ
maḿsyante tvāḿ mahā-rathāḥ
yeṣāḿ ca tvaḿ bahu-mato
bhūtvā yāsyasi lāghavam

bhayāt—karena takut; raṇāt—dari medan perang; uparatam—dihentikan; maḿsyante—mereka akan menganggap; tvām—engkau; mahā-rathaḥ—jendral-jendral yang besar; yeṣām—untuk mereka; ca—juga; tvām—engkau; bahu-mataḥ—dijunjung tinggi; bhūtvā—sesudah menjadi; yāsyasi—engkau akan pergi; lāghavam—nilai berkurang.

Terjemahan
Jendral-jendral besar yang sangat menghargai nama dan kemashyuranmu akan menganggap engkau meninggalkan medan perang karena rasa takut saja, dan dengan demikian mereka akan meremehkan engkau.

Penjelasan
Sri Krishna melanjutkan keputusan-Nya kepada Arjuna: Jangan berpikir bahwa jendral-jendral yang besar seperti Duryodhana, Karṇa, dan rekan-rekan lain akan berpikir bahwa engkau telah meninggalkan medan perang karena kasih sayang terhadap saudara-saudara dan kakekmu. Mereka akan berpikir bahwa engkau telah meninggalkan medan perang karena takut kehilangan nyawamu. Dengan demikian, penghargaan mereka yang tinggi terhadap kepribadianmu akan hancur.”

2.36
avācya-vādāḿś ca bahūn
vadiṣyanti tavāhitāḥ
nindantas tava sāmarthyaḿ
tato duḥkhataraḿ nu kim

avācyā—kurang baik; vādān—kata-kata yang dibuat; ca—juga; bahūn—banyak; vadiṣyanti—akan berkata; tavā—milik engkau; ahitāḥ—musuh-musuh; nindantaḥ—sambil mengejek; tavā—milik engkau; sāmarthyam—kesanggupan; tataḥ—daripada itu; duḥkha-taram—lebih menyakiti hati; nu—tentu saja; kim—ada apa.

Terjemahan
Musuh-musuhmu akan menjuluki engkau dengan banyak kata yang tidak baik dan mengejek kesanggupanmu. Apa yang dapat lebih menyakiti hatimu daripada itu?

Penjelasan
Pada awalnya Sri Krishna heran melihat permohonan kasih sayang Arjuna yang tidak pantas, dan Krishna menguraikan kasih sayang Arjuna sebagai sesuatu yang cocok bagi orang yang bukan golongan Arya. Sekarang, dengan banyak kata, Krishna sudah membuktikan pernyataannya yang tidak menyetujui apa yang hanya namanya saja kasih sayang Arjuna.

2.37
hato vā prāpsyasi svargaḿ
jitvā vā bhokṣyase mahīm
tasmād uttiṣṭha kaunteya
yuddhāya kṛta-niścayaḥ

hataḥ—dengan dibunuh; vā—atau; prāpsyasi—engkau mencapai; svargam—kerajaan surga; jitvā—dengan mengalahkan; vā—atau; bhokṣyase—engkau menikmati; mahīm—dunia; tasmāt—karena itu; uttiṣṭha—bangunlah; kaunteyā—wahai putera Kuntī; yuddhāya—untuk bertempur; kṛta—bertabah hati; niścayaḥ—didalam kepastian.

Terjemahan
Wahai putera Kuntī, engkau akan terbunuh di medan perang dan mencapai planet-planet surga atau engkau akan menang dan menikmati kerajaan di dunia. Karena itu, bangunlah dan bertempur dengan ketabahan hati.

Penjelasan
Walaupun tidak pasti pihak Arjuna akan jaya, namun Arjuna harus bertempur juga; kalaupun dia terbunuh di sana, dia dapat diangkat sampai di planet-planet surga.

2.38
sukha-duḥkhe same kṛtvā
lābhālābhau jayājayau
tato yuddhāya yujyasva
naivaḿ pāpam avāpsyasi

sukha—suka; duḥkhe—dan duka; same—dengan sikap yang sama; kṛtvā—dengan melakukan demikian; lābha-alābhau—dalam untung maupun rugi; jaya-ajayau—baik menang maupun kalah; tataḥ—sesudah itu; yuddhāya—demi pertempuran; yujyasva—menjadi sibuk (bertempur); na—tidak pernah; evam—dengan demikian; pāpam—reaksi dosa; avāpsyasi—engkau mendapatkan.

Terjemahan
Bertempurlah demi pertempuran saja, tanpa mempertimbangkan suka atau duka, rugi atau laba, menang atau kalaḥ—dengan demikian, engkau tidak akan pernah dipengaruhi oleh dosa.

Penjelasan
Sekarang Sri Krishna mengatakan secara langsung bahwa Arjuna harus bertempur demi pertempuran saja, karena Krishna menginginkan supaya perang itu terjadi. Tidak ada pertimbangan suka atau duka, untung atau rugi, menang atau kalah dalam kegiatan kesadaran Krishna. Melakukan segala sesuatu demi kepentingan Krishna adalah kesadaran rohani. Karena itu, tidak ada reaksi dari kegiatan material. Orang yang bertindak demi kepuasan indera-indera pribadinya, dalam kebaikan atau dalam nafsu, dipengaruhi oleh reaksi baik maupun buruk. Tetapi orang yang sudah menyerahkan diri sepenuhnya dalam kegiatan kesadaran Krishna tidak mempunyai kewajiban terhadap seseorang, dan juga tidak berutang kepada seseorang, seperti halnya orang dalam jalan kegiatan biasa. Dalam Srimad-Bhagavatam dinyatakan:

devarsibhutaptan‚nam pitṝṇām
devarṣi-bhūtāpta-nṛṇāḿ pitṝṇāḿ
na kińkaro nāyam ṛṇī ca rājan
sarvātmanā yaḥ śaraṇaḿ śaraṇyaḿ
gato mukundaḿ parihṛtya kartam

Orang yang sudah menyerahkan diri kepada Krishna, Mukunda, dengan menyerahkan tugas kawajiban lainnya, tidak berutang lagi, dan dia juga tidak mempunyai kewajiban terhadap seseorang—baik kepada dewa, terhadap resi-resi, rakyat umum, sanak saudara, manusia maupun leluhur” (Bhag.11.5.41). Itulah isyarat yang diberikan oleh Krishna secara tidak langsung kepada Arjuna dalam ayat ini, dan hal itu akan diterangkan dengan lebih jelas dalam ayat-ayat berikutnya.

2.39
eṣā te ‘bhihitā sāńkhye
buddhir yoge tv imāḿ śṛṇu
buddhyā yukto yayā pārtha
karma-bandhaḿ prahāsyasi

eṣā—semua ini; te—kepada engkau; abhihitā—diuraikan; sańkhye—dengan mempelajari secara analisis; buddhiḥ—kecerdasan; yoge—dalam pekerjaan tanpa mengharapkan hasil atau pahala; tu—tetapi; imām—ini; śṛṇu—hanya dengarlah; buddhya—dengan kecerdasan; yuktaḥ—digabungkan; yayā—oleh itu; pārtha—wahai putera Pṛthā; karma-bandham—ikatan reaksi; prahāsyasi—engkau dapat dibebaskan dari.

Terjemahan
Sampai sekarang, Aku sudah menguraikan tentang pengetahuan ini kepadamu melalui pelajaran analisis. Sekarang, dengarlah penjelasan-Ku tentang hal ini menurut cara bekerja tanpa mengharapkan hasil atau pahala. Wahai putera Pṛthā, bila engkau bertindak dengan pengetahuan seperti itu engkau dapat membebaskan diri dari ikatan pekerjaan.

Penjelasan
Menurut Nirukti, atau kamus Veda, sankhya berarti sesuatu yang menguraikan hal-hal secara panjang lebar dan terperinci, dan sankhya menunjukkan filsafat yang menguraikan sifat sejati sang roh. Yoga menyangkut pengendalian indera-indera. Usul dari Arjuna adalah untuk tidak bertempur berdasarkan kepuasan indera-indera. Arjuna melupakan kewajiban utamanya, dan dia ingin berhenti bertempur karena dia berpikir bahwa dengan tidak membunuh sanak saudara dan anggota keluarganya dia akan lebih berbahagia daripada menikmati kerajaan sesudah mengalahkan misan-misan dan saudara-saudaranya, yaitu para putera Dhṛtarāṣṭra. Dalam kedua keadaan tersebut, prinsip-prinsip pokok adalah demi kepuasan indera-indera. Kebahagiaan yang diperoleh dari mengalahkan mereka dan kebahagiaan yang diperoleh dengan melihat sanak saudara masih hidup kedua-duanya berdasarkan kepuasan indera-indera pribadi, walaupun pengetahuan dan kewajiban dikorbankan untuk itu. Karena itu, Krishna ingin menjelaskan kepada Arjuna bahwa dengan membunuh badan kakeknya, dia tidak membunuh sang roh yang sejati, dan Krishna menjelaskan bahwa semua kepribadian, termasuk Krishna Sendiri, adalah individu-individu yang kekal; mereka individu pada masa lampau, mereka individu saat ini, dan mereka akan tetap individu pada masa yang akan datang, sebab kita semua roh-roh yang individu untuk selamanya. Kita hanya mengganti pakaian jasmani kita dengan pelbagai cara, tetapi sesungguhnya kita tetap memiliki individualitas bahkan sesudah pembebasan dari ikatan pakaian jasmani sekalipun. Mempelajari sang roh dan badan secara analisis telah dijelaskan secara panjang lebar oleh Sri Krishna. Uraian pengetahuan tersebut tentang sang roh dan badan dilihat dari aneka macam sudut pandangan sudah diuraikan di sini sebagai sankhya, menurut arti dari kamus Nirukti. Sāńkhya tersebut tidak ada hubungannya dengan filsafat sankhya yang diajarkan oleh orang yang bernama Kapila yang tidak percaya kepada Tuhan. Jauh sebelum sankhya yang diajarkan oleh penipu yang bernama Kapila itu, filsafat sankhya sudah diajarkan dalam Srimad-Bhagavatam oleh Sri Kapiladeva yang sejati, penjelmaan Sri Krishna, yang telah menjelaskan filsafat tersebut kepada ibunya yang bernama Devahuti. Sudah dijelaskan oleh Beliau bahwa purusa, atau Tuhan Yang Maha Esa, aktif dan bahwa Beliau menciptakan dengan cara memandang prakṛti. Kenyataan ini diakui dalam Veda dan Bhagavad-gita. Uraian dalam Veda menunjukkan bahwa Tuhan memandang prakṛti, atau alam, dan menyebabkan alam mengandung roh-roh individual yang sekecil atom. Semua individu tersebut bekerja di dalam dunia material demi kepuasan indera-indera, dan di bawah pesona material mereka berpikir untuk menikmati. Sikap mental seperti itu ditarik sampai titik terakhir pembebasan apabila makhluk hidup ingin bersatu dengan Tuhan. Inilah perangkap mayā yang terakhir, atau khayalan kepuasan indera-indera, dan hanya sesudah dilahirkan berulangkali dalam kepuasan indera-indera seperti itu roh yang mulia menyerahkan diri kepada Vasudeva, Sri Krishna, dan dengan demikian memenuhi usaha mencari kebenaran tertinggi. Arjuna sudah mengakui Krishna sebagai guru kerohaniannya dengan cara menyerahkan diri kepada Krishna: sisyas te ‘ham śādhi mam tvām prapannam. Sebagai hasilnya, Krishna sekarang akan memberitahukan kepada Arjuna tentang proses kerja dalam buddhi-yoga, atau karma-yoga atau dengan kata lain, latihan bhakti hanya demi kepuasan indera-indera Tuhan. Buddhi-yoga tersebut diterangkan lebih jelas di dalam Bab Sepuluh, ayat sepuluh, sebagai hubungan langsung dengan Tuhan, yang bersemayam di dalam hati setiap orang sebagai paramatma. Tetapi hubungan tersebut tidak terjadi tanpa bhakti. Karena itu, orang yang mantap dalam pengabdian rohani dengan cinta kasih atau bhakti kepada Tuhan, atau dengan kata lain, dalam kesadaran Krishna, mencapai tingkat Buddhi-yoga atas karunia Tuhan yang istimewa. Karena itu, Krishna menyatakan bahwa hanya orang yang selalu tekun dalam bhakti berdasarkan cinta kasih rohani dianugerahi pengetahuan murni tentang bhakti dalam cinta kasih oleh Beliau. Dengan cara demikian, seorang penyembah mudah mencapai kepada Beliau di kerajaan Tuhan yang selalu penuh kebahagiaan.

Jadi, Buddhi-yoga yang disebut dalam ayat ini adalah bhakti kepada Tuhan, dan kata sankhya yang disebut dalam ayat ini tidak mempunyai hubungan dengan sankhya-yoga yang tidak percaya kepada Tuhan yang diajarkan oleh penipu yang juga menamakan Diri-Nya Kapila. Karena itu, hendaknya orang jangan salah paham dan menganggap bahwa sankhya-yoga yang disebut di sini mempunyai hubungan dengan sankhya yang tidak percaya kepada Tuhan. Filsafat tersebut juga tidak mempunyai pengaruh apapun selama masa itu; dan Sri Krishna tentunya juga tidak akan peduli untuk menyebutkan angan-angan filsafat yang tidak percaya kepada Tuhan seperti itu. Filsafat sankhya yang sebenarnya diuraikan oleh Sri Kapiladeva dalam Srimad-Bhagavatam, tetapi sankhya itupun tidak ada hubungan dengan apa yang sedang dibicarakan. Di sini, sankhya berarti uraian analisis tentang badan dan sang roh. Sri Krishna menguraikan secara analisis tentang sang roh hanya untuk membawa Arjuna sampai tingkat buddhi-yoga atau bhakti-yoga. Karena itu, sankhya Sri Krishna dan sankhya Sri Kapila, sebagaimana diuraikan dalam Bhagavatam, adalah satu dan sama. Semuanya bhakti-yoga. Karena itu, Sri Krishna menyatakan bahwa hanya golongan manusia yang kurang cerdas membedakan antara sankhya-yoga dengan bhakti-yoga (sankhya yogau Pṛthāg balah pravādānti na paṇḍitāḥ).

Tentu saja, sankhya-yoga yang tidak percaya kepada Tuhan tidak ada hubungan dengan bhakti-yoga, namun orang yang kurang cerdas mengatakan bahwa sankhya-yoga yang tidak percaya kepada Tuhan disebut dalam Bhagavad-gita.

Karena itu, hendaknya orang mengerti bahwa buddhi-yoga berarti bekerja dalam kesadaran Krishna, atau bekerja dalam bhakti dengan kebahagiaan dan pengetahuan sepenuhnya. Orang yang bekerja hanya demi kepuasan Tuhan, biar bagaimanapun sulitnya pekerjaan tersebut, sedang bekerja di bawah prinsip-prinsip buddhi-yoga dan merasakan Diri-Nya selalu berada dalam kebahagiaan rohani. Dengan kesibukan rohani seperti itu, seseorang mencapai segala pengertian rohani dengan sendirinya, atas berkat karunia Tuhan, dan dengan demikian pembebasannya lengkap dengan sendirinya, tanpa usaha luar biasa untuk memperoleh pengetahuan. Ada banyak perbedaan antara pekerjaan dalam kesadaran Krishna dan pekerjaan demi hasil atau pahala, khususnya dalam hal kepuasan indera-indera untuk mencapai hasil dalam hal kesenangan keluarga atau kesenangan material. Karena itu, buddhi-yoga adalah sifat rohani pekerjaan yang kita lakukan.

2.40
nehābhikrama-nāśo ‘sti
pratyavāyo na vidyāte
sv-alpam apy asya dharmasya
trāyate mahato bhayāt

na—tidak ada; iha—dalam yoga ini; abhikrama—dalam berusaha; nāśaḥ—kerugian; asti—ada; pratyavāyaḥ—pengurangan; na—tidak pernah; vidyāte—ada; su-alpam—sedikit; api—walaupun; asya—dari ini; dharmasya—pencaharian; trāyate—membebaskan; mahatāḥ—dari yang besar sekali; bhayāt—bahaya.

Terjemahan
Dalam usaha ini tidak ada kerugian ataupun pengurangan, dan sedikitpun kemajuan dalam menempuh jalan ini dapat melindungi seseorang terhadap rasa takut yang paling berbahaya.

Penjelasan
Kegiatan dalam kesadaran Krishna, atau bekerja demi keuntungan Krishna tanpa mengharapkan kepuasan indera-indera, adalah sifat rohani pekerjaan tertinggi. Kalau seseorang memulai kegiatan ini secara kecil saja ia tidak akan menemukan alangan, dan permulaan yang kecil itu tidak mungkin hilang pada suatu tahap. Pekerjaan mana pun yang dimulai pada tingkat material harus diselesaikan, kalau tidak demikian, seluruh usaha akan gagal. Tetapi pekerjaan apapun yang dimulai dalam kesadaran Krishna membawa efek yang kekal, walaupun pekerjaan itu belum diselesaikan. Karena itu, pelaksanaan pekerjaan seperti itu tidak mengalami kerugian, walaupun pekerjaannya dalam kesadaran Krishna kurang lengkap. Satu persenpun yang dilakukan dalam kesadaran Krishna membawa hasil yang kekal, sehingga awal berikutnya mulai dari tingkat dua persen; sedangkan dalam kegiatan material, tanpa sukses seratus persen, tidak ada keuntungan. Ajamila melaksanakan tugas kewajibannya dalam kesadaran Krishna sampai beberapa persen, tetapi atas karunia Tuhan akhirnya hasil yang dinikmatinya seratus persen. Dalam Srimad-Bhagavatam (1.5.17) ada ayat yang baik sekali sehubungan dengan hal ini:

tyaktvā sva-dharmaḿ caraṇāmbujaḿ harer
bhajann apakvo ‘tha patet tato yadi
yatra kva vābhadram abhūd amuṣya kiḿ
ko vārtha āpto ‘bhajatāḿ sva-dharmataḥ

Kalau seseorang meninggalkan tugas-tugas kewajibannya dan bekerja dalam Kesadaran Krishna kemudian jatuh karena belum menyelesaikan pekerjaannya, apa kerugiannya? Sedangkan apa keuntungan seseorang kalau ia melakukan kegiatan materialnya secara sempurna?” Atau, sebagai perbandingan dinyatakan dalam kitab Injil: Apakah keuntungan bagi seseorang kalau ia memperoleh seluruh dunia, namun mengalami kerugian rohnya yang kekal?”

Kegiatan material dan hasilnya berakhir pada saat badan hancur. Tetapi pekerjaan dalam kesadaran Krishna membawa seseorang sampai Kesadaran Krishna sekali lagi, bahkan setelah dia kehilangan badannya. Sekurang-kurang nya seseorang pasti mendapat kesempatan untuk dilahirkan lagi sebagai manusia dalam penjelmaan berikutnya, baik dalam keluarga brahmaṇā yang mempunyai kebudayaan tinggi atau dalam keluarga bangsawan kaya yang akan memberikan kesempatan kepadanya untuk maju lagi dalam bhakti. Itu lah sifat istimewa pekerjaan yang dilakukan dalam kesadaran Krishna.

2.41
vyavasāyātmikā buddhir
ekeha kuru-nandana
bahu-śākhā hy anantāś ca
buddhayo ‘vyavasāyinām

vyavasāya-ātmikā—bertabah hati dalam Kesadaran Krishna; buddhiḥ—kecerdasan; ekā—hanya satu; iha—di dunia ini; kuru-nandana—wahai putera kesayangan para Kuru; bahu-śākhāḥ—mempunyai banyak cabang; hi—pasti; anantāḥ—tidak terhingga; ca—juga; buddhayaḥ—kecerdasan; avyavasāyinām—tentang mereka yang tidak sadar akan Krishna.

Terjemahan
Orang yang menempuh jalan ini bertabah hati dengan mantap, dan tujuan mereka satu saja. Wahai putera kesayangan para Kuru, kecerdasan orang yang tidak bertabah hati mempunyai banyak cabang.

Penjelasan
Keyakinan yang kuat bahwa dengan kesadaran Krishna seseorang akan maju sampai pada tingkat kesempurnaan hidup tertinggi disebut kecerdasan vyavasayatmika. Dalam Caitanya-caritamrta (Madhya 22.62) dinyatakan:

‘śraddhā’-śabde—viśvāsa kahe sudṛḍha niścaya
kṛṣṇe bhakti kaile sarva-karma kṛta haya

Keyakinan berarti kepercayaan yang tidak pernah menyimpang terhadap sesuatu yang mulia. Apabila seseorang sibuk dalam tugas-tugas kesadaran Krishna, ia tidak perlu bertindak berhubungan dengan dunia material. Kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala adalah kesibukan reaksi yang dialami seseorang akibat perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk yang dilakukan dahulu kala. Apabila seseorang sadar dalam kesadaran Krishna, ia tidak perlu berusaha lagi untuk mendapatkan pahala yang baik dalam kegiatannya. Apabila seseorang sudah mantap dalam kesadaran Krishna, maka segala kegiatan akan berada pada tingkat mutlak, sebab kegiatan itu tidak dipengaruhi lagi oleh hal-hal yang relatif, seperti baik dan buruk. Kesempurnaan kesadaran Krishna tertinggi adalah ketidak-terikatan terhadap paham hidup duniawi. Keadaan tersebut dicapai dengan sendirinya dalam kesadaran Krishna yang maju terus. Ketabahan hati yang mantap di dalam hati orang yang sadar akan Krishna berdasarkan pengetahuan. Vasudevah sarvam iti sa mahatma sudurlabhah orang yang sadar akan Krishna adalah roh baik yang jarang ditemukan dan ia mengetahui secara sempurna bahwa Vasudeva, atau Krishna, adalah sumber segala sebab yang terwujud. Seperti halnya dengan menyiram air pada akar sebatang pohon, air dengan sendirinya disalurkan kepada daun-daun dan cabang-cabang. Begitu juga dengan bertindak dalam kesadaran Krishna, seseorang dapat mengabdikan diri dengan cara tertinggi kepada semua orang—yaitu, kepada Diri-Nya, keluarga, masyarakat, negara, manusia, dan lain-lain. Kalau Krishna dipuaskan oleh kegiatan seseorang, maka semua orang akan puas.

Akan tetapi, pengabdian dalam kesadaran Krishna paling baik bila dipraktekkan di bawah bimbingan seorang guru kerohanian yang akhli sebagai utusan Krishna yang dapat dipercaya. Sang guru kerohanian mengetahui sifat seorang murid dan dapat membimbing murid itu untuk bertindak dalam kesadaran Krishna. Karena itu, untuk menguasai kesadaran Krishna, seseorang harus bertindak dengan tegas dan mematuhi perintah-perintah utusan Krishna.
Hendaknya orang menerima ajaran dari sang guru kerohanian yang dapat dipercaya sebagai misinya dalam kehidupan. Srila Visvanatha Cakravarti Thakura memberikan pelajaran kepada kita dalam doa-doa pujiannya yang terkenal kepada sang guru kerohanian, sebagai berikut:

yasya prasādād bhagavat-prasādo
yasyāprasādān na gatiḥ kuto ‘pi
dhyāyan stuvaḿs tasya yaśas tri-sandhyaḿ
vande guroḥ śrī-caraṇāravindam

Dengan memuaskan hati guru kerohanian, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa puas. Kalau seseorang tidak memuaskan hati guru kerohanian, maka tidak mungkin ia diangkat sampai tingkat kesadaran Krishna. Karena itu, saya harus bersemadi dan berdoa mohon karunia guru kerohanian tiga kali sehari, dan bersujud dengan hormat kepada beliau.”

Akan tetapi, seluruh proses tersebut bergantung pada pengetahuan sempurna mengenai sang roh di luar paham badan—bukan secara teori saja, tetapi secara praktek, bila tidak ada kesempatan lagi untuk kepuasan indera-indera terwujud dalam kegiatan yang membuahkan hasil atau pahala. Orang yang pikirannya belum mantap dengan teguh disesatkan oleh berbagai kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala.

2.42-43
yām imāḿ puṣpitāḿ vācaḿ
pravādān ty avipaścitaḥ
veda-vāda-ratāḥ pārtha
nānyad astīti vādinaḥ

kāmātmānaḥ svarga-parā
janma-karma-phala-pradām
kriyā-viśeṣa-bahulāḿ
bhogaiśvarya-gatiḿ prati

yām imām—semua ini; puṣpitām—seperti bunga; vācam—kata-kata; pravādānti—berkata; avipaścitaḥ—orang yang kekurangan pengetahuan; veda-vāda-ratāḥ—orang-orang yang dianggap pengikut dari Veda; pārtha—wahai putera Pṛthā; na—tidak pernah; anyat—sesuatu yang lain; asti—ada; iti—demikian; vādinaḥ—para pendukung; kāma-ātmānaḥ—menginginkan kepuasan dari indera-indera; svarga-parāḥ—bertujuan untuk mencapai planet-planet surga; janma-karma-phala-pradām—mengakibatkan kelahiran dalam keadaan yang baik dan reaksi-reaksi lain yang berupa hasil atau pahala; kriyā-viśeṣa—upacara-upacara yang bersifat ritual; bahulām—berbagai; bhoga—dalam kenikmatan indera-indera; aiśvaryā—dan kekayaan; gatim—kemajuan; prati—menuju.

Terjemahan
Orang yang kekurangan pengetahuan sangat terikat pada kata-kata kiasan dari Veda, yang menganjurkan berbagai kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan pahala agar dapat naik tingkat sampai planet-planet surga, kelahiran yang baik sebagai hasilnya, kekuatan, dan sebagainya. Mereka menginginkan kepuasan indera-indera dan kehidupan yang mewah, sehingga mereka mengatakan bahwa tiada sesuatupun yang lebih tinggi dari ini, wahai putera Pṛthā.

Penjelasan
Rakyat umum tidak begitu cerdas, dan oleh karena kebodohan, mereka paling terikat pada kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala yang dianjurkan dalam bagian-bagian karma-kanda dari Veda. Mereka tidak menginginkan sesuatupun selain usul-usul kepuasan indera-indera untuk menikmati hidup di surga, tempat anggur dan wanita tersedia dan kekayaan material terdapat di mana-mana. Dalam Veda, banyak korban suci dianjurkan untuk naik tingkat sampai ke planet-planet surga, khususnya korban-korban jyotistoma. Sebenarnya, dinyatakan bahwa siapapun yang ingin naik tingkat sampai ke planet-planet surga harus melakukan korban-korban suci tersebut, dan orang yang kurang berpengetahuan menganggap inilah seluruh maksud pengetahuan Veda. Sulit sekali bagi orang yang kurang berpengalaman seperti itu mantap dalam perbuatan dalam kesadaran Krishna yang bertabah hati. Seperti halnya orang bodoh tertarik pada bunga-bunga dari pohon-pohon yang beracun tanpa mengetahui akibat rasa tertarik seperti itu, begitu pula, orang yang belum dibebaskan dari kebodohan tertarik pada kekayaan di surga dan kenikmatan indera-indera dari kekayaan itu.

Dalam bagian karma-kanda dari Veda, dinyatakan, apama somam amrta abhuma dan aksayyam ha vai caturmasya-yajinah sukutam bhavati. Dengan kata lain, orang yang melakukan pertapaan selama empat bulan memenuhi syarat untuk meminum minuman somarasa untuk dibebaskan dari kematian dan berbahagia untuk selamanya. Di bumi inipun beberapa orang ingin sekali mendapat somarasa supaya Diri-Nya kuat dan sehat untuk menikmati kepuasan indera-indera. Orang seperti itu tidak percaya pada pembebasan dari ikatan material, dan mereka terikat sekali terhadap upacara-upacara ritual korban-korban suci Veda. Pada umumnya, mereka sangat terikat pada indera-indera, dan mereka tidak menginginkan sesuatu selain kenikmatan hidup seperti di surga. Dimengerti bahwa ada taman-taman yang bernama Nandanakanānā. Di tempat-tempat tersebut ada kesempatan yang baik untuk bergaul dengan wanita-wanita yang cantik seperti bidadari dan mendapat persediaan anggur somarasa yang berlimpah-limpah. Kesenangan jasmani seperti itu tentu saja nikmat bagi indera-indera; karena itu, ada orang yang hanya terikat pada kesenangan material yang bersifat sementara seperti itu, sebagai penguasa-penguasa dunia material.

2.44
bhogaiśvarya-prasaktānāḿ
tayāpahṛta-cetasām
vyavasāyātmikā buddhiḥ
samādhau na vidhīyate

bhoga—kepada kenikmatan material; aiśvarya—dan kekayaan; prasaktānām—untuk orang yang terikat; tayā—oleh hal-hal seperti itu; apahṛta-cetasām—bingung dalam pikiran; vyavasāya-ātmikā—mantap dalam ketabahan hati; buddhiḥ—bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa; samādhau—dalam pikiran yang terkendali; na—tidak pernah; vidhīyate—tidak terjadi.

Terjemahan
Ketabahan hati yang mantap untuk berbhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah timbul di dalam pikiran orang yang terlalu terikat pada kenikmatan indera-indera dan kekayaan material.

Penjelasan
Samadhi berarti pikiran yang mantap.” Dalam kamus Veda yang berjudul Nirukti, dinyatakan, samyag adhiyate ‘sminn atma-tattva yathatmyam: Apabila pikiran sudah mantap untuk mengerti sang roh, maka dikatakan bahwa pikiran berada dalam samadhi.” Samadhi tidak pernah di mungkinkan bagi orang yang tertarik pada kenikmatan indera-indera material, ataupun bagi mereka yang dibingungkan oleh hal-hal yang bersifat sementara seperti itu. Mereka kurang lebih dikutuk oleh proses tenaga material.

2.45
trai-guṇya-viṣayā vedā
nistrai-guṇyo bhavārjuna
nirdvandvo nitya-sattva-stho
niryoga-kṣema ātmavān

trai-guṇya—menyangkut tiga sifat alam material; viṣayāḥ—tentang mata pelajaran; vedāḥ—kesusasteraan Veda; nistrai-guṇyah—melampaui tiga sifat alam material; bhava—menjadi; Arjuna—wahai Arjuna; nirdvandvaḥ—tanpa hal-hal yang relatif; nitya-sattva-sthaḥ—dalam keadaan kehidupan rohani yang murni; niryoga-kṣemaḥ—bebas dari ide-ide untuk memperoleh keuntungan dan perlindungan; ātma-vān—mantap dalam sang diri.

Terjemahan
Veda sebagian besar menyangkut tiga sifat alam. Wahai Arjuna, lampauilah tiga sifat alam itu. Bebaskanlah dirimu dari segala hal yang relatif dan segala kecemasan untuk keuntungan dan keselamatan dan jadilah mantap dalam sang diri.

Penjelasan
Segala kegiatan material menyangkut perbuatan dan reaksi dalam tiga sifat alam material. Kegiatan material tersebut dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala, yang mengakibatkan ikatan di dunia material. Veda memberikan ajaran yang sebagian besar menyangkut kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala guna mengangkat rakyat umum dari lapangan kepuasan indera-indera secara berangsur-angsur sampai pada kedudukan tingkat rohani. Arjuna, sebagai siswa dan kawan Sri Krishna, dinasehati agar dia mengangkat Diri-Nya sampai pada kedudukan rohani filsafat Vedanta. Pada kedudukan rohani Veda tersebut, pada tahap awal, ada brahmajijnasa, atau pertanyaan tentang kerohanian yang paling utama. Semua makhluk hidup yang berada di dunia material berjuang dengan keras sekali untuk hidup. Sesudah Tuhan menciptakan dunia material, Beliau memberikan pengetahuan Veda yang menganjurkan bagaimana cara hidup supaya dibebaskan dari ikatan material. Apabila kegiatan demi kepuasan indera-indera, yaitu bab karma-kanda, selesai ditekuni, maka kesempatan untuk keinsafan rohani ditawarkan dalam bentuk Upanisad-upanisad, yang merupakan bagian dari berbagai Veda yang lain, seperti halnya Bhagavad-gita merupakan bagian dari Veda kelima, yaitu Mahabhārata. Upanisad-upanisad merupakan titik awal kehidupan rohani.
Selama badan jasmani masih ada, ada perbuatan-perbuatan dan reaksi reaksi dalam sifat material. Seseorang harus mempelajari toleransi di hadapan hal-hal relatif seperti suka dan dukacita, dingin dan panas. Kalau seseorang tahan terhadap hal-hal yang relatif seperti itu, ia dapat dibebaskan dari kecemasan mengenai untung dan rugi. Kedudukan rohani tersebut dicapai di dalam kesadaran Krishna sepenuhnya bila seseorang sudah bergantung sepenuhnya pada keinginan Krishna.

2.46
yāvān artha udapāne
sarvataḥ samplutodake
tāvān sarveṣu vedeṣu
brāhmaṇasya vijānataḥ

yāvān— semua itu; arthaḥ—dimaksudkan; uda-pāne—di dalam kolam air; sarvataḥ—dalam segala hal; sampluta-udake—di dalam kolam air yang besar; tāvān—seperti itu; sarveṣu—dalam semua; vedeṣu—kesusasteraan Veda; brāhmaṇasya—dari orang yang mengenal Brahman Yang Paling Utama; vijānataḥ—orang yang memiliki pengetahuan yang lengkap.

Terjemahan
Segala tujuan yang dipenuhi oleh sumur kecil dapat segera dipenuhi oleh sumber air yang besar. Begitu pula, segala tujuan Veda dapat segera dipenuhi bagi orang yang mengetahui maksud dasar Veda itu.

Penjelasan
Ritual-ritual dan korban-korban suci yang disebut dalam bagian karma-kanda kesusasteraan Veda dimaksudkan untuk menganjurkan perkembangan keinsafan diri tahap demi tahap. Maksud keinsafan diri dinyatakan dengan jelas dalam bab kelima belas Bhagavad-gita (15.15): maksud mempelajari Veda adalah untuk mengenal Sri Krishna, sebab abadi segala sesuatu. Jadi, keinsafan diri berarti mengerti tentang Krishna dan hubungan kita yang kekal dengan Krishna. Hubungan antara para makhluk hidup dengan Krishna juga disebut dalam bab kelima belas Bhagavad-gita (15.7). Para makhluk hidup adalah bagian-bagian dari Krishna yang mempunyai sifat yang sama seperti Krishna; karena itu, menghidupkan kembali kesadaran Krishna dalam hati makhluk hidup yang individual adalah tahap kesempurnaan tertinggi pengetahuan Veda. Kenyataan ini dibenarkan dalam Srimad-Bhagavatam (3.33.7) sebagai berikut:

aho bata śva-paco ‘to garīyān
yaj-jihvāgre vartate nāma tubhyam
tepus tapas te juhuvuḥ sasnur āryā
brahmānūcur nāma gṛṇanti ye te

O Tuhan, walaupun orang yang sedang memuji nama suci Anda, dilahirkan dalam keluarga yang rendah seperti keluarga candala (orang yang suka makan daging anjing), ia berada pada tingkat keinsafan diri tertinggi. Orang seperti itu pasti sudah melakukan segala jenis pertapaan dan korban-korban suci menurut ritual-ritual Veda dan sudah mempelajari kesusasteraan Veda berulangkali sesudah mandi di semua tempat perziarahan yang suci. Orang seperti itu dianggap yang paling baik di antara keluarga Arya.”

Jadi, seseorang harus cukup cerdas untuk mengerti maksud Veda, tanpa terikat hanya kepada ritual-ritual saja, dan dia seharusnya tidak ingin diangkat sampai ke kerajaan kerajaan surga untuk sifat kepuasan indera-indera yang lebih baik. Manusia biasa pada jaman ini tidak mungkin mengikuti segala aturan dan peraturan ritual-ritual Veda, dan juga tidak mungkin mempelajari seluruh Vedanta dan Upanisad-upanisad secara mendalam. Kegiatan seperti itu memerlukan banyak waktu, tenaga, pengetahuan dan dana untuk melaksanakan maksud-maksud Veda. Ini hampir tidak mungkin dilakukan orang pada jaman ini. Akan tetapi, maksud terbaik kebudayaan Veda dipenuhi dengan cara memuji nama suci Tuhan, sebagaimana dianjurkan oleh Sri Caitanya, juru selamat semua roh yang sudah jatuh. Sri Caitanya ditanya oleh seorang sarjana Veda yang hebat bernama Prakasananda Sarasvati mengapa Beliau, Tuhan, sedang memuji nama suci Tuhan seperti orang yang berperasaan dangkal tetapi tidak mempelajari filsafat Vedanta. Pada waktu itu, Sri Caitanya menjawab bahwa guru kerohanian-Nya telah menganggap Beliau orang yang bodoh sekali; karena itu, guru kerohanian-Nya meminta agar Beliau memuji nama suci Sri Krishna. Sri Caitanya melakukan perintah guru-Nya, dan Beliau mengalami kebahagiaan rohani sehingga kelihatannya Beliau seperti orang gila. Pada jaman Kali ini, kebanyakan orang bodoh dan belum terdidik secukupnya untuk mengerti filsafat Vedanta; maksud terbaik filsafat Vedanta dipenuhi dengan memuji nama suci Tuhan tanpa melakukan kesalahan. Vedanta adalah kata terakhir kebijaksanaan Veda; Sri Krishna-lah yang mengarang dan mengetahui filsafat Vedanta; dan ahli Vedanta tertinggi ialah roh yang mulia yang bersenang hati dalam memuji nama suci Tuhan. Itulah tujuan tertinggi segala kebatinan Veda.

2.47
karmaṇy evādhikāras te
mā phaleṣu kadācana
mā karma-phala-hetur bhūr
mā te sańgo ‘stv akarmaṇi

karmaṇi—dalam tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan; evā—pasti; adhikāraḥ—benar; te—dari engkau; mā—tidak pernah; phaleṣu—dalam soal hasil; kadācana—pada suatu waktu; mā—jangan; karma-phala—dalam hasil dari pekerjaan; hetuḥ—sebab; bhūḥ—menjadi; mā—jangan; te—dari engkau; sańgaḥ—ikatan; astu—seharusnya ada; akarmaṇi—dalam kebiasaan tidak melakukan tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan.

Terjemahan
Engkau berhak melakukan tugas kewajibanmu yang telah ditetapkan, tetapi engkau tidak berhak atas hasil perbuatan. Jangan menganggap dirimu penyebab hasil kegiatanmu, dan jangan terikat pada kebiasaan tidak melakukan kewajibanmu.

Penjelasan
Ada tiga pertimbangan di sini; tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan, pekerjaan secara sembarangan, dan tidak melakukan perbuatan. Tugas-tugas yang telah ditetapkan adalah kegiatan yang dianjurkan menurut sifat-sifat alam material yang telah diperoleh seseorang. Pekerjaan secara sembarangan berarti perbuatan tanpa izin dari penguasa, dan tidak melakukan perbuatan berarti tidak melakukan tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan. Krishna menasehati Arjuna agar dia tidak bermalas-malasan, melainkan melakukan tugas yang telah ditetapkan baginya tanpa terikat terhadap hasilnya. Orang yang terpikat terhadap hasil pekerjaannya juga penyebab perbuatan. Karena itu, dia menikmati atau menderita oleh hasil perbuatan itu.

Tugas-tugas kewajiban yang telah ditetapkan terdiri dari tiga bagian, yaitu pekerjaan biasa, pekerjaan darurat dan kegiatan yang diinginkan. Pekerjaan biasa yang dilakukan sebagai kewajiban menurut peraturan Kitab Suci tanpa keinginan untuk menikmati hasil atau pahala adalah perbuatan dalam sifat kebaikan. Pekerjaan yang membawa hasil menyebabkan ikatan; karena itu,pekerjaan seperti itu tidak menguntungkan. Semua orang mempunyai hak milik atas tugas-tugas kewajiban yang sudah ditetapkan, tetapi sebaiknya ia bertindak tanpa ikatan terhadap hasil; tugas-tugas kewajiban tanpa mementingkan diri sendiri seperti itu tentu saja membawa seseorang ke jalan pembebasan.

Karena itu, Arjuna dinasehati oleh Krishna agar bertempur sebagai kewajiban tanpa ikatan terhadap hasil. Keinginan Arjuna untuk tidak ikut dalam perang adalah sisi lain dari ikatan. Ikatan seperti itu tidak pernah membawa seseorang ke jalan pembebasan. Ikatan manapun, baik yang positif maupun yang negatif, menyebabkan perbudakan. Tidak melakukan perbuatan juga merupakan dosa. Karena itu, bertempur sebagai tugas kewajiban adalah satu-satunya jalan yang mujur menuju pembebasan bagi Arjuna.

2.48
yoga-sthaḥ kuru karmaṇi
sańgaḿ tyaktvā dhanañjaya
siddhy-asiddhyoḥ samo bhūtvā
samatvaḿ yoga ucyate

yoga-sthaḥ—mantap secara seimbang; kuru—melaksanakan; karmaṇi—tugas-tugas dan kewajibanmu; sańgam—ikatan; tyaktvā—meninggalkan; dhanañjaya—wahai Arjuna; siddhi-asiddhyoḥ—dalam kesuksesan dan kegagalan; samaḥ—mantap secara seimbang; bhūtvā—menjadi; samatvām—sikap seimbang; yogaḥ—yoga; ucyate—disebut.

Terjemahan
Wahai Arjuna, lakukanlah kewajibanmu dengan sikap seimbang, lepaskanlah segala ikatan terhadap sukses maupun kegagalan. Sikap seimbang seperti itu disebut yoga.

Penjelasan
Krishna memberitahukan kepada Arjuna bahwa Arjuna harus bertindak dalam yoga. Apa arti yoga itu? Yoga berarti memusatkan pikiran kepada Yang Maha Esa dengan cara mengendalikan indera-indera yang selalu mengganggu. Siapakah Yang Mahakuasa itu? Yang Mahakuasa adalah Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena Krishna Sendiri menyuruh Arjuna bertempur, Arjuna tidak mempunyai hubungan apa pun dengan hasil pertempuran itu. Keuntungan atau kejayaan adalah urusan Krishna; Arjuna hanya dinasehati agar bertindak menurut perintah Krishna. Mengikuti perintah Krishna adalah yoga yang sejati, dan yoga ini dipraktekkan dalam proses yang disebut kesadaran Krishna. Hanya dengan kesadaran Krishna saja seseorang dapat meninggalkan rasa untuk memiliki sesuatu. Seseorang harus menjadi hamba Krishna, atau hamba dari hamba Krishna. Itulah cara yang benar untuk melaksanakan kewajiban dalam kesadaran Krishna. Kesadaran Krishna dengan sendirinya dapat menolong seseorang untuk bertindak dalam yoga.

Arjuna adalah seorang ksatriya, dan dengan demikian dia ikut berperan dalam lembaga varnasrama-dharma. Dalam Visnu Purana dinyatakan bahwa seluruh tujuan varnasrama-dharma ialah memuaskan Visnu. Seharusnya orang tidak memuaskan Diri-Nya sendiri, seperti kebiasaan di dunia material, melainkan sebaiknya memuaskan Krishna. Jadi, kalau seseorang tidak memuaskan Krishna, ia tidak akan dapat mengikuti prinsip-prinsip varnasrama dharma dengan sebenarnya. Secara tidak langsung, Arjuna dinasehati agar bertindak menurut perintah Krishna.

2.49
dūreṇa hy avaraḿ karma
buddhi-yogād dhanañjaya
buddhau śaraṇam anviccha
kṛpaṇāḥ phala-hetavaḥ

dūreṇa—membuang itu jauh-jauh; hi—pasti; avaram—jijik; karma—kegiatan; buddhi-yogāt—berdasarkan kekuatan kesadaran Krishna; dhanañjayā—wahai perebut kekayaan; buddhau—dengan kesadaran seperti itu; śaraṇam—penyerahan diri sepenuhnya; anvicchā—usahalah untuk; kṛpaṇāḥ—orang pelit; phala-hetavaḥ—orang yang menginginkan hasil atau pahala.

Terjemahan
Wahai dhanañjaya, jauhilah segala kegiatan yang menjijikkan melalui bhakti dan dengan kesadaran seperti itu serahkanlah dirimu kepada Tuhan Yang Maha Esa. Orang yang ingin menikmati hasil dari pekerjaannya adalah orang pelit.

Penjelasan
Orang yang sungguh-sungguh mencapai pengertian tentang kedudukan dasarnya sebagai hamba kekal Tuhan menyerahkan kesibukan selain bekerja sambil sadar akan Krishna. Sebagaimana sudah dijelaskan, buddhi yoga berarti cinta-bhakti rohani kepada Tuhan. Bhakti tersebut adalah jalan perbuatan yang benar bagi makhluk hidup. Hanya orang pelit yang ingin menikmati hasil pekerjaannya sendiri sehingga mereka lebih terikat dalam ikatan material. Selain pekerjaan dalam kesadaran Krishna, segala kegiatan menjijikkan karena senantiasa mengikat orang yang bekerja terhadap perputaran kelahiran dan kematian. Karena itu, hendaknya seseorang jangan sekali-kali ingin menjadi penyebab pekerjaan. Sebaiknya segala sesuatu dilakukan dalam kesadaran Krishna, demi kepuasan Krishna. Orang pelit tidak mengetahui bagaimana cara menggunakan harta kekayaan yang diperolehnya karena keuntungan yang baik atau hasil pekerjaan yang keras. Hendaknya seseorang mengeluarkan segala tenaga untuk bekerja dalam kesadaran Krishna, dan itu akan menyukseskan hidupnya. Seperti orang pelit, orang yang bernasib malang tidak menggunakan tenaganya sebagaimana manusia yang berbhakti kepada Tuhan.

2.50
buddhi-yukto jahātīha
ubhe sukṛta-duṣkṛte
tasmād yogāya yujyasva
yogaḥ karmasu kauśalam

buddhi-yuktaḥ—orang yang tekun dalam bhakti; jahāti—dapat menghilangkan; iha—dalam hidup ini; ubhe—kedua-duanya; sukṛta-duṣkṛte—hasil yang baik atau buruk; tasmāt—karena itu; yogāya—demi bhakti; yujyasva—menjadi sibuk seperti itu; yogaḥ—kesadaran Krishna; karmasu—dalam segala kegiatan; kauśalam—ilmu.

Terjemahan
Orang yang menekuni bhakti membebaskan Diri-Nya dari perbuatan yang baik dan buruk bahkan dalam kehidupan ini pun. Karena itu, berusahalah untuk yoga, ilmu segala pekerjaan.

Penjelasan
Sejak sebelum awal sejarah, setiap makhluk hidup mengumpulkan berbagai reaksi dari pekerjaannya yang baik dan yang buruk. Sebagai akibatnya, ia senantiasa bodoh terhadap kedudukan dasarnya yang sejati. Kebodohan seseorang dapat dihilangkan dengan pelajaran Bhagavad-gita, yang mengajarkan orang untuk menyerahkan diri kepada Sri Krishna dalam segala hal dan dengan demikian mencapai pembebasan dan pengorbanan terbelenggu yang berupa perbuatan dan reaksi, dalam banyak penjelmaan. Karena itu, Arjuna dinasehati agar bertindak dalam kesadaran Krishna, proses penyucian dari perbuatan sebagai akibat.

2.51
karma-jaḿ buddhi-yuktā hi
phalaḿ tyaktvā manīṣiṇaḥ
janma-bandha-vinirmuktāḥ
padaḿ gacchanty anāmayā m

karma-jam—oleh karena kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil; buddhi-yuktaḥ—dengan menekuni bhakti; hi—pasti; phalam—hasil; tyaktvā—meninggalkan; manīṣiṇaḥ—resi-resi yang mulia atau penyembah-penyembah; janma-bandha—dari ikatan kelahiran dan kematian; vinirmuktāḥ—sudah mencapai pembebasan; padam—kedudukan; gacchanti—mereka mencapai; anāmayam—tanpa kesengsaraan.

Terjemahan
Dengan menekuni bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa seperti itu, resi-resi yang mulia dan penyembah-penyembah membebaskan diri dari hasil pekerjaan di dunia material. Dengan cara demikian mereka dibebaskan dari perputaran kelahiran dan kematian dan mencapai keadaan di luar segala kesengsaraan [dengan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa].

Penjelasan
Para makhluk hidup yang sudah mencapai pembebasan tinggal di tempat yang bebas dari kesengsaraan material. Dalam Srimad-Bhagavatam (10.14.58) dinyatakan:

samāṣritā ye pada-pallava-plavaḿ
mahat-padaḿ puṇya-yaśo murāreḥ
bhavāmbudhir vatsa-padaḿ paraḿ padaḿ
padaḿ padaḿ yad vipadāḿ na teṣām

Bagi orang yang sudah menerima kapal berupa kaki padma Tuhan, pelindung manifestasi alam semesta yang terkenal sebagai Mukunda atau Pemberi mukti, lautan dunia material bagi-Nya adalah seperti air di dalam bekas jejak kaki anak sapi. Param padam, atau tempat tanpa kesengsaraan material, atau Vaikuntha, adalah tujuan orang itu, bukan tempat bahaya dialami pada setiap langkah dalam kehidupan.

Oleh karena kebodohan, seseorang tidak mengetahui bahwa dunia material ini adalah tempat sengsara, dan bahaya mengancam pada setiap langkah di tempat ini. Hanya karena kebodohan saja, orang yang kurang cerdas berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan dengan melakukan kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil, dengan berpikir bahwa perbuatannya akan menghasilkan kebahagiaan. Mereka tidak mengetahui bahwa tidak ada jenis badan material di manapun di alam semesta ini yang dapat memberikan kehidupan bebas dari kesengsaraan. Kesengsaraan hidup, yaitu: Kelahiran, kematian, usia tua, dan penyakit, berada di mana-mana di dunia material. Tetapi orang yang mengerti kedudukan dasarnya yang sejati sebagai hamba Tuhan yang kekal, dan dengan demikian mengetahui kedudukan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, menekuni cinta-bhakti rohani kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai hasil bhakti tersebut, ia memenuhi syarat untuk memasuki planet-planet Vaikuntha. Di planet-planet Vaikuntha tidak ada kehidupan material yang sengsara maupun pengaruh waktu dan kematian. Mengetahui kedudukan dasar kita berarti juga mengetahui kedudukan Tuhan Yang Mulia. Dimengerti bahwa orang yang menganggap kedudukan makhluk hidup dan kedudukan Tuhan sejajar, mempunyai pendapat yang salah dan berada dalam kegelapan. Karena itu, ia tidak sanggup menekuni bhakti kepada Tuhan. Orang seperti itu menjadi penguasa sendiri dan dengan demikian mempersiapkan diri untuk menempuh jalan menuju kelahiran dan kematian yang dialami berulang kali. Tetapi orang yang mengerti bahwa kedudukannya ialah pengabdian, ia akan memindahkan Diri-Nya kedalam bhakti kepada Tuhan, dan ia segera memenuhi syarat untuk memasuki Vaikunthaloka. Pengabdian demi kepentingan Tuhan disebut karma-yoga atau buddhi-yoga, atau dengan kata-kata yang sederhana bhakti atau pengabdian suci kepada Tuhan.

2.52
yadā te moha-kalilaḿ
buddhir vyatitariṣyati
tadā gantāsi nirvedaḿ
śrotavyasya śrutasya ca

yadā—apabila; te—milik engkau; moha—dari khayalan; kalilam—hutan yang lebat; buddhiḥ—pengabdian rohani dengan kecerdasan; vyatitariṣyāti—melampaui; tadā—pada waktu itu; gantā asi—engkau akan pergi; nirvedam—sikap acuh; śrotavyasya—terhadap segala sesuatu yang akan didengar; śrutasya—terhadap segala sesuatu yang sudah didengar; ca—juga.

Terjemahan

Bila kecerdasanmu sudah keluar dari hutan khayalan yang lebat, engkau akan acuh terhadap segala sesuatu yang sudah didengar dan segala sesuatu yang akan didengar.

Penjelasan
Ada banyak contoh yang baik dalam kehidupan penyembah-penyembah Tuhan yang mulia tentang orang yang menjadi tidak begitu terikat terhadap ritual-ritual Veda hanya dengan cara melakukan bhakti kepada Tuhan. Apabila seseorang sungguh-sungguh mengerti tentang Krishna dan hubungannya dengan Krishna, maka sewajarnya ia sepenuhnya tidak terikat terhadap ritual-ritual kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil, walaupun ia adalah brahmaṇā yang berpengalaman. Sri Madhavendra Puri, seorang penyembah yang murni dan ācārya dari garis para penyembah, berkata:

sandhyā-vandana bhadram astu bhavato bhoḥ snāna tubhyaḿ namo
bho devāḥ pitaraś ca tarpaṇa-vidhau nāhaḿ kṣamaḥ kṣamyat
yatra kvāpi niṣadya yādava-kulottamasya kaḿsa-dviṣaḥ
smāraḿ smāram aghaḿ harāmi tad alaḿ manye kim anyena me

O doa yang hamba panjatkan tiga kali sehari, segala pemujian kepada anda, o kegiatan mandi, hamba bersujud kepada engkau. O para dewa! O leluhur! Maafkan hamba karena hamba tidak sanggup memberi hormat kepada anda. Sekarang, di manapun hamba duduk, hamba ingat kepada putera mulia dinasti Yadu (Krishna), musuh Kamsa, dan dengan demikian hamba dapat membebaskan diri dari segala ikatan yang berdosa. Hamba berpikir itu sudah cukup bagi hamba.”

Upacara-upacara dan ritual-ritual Veda wajib bagi orang yang baru mulai belajar: termasuk segala jenis doa pujian tiga kali sehari, mandi pagi-pagi dan menghormati leluhur, dan sebagainya. Tetapi apabila seseorang sudah sadar akan Krishna sepenuhnya dan tekun dalam cinta-bhakti rohani kepada Krishna, maka ia tidak terikat terhadap segala prinsip yang mengatur tersebut karena dia sudah mencapai kesempurnaan. Kalau seseorang dapat mencapai tingkat pengertian dengan cara mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, maka dia tidak diharuskan lagi melaksanakan berbagai jenis pertapaan dan korban suci sebagaimana dianjurkan dalam Kitab-kitab Suci. Begitu pula, kalau seseorang belum mengerti bahwa tujuan Veda ialah untuk sampai kepada Krishna sehingga ia hanya sibuk dalam ritual-ritual dan sebagainya, maka ia memboroskan waktu dengan cara yang tidak berguna dalam kesibukan-kesibukan seperti itu. Orang yang sadar akan Krishna melampaui batas sabda-brahma, atau jangkauan Veda dan Upanisad-upanisad.

2.53
śruti-vipratipannā te
yadā sthāsyāti niścalā
samādhāv acalā buddhis
tadā yogam avāpsyasi

śruti—dari wahyu Veda; vipratipannā—tanpa dipengaruhi oleh hasil atau pahala yang diharapkan; te—milikmu; yadā—apabila; sthāsyāti—tetap; niścalā—tidak bergerak; samādhau—dalam kesadaran rohani, atau kesadaran Krishna; acalā—tidak bergerak; buddhiḥ—kecerdasan; tadā—pada waktu itu; yogam—keinsafan diri; avāpsyasi—engkau akan mencapai.

Terjemahan
Bila pikiranmu tidak goyah lagi karena bahasa kiasan Veda, dan pikiran mantap dalam semadi keinsafan diri, maka engkau sudah mencapai kesadaran rohani.

Penjelasan
Kalau kita mengatakan seseorang berada dalam samadhi, itu berarti dia sudah menginsafi kesadaran Krishna sepenuhnya; yaitu, orang dalam samadhi sepenuhnya sudah menginsafi Brahman, Paramatma dan Bhagavan. Kesempurnaan keinsafan diri tertinggi berarti mengerti bahwa diri kita adalah hamba Krishna untuk selamanya dan bahwa satu-satunya urusan kita ialah melaksanakan tugas-tugas kewajiban kita dalam kesadaran Krishna. Orang yang sadar akan Krishna, atau seorang penyembah Tuhan yang tidak pernah menyimpang, hendaknya jangan goyah karena bahasa kiasan dari Veda atau sibuk dalam kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala yang bertujuan untuk naik tingkat sampai kerajaan surga. Dalam kesadaran Krishna, seseorang mengadakan hubungan dengan Krishna secara langsung, dan dengan demikian segala perintah Krishna dapat dimengerti dalam keadaan rohani seperti itu. Seseorang pasti mencapai hasil dan mencapai pengetahuan yang meyakinkan dengan kegiatan seperti itu. Untuk berhasil seseorang hanya harus melaksanakan perintah-perintah Krishna atau utusan Krishna, yaitu guru kerohanian.

2.54
Arjuna uvāca
sthita-prajñasya kā bhāṣā
samādhi-sthasya keśava
sthita-dhīḥ kiḿ prabhāṣeta
kim āsīta vrajeta kim

Arjunaḥ uvāca—Arjuna berkata; sthita-prajñasya—milik orang yang mantap dalam kesadaran Krishna yang tetap; kā— apa; bhāṣā—bahasa; samādhi-sthasya—milik orang yang mantap dalam semadi; keśava—o Krishna; sthita-dhīḥ—orang yang mantap dalam kesadaran Krishna; kim—apa; prabhāṣeta—berbicara; kim—bagaimana; āsīta—tetap tidak bergerak; vrajeta—berjalan; kim—bagaimana.

Terjemahan
Arjuna berkata: O Krishna, bagaimanakah ciri-ciri orang yang kesadarannya sudah khusuk dalam kerohanian seperti itu? bagaimana cara bicaranya serta bagaimana bahasanya? Dan bagaimana ia duduk dan bagaimana ia berjalan?

Penjelasan
Seperti halnya setiap orang mempunyai ciri-ciri sesuai dengan kedudukannya masing-masing, begitu pula, orang yang sadar akan Krishna memiliki sifat dan gaya khusus; cara bicaranya, berjalan, berpikir, merasakan, dan sebagainya. Seperti halnya orang kaya mempunyai ciri-ciri yang memungkinkan kita mengenal orang itu kaya, juga orang yang sakit akan menampakkan gejala-gejala yang memungkinkan kita mengetahui bahwa dia sakit, atau bila orang bijaksana mempunyai ciri-ciri, begitu pula orang yang berada dalam kesadaran rohani terhadap Krishna mempunyai ciri-ciri khusus dalam berbagai tingkah lakunya. Seseorang dapat mengetahui ciri-ciri khusus orang yang sadar akan Krishna dari Bhagavad-gita. Yang paling penting ialah bagaimana orang yang sadar akan Krishna berbicara, sebab pembicaraan adalah sifat yang paling penting bagi setiap orang. Dikatakan bahwa orang bodoh, kebodohannya tidak akan ketahuan selama dia belum berbicara, dan tentu saja orang bodoh yang berpakaian rapi belum dapat diketahui sebagai orang bodoh kecuali ia berbicara. Tetapi begitu dia mulai berbicara, dia segera memperlihatkan diri. Ciri orang yang sadar akan Krishna yang segera dapat dilihat ialah bahwa dia berbicara tentang Krishna dan hal-hal yang berhubungan dengan Krishna. Kemudian ciri-ciri lainnya menyusul dengan sendirinya sebagaimana dinyatakan di bawah ini.

2.55
śrī-bhagavān uvāca
prajāḥāti yadā kāmān
sarvān pārtha mano-gatān
ātmany evātmanā tuṣṭaḥ
sthita-prajñas tadocyate

Śrī-bhagavān uvāca—Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; prajāḥāti—meninggalkan; yadā—apabila; kāmān—keinginan untuk kepuasan indera-indera; sarvān—segala jenis; pārtha—wahai putera Pṛthā; manaḥ-gatān—dari tafsiran pikiran; ātmani—keadaan murni sang roh; evā—pasti; ātmanā—oleh pikiran yang sudah disucikan; tuṣṭaḥ—puas; sthita-prajñaḥ—mantap secara rohani; tadā—pada waktu itu; ucyate—dikatakan.

Terjemahan
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: O Pārtha, bila seseorang meninggalkan segala jenis keinginan untuk kepuasan indera-indera, yang muncul dari tafsiran pikiran, dan bila pikirannya yang sudah disucikan dengan cara seperti itu hanya puas dalam sang diri, dikatakan ia sudah berada dalam kesadaran rohani yang murni.

Penjelasan
Di dalam Bhagavatam dibenarkan bahwa siapapun yang sadar akan Krishna sepenuhnya, atau berada sepenuhnya dalam bhakti kepada Tuhan, mempunyai segala sifat yang baik dari resi-resi yang mulia, sedangkan orang yang belum mantap secara rohani seperti itu tidak mempunyai sifat yang baik apapun, sebab dia pasti berlindung kepada apa yang dibuat oleh pikirannya sendiri. Karena apa yang dikatakan di sini memang benar, yaitu seseorang harus meninggalkan segala jenis keinginan indera-indera yang dibuat oleh tafsiran pikiran. Keinginan indera-indera seperti itu tidak dapat dihentikan secara tidak wajar. Tetapi kalau seseorang tekun dalam kesadaran Krishna, maka dengan sendirinya keinginan indera-indera berkurang tanpa usaha-usaha luar biasa. Karena itu, seseorang harus tekun dalam kesadaran Krishna tanpa ragu-ragu, sebab bhakti ini akan segera membantu Diri-Nya sampai ia mencapai tingkat kesadaran rohani. Roh yang sudah berkembang sampai tingkat tinggi selalu tetap puas dalam Diri-Nya sendiri dengan menginsafi Diri-Nya sebagai hamba kekal Tuhan Yang Maha Esa. Orang yang mantap dalam kerohanian seperti itu tidak mempunyai keinginan indera-indera akibat keduniawian yang remeh; melainkan, ia selalu berbahagia dalam kedudukannya yang wajar, yaitu mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk selamanya.

2.56
duḥkheṣv anudvigna-manāḥ
sukheṣu vigata-spṛhaḥ
vīta-rāga-bhaya-krodhaḥ
sthita-dhīr munir ucyate

duḥkheṣu—dalam tiga jenis kesengsaraan; anudvigna-manāḥ—tanpa digoyahkan dalam pikiran; sukheṣu—di dalam suka; vigata-spṛhaḥ—tanpa merasa tertarik; vīta—bebas dari; rāga—ikatan; bhaya—rasa takut; krodhaḥ—dan marah; sthita-dhīḥ—yang mantap dalam pikiran; muniḥ—resi; ucyate—disebut.

Terjemahan
Orang yang pikirannya tidak goyah bahkan di tengah-tengah tiga jenis kesengsaraan, tidak gembira pada waktu ada kebahagiaan, dan bebas dari ikatan, rasa takut dan marah, disebut resi yang mantap dalam pikirannya.

Penjelasan
Kata muni berarti orang yang dapat menggerakkan pikirannya dengan berbagai cara untuk berangan-angan tanpa mencapai kesimpulan yang nyata. Dikatakan bahwa tiap-tiap muni mempunyai segi pandangan yang berbeda, dan kalau seorang muni tidak berbeda daripada muni-muni lainnya, maka dia tidak dapat disebut muni menurut istilah muni yang tepat. Na casav rsir yasya matam na bhinnam (Mahabhārata, Vana-parva 313.117). Tetapi seorang sthitadhir muni, sebagaimana disebut di sini oleh Krishna, berbeda dari muni biasa. Seorang sthitadhir muni selalu sadar akan Krishna, sebab dia sudah menyelesaikan segala urusannya untuk berangan-angan dan menciptakan sesuatu. Dia disebut praśānta-nihsesa-ma no-rathantara (Strotra-ratna 43), atau orang yang sudah melampaui tingkat angan-angan pikiran dan sudah mencapai kesimpulan bahwa Sri Krishna, atau Vasudeva, adalah segala sesuatu (vasudevah sarvam iti sa mahatma sudurlabhah). Dia disebut seorang muni yang sudah mantap dalam pikirannya. Orang yang sadar akan Krishna sepenuhnya seperti itu sama sekali tidak digoyahkan oleh serangan tiga jenis kesengsaraan, sebab ia menerima segala kesengsaraan sebagai karunia Tuhan. Ia menganggap Diri-Nya hanya memenuhi syarat untuk mendapat kesulitan yang lebih banyak karena perbuatan salah yang telah dilakukannya pada masa lampau. Dia juga melihat bahwa kesengsaraannya dikurangi atas berkat karunia Tuhan sampai tingkat yang paling rendah sekali. Begitu pula, apabila dia berbahagia dia memuji Tuhan, dengan menganggap Diri-Nya tidak patut mendapat kebahagiaan seperti itu; dia menginsafi bahwa hanya karena berkat karunia Tuhan dia berada dalam keadaan yang menyenangkan dan dapat mengabdikan diri kepada Tuhan dengan cara yang lebih baik.Demi bhakti kepada Tuhan, dia selalu berani, giat dan tidak dipengaruhi oleh ikatan maupun rasa benci. Ikatan berarti menerima benda-benda untuk kepuasan indera-indera sendiri dan ketidakterikatan berarti tidak ada ikatan terhadap indera-indera seperti itu. Tetapi orang yang mantap dalam kesadaran Krishna tidak mempunyai ikatan maupun ketidakterikatan sebab kehidupannya sudah dipersembahkan dalam pengabdian kepada Tuhan. Karena itu, dia sama sekali tidak marah walaupun usaha-usahanya tidak mencapai sukses. Sukses maupun tidak sukses, orang yang sadar akan Krishna selalu mantap dalam ketabahan hatinya.

2.57
yaḥ sarvatrānabhisnehas
tat tat prāpya śubhāśubham
nābhinandati na dveṣṭi
tasya prajñā pratiṣṭhitā

yaḥ—orang yang; sarvatra—di mana-mana; anabhisnehaḥ—tanpa rasa kasih sayang; tat—itu; tat—itu; prāpya—mencapai; śubha—baik; aśubham—hal-hal yang buruk; na—tidak pernah; abhinandati—memuji; na—tidak pernah; dveṣṭi—iri hati; tasya—milik dia; prajñā—pengetahuan sempurna; pratiṣṭhitā—mantap.

.
Terjemahan
Di dunia material, orang yang tidak dipengaruhi oleh hal yang baik dan hal yang buruk yang diperolehnya, dan tidak memuji maupun mengejeknya, sudah mantap dengan teguh dalam pengetahuan yang sempurna.

Penjelasan
Selalu ada suatu pergolakan di dunia material yang mungkin baik atau buruk. Dapat dimengerti bahwa seseorang sudah mantap dalam kesadaran Krishna kalau ia tidak goyah karena goncangan-goncangan material seperti itu dan tidak dipengaruhi oleh hal yang baik atau buruk. Selama seseorang masih berada di dunia material, selalu ada kemungkinan ia akan mengalami hal-hal yang baik atau buruk, sebab dunia ini penuh dengan hal-hal yang relatif. Tetapi orang yang mantap dalam kesadaran Krishna tidak dipengaruhi oleh baik dan buruk sebab ia hanya memperhatikan Krishna, yang bersifat mutlak dan baik sepenuhnya. Kesadaran terhadap Krishna seperti itu menempatkan seseorang dalam kedudukan rohani yang sempurna, yang secara teknis disebut samadhi.

2.58
yadā saḿharate cāyaḿ
kūrmo ‘ńgānīva sarvaśaḥ
indriyāṇīndriyārthebhyas
tasya prajñā pratiṣṭhitā

yadā—apabila; saḿharate—menarik; ca—juga; ayam—dia; kūrmaḥ—kura-kura; ańgāni—anggota badan; iva—ibarat; sarvāsaḥ—bersama-sama; indriyāṇi—indera-indera; indriya-arthebhyaḥ—dari obyek-obyek indera; tasya—milik dia; prajñā—kesadaran; pratiṣṭhitā—mantap.

Terjemahan
Orang yang dapat menarik indera-inderanya dari obyek-obyek indera, bagaikan kura-kura yang menarik kakinya ke dalam cangkangnya, mantap dengan teguh dalam kesadaran yang sempurna.

Penjelasan
Ujian seorang yogi, penyembah, atau roh yang sudah insaf akan Diri-Nya ialah bahwa dia sanggup mengendalikan indera-indera menurut rencananya. Akan tetapi, kebanyakan orang adalah budak indera-indera, dan karena itu mereka diarahkan oleh apa yang diperintahkan oleh indera-indera. Itulah jawaban atas pertanyaan tentang bagaimana kedudukan seorang yogi.
Indera-indera diumpamakan sebagai ular-ular yang berbisa, selalu ingin bertindak secara bebas sekali tanpa aturan. Seorang yogi, atau penyembah, harus kuat sekali agar dapat mengendalikan indera-indera yang diumpamakan sebagai ular tersebut—seperti seorang pawang ular. Dia tidak pernah membiarkan indera-indera bertindak secara bebas. Ada banyak peraturan dalam Kitab-kitab Suci—beberapa di antaranya merupakan keharusan dan beberapa di antaranya adalah larangan. Kalau seseorang tidak dapat mengikuti peraturan yang mengharuskan dan peraturan yang melarang, dan tidak membatasi Diri-Nya dari kenikmatan indera-indera, maka tidak mungkin ia mantap dalam kesadaran Krishna. Contoh yang terbaik, yang dikemukakan di sini, adalah kura-kura. Pada setiap saat kurakura dapat menarik indera-inderanya, kemudian memperlihatkannya sekali lagi pada sewaktu-waktu dengan tujuan tujuan tertentu. Begitu pula, indera-indera orang yang sadar akan Krishna digunakan hanya untuk tujuan tertentu dalam pengabdian kepada Tuhan, dan selain itu indera-inderanya ditarik. Arjuna sedang diajarkan di sini agar menggunakan indera-inderanya untuk pengabdian kepada Tuhan, daripada untuk kepuasan pribadinya. Menjaga indera-indera, selalu tekun dalam bhakti kepada Tuhan adalah contoh yang dikemukakan dengan persamaan seperti kura-kura, yang selalu menyimpan indera-inderanya di dalam.

2.59
viṣayā vinivartante
nirāhārasya dehinaḥ
rasa-varjaḿ raso ‘py asya
paraḿ dṛṣṭvā nivartate

viṣayāḥ—obyek-obyek kenikmatan indera; vinivartante—dilatih untuk dihindarkan; nirāhārasya—dengan peraturan yang negatif; dehinaḥ—untuk ia yang berada di dalam badan; rasa-varjam—meninggalkan rasa; rasaḥ—rasa kenikmatan; api—walaupun ada; asya—milik dia; param—hal-hal yang jauh lebih tinggi; dṛṣṭvā—dengan mengalami; nivartate—dia berhenti dari.

Terjemahan
Barangkali kepuasan indera-indera sang roh yang berada dalam badan dibatasi, walaupun keinginan terhadap obyek-obyek indera tetap ada. Tetapi bila ia menghentikan kesibukan seperti itu dengan mengalami rasa yang lebih tinggi, kesadarannya menjadi mantap.

Penjelasan
Kalau seseorang belum mantap secara rohani, tidak mungkin ia menghentikan kenikmatan indera-indera. Proses membatasi kenikmatan indera-indera dengan aturan dan peraturan adalah seperti membatasi jenis-jenis makanan tertentu bagi orang yang sedang sakit. Akan tetapi, si penderita tidak suka peraturan dan pembatasan seperti itu dan juga tidak kehilangan keinginan untuk makan makanan seperti itu. Begitu pula, membatasi indera-indera dengan suatu proses rohani seperti astanga-yoga, yang terdiri dari yama, niyama, āsana, pranayama, pratyahara, dharana, dhyana dan sebagainya, dianjurkan untuk orang kurang cerdas yang tidak mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi daripada itu. Tetapi orang yang sudah merasakan indahnya Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, dalam menempuh jalan kemajuan dalam kesadaran Krishna, tidak berminat lagi terhadap hal-hal material yang bersifat mati. Karena itu, ada peraturan bagi orang yang kurang cerdas dan baru mulai belajar kemajuan rohani dalam hidupnya, tetapi peraturan seperti itu hanya baik sampai seseorang sungguh-sungguh berminat terhadap kesadaran Krishna. Apabila seseorang sungguh-sungguh sadar akan Krishna, maka dengan sendirinya dia akan kehilangan minat terhadap hal-hal yang hambar.

2.60
yatato hy api kaunteya
puruṣasya vipaścitaḥ
indriyāṇi pramāthīni
haranti prasabhaḿ manaḥ

yatataḥ—sambil berusaha; hi—pasti; api—walaupun; kaunteya—wahai putera Kuntī ; puruṣasya—milik seorang manusia; vipaścitaḥ—penuh dengan pengetahuan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk; indriyāṇi—indera-indera; pramāthīni—menggoyahkan; haranti—membuang; prasabham—dengan kekuatan; manaḥ—pikiran.

Terjemahan
Wahai Arjuna, alangkah kuat dan bergeloranya indera-indera sehingga pikiran orang bijaksana yang sedang berusaha untuk mengendalikan indera-inderanya pun dibawa lari dengan paksa oleh indera-indera itu.

Penjelasan
Ada banyak resi yang bijaksana, filosof dan rohaniwan yang berusaha menaklukkan indera-indera, tetapi walaupun mereka berusaha keras, yang paling mulia di antara merekapun kadang-kadang jatuh menjadi korban kenikmatan indera-indera material karena pikiran yang goyah. Visvamitra seorang resi yang besar dan yogi yang sempurna, juga digoda dan disesatkan oleh Menaka hingga menikmati hubungan suami-isteri, walaupun yogi itu sedang berusaha untuk mengendalikan indera-inderanya dengan jenis-jenis pertapaan yang keras dan latihan yoga. Tentu saja ada banyak contoh yang serupa dalam sejarah dunia. Karena itu, sulit sekali mengendalikan pikiran dan indera-indera tanpa sadar akan Krishna sepenuhnya. Tanpa menjadikan pikiran tekun di dalam Krishna, seseorang tidak dapat menghentikan kesibukan material seperti itu. Salah satu contoh yang nyata diberikan oleh Sri Yamunacarya, orang suci dan penyembah yang mulia, yang berkata:

yad-avadhi mama cetaḥ kṛṣṇa-pādāravinde
nava-nava-rasa-dhāmany udyataḿ rantum āsīt
tad-avadhi bata nārī-sańgame smaryamāne
bhavati mukha-vikāraḥ suṣṭhu niṣṭhīvanaḿ ca

Semenjak pikiranku menekuni bhakti kepada kaki-padma Sri Krishna, dan aku menikmati rasa rohani yang selalu semakin baru, bilamana aku memikirkan hubungan suami-isteri dengan seorang wanita, aku segera membuang muka dari hal itu, dan aku meludah bila hal itu terlintas pada pikiranku.
Kesadaran Krishna adalah hal yang begitu baik secara rohani sehingga dengan sendirinya kenikmatan material menjadi hal yang tidak menyenangkan. Hal ini seperti orang lapar yang sudah memuaskan rasa laparnya dengan makan makanan bergizi secukupnya. Maharājā Ambarisa juga mengalahkan seorang yogi yang besar bernama Durvasa Muni, hanya karena pikirannya tekun dalam kesadaran Krishna (sa vai manaḥ kṛṣṇa padaravindayor vācamsi vaikunthaguṇānuvarnane).

2.61
tāni sarvāṇi saḿyamya
yukta āsīta mat-paraḥ
vaśe hi yasyendriyāṇi
tasya prajñā pratiṣṭhitā

tāni—indera-indera itu; sarvāni—semua; saḿyamya—menjaga di bawah pengendalian; yuktaḥ—sibuk; āsīta—harus mantap; mat-paraḥ—sehubungan dengan-Ku; vaśe—menaklukkan sepenuhnya; hi—pasti; yasya—orang yang; indriyāṇi—indera-indera; tasya—milik dia; prajñā—kesadaran; pratiṣṭhitā—mantap.

Terjemahan
Orang yang mengekang dan mengendalikan indera-indera sepenuhnya dan memusatkan kesadarannya sepenuhnya kepada-Ku, dikenal sebagai orang yang mempunyai kecerdasan yang mantap.

Penjelasan
Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa paham tertinggi kesempurnaan yoga ialah Kesadaran Krishna. Kalau seseorang belum sadar akan Krishna, sama sekali tidak mungkin ia mengendalikan indera-indera. Sebagaimana dikutip di atas, seorang resi yang hebat yang bernama Durvasa Muni pernah memaki Maharājā Ambarisa, dan marah karena rasa bangga walaupun itu tidak diperlukan. Karena itu, Durvasa Muni tidak dapat mengendalikan indera-inderanya. Di pihak lain, walaupun Maharājā Ambarisa bukan yogi yang sehebat resi itu, tapi seorang penyembah Tuhan, Maharājā Ambarisa menahan diri terhadap hal-hal yang tidak adil yang dilontarkan oleh resi itu.
Dengan demikian akhirnya Maharājā Ambarisalah yang menang. Maharājā Ambarisa dapat mengendalikan indera-inderanya karena kwalifikasi-kwalifikasi berikut, sebagaimana disebut dalam Srimad-Bhagavatam (9.4.18-20):

sa vai manaḥ kṛṣṇa-pādāravindayor
vacāḿsi vaikuṇṭha-guṇānuvarṇane
karau harer mandira-mārjanādiṣu
śrutiḿ cakārācyuta-sat-kathodaye

mukunda-lińgālaya-darśane dṛśau
tad-bhṛtya-gātra-sparśe ‘ńga-sańgamam
ghrāṇaḿ ca tat-pāda-saroja-saurabhe
śrīmat-tulasyā rasanāḿ tad-arpite

pādau hareḥ kṣetra-padānusarpaṇe
śiro hṛṣīkeśa-padābhivandane
kāmaḿ ca dāsye na tu kāma-kāmyayā
yathottama-śloka-janāśrayā ratiḥ

Maharājā Ambarisa memusatkan pikirannya kepada kaki-padma Sri Krishna, dan menjadikan kata-katanya tekun dalam menguraikan tempat tinggal Krishna, tangannya digunakan untuk membersihkan tempat sembahyang kepada Krishna, matanya dalam memandang bentuk Krishna, badannya dalam menyentuh badan seorang penyembah, hidungnya dalam mencium bunga yang sudah dipersembahkan kepada kaki-padma Krishna, lidahnya dalam merasakan daun-daun tulasi yang sudah dipersembahkan kepada Beliau, kakinya digunakan dalam perjalanan ke tempat suci, tempat sembahyang kepada Beliau, kepalanya dalam mempersembahkan sembah sujud kepada Tuhan, dan keinginannya dalam memenuhi keinginan Tuhan… semua kwalifikasi tersebut menyebabkan dia memenuhi syarat untuk menjadi seorang penyembah Tuhan yang mempunyai sifat mat-para.”

Sehubungan dengan hal ini, kata mat-paraḥ bermakna sekali. Bagaimana seseorang dapat menjadi mat-paraḥ diuraikan dalam hidup Maharājā Ambarisa. Sri Baladeva Vidyabhusana, seorang sarjana dan ācārya yang mulia dari garis perguruan mat-paraḥ, berkata, mad-bhakti- prabha-vena-sarvendriya-vijaya-purvika svatma-drstih sulabheti bhāvaḥ. Indera-indera dapat dikendalikan sepenuhnya hanya dengan kekuatan bhakti kepada Krishna.” Contoh mengenai api juga kadang-kadang dikemukakan: Seperti halnya api yang menyala membakar segala sesuatu di dalam kamar, begitu pula, Sri Visnu, yang bersemayam di dalam hati seorang yogi, membakar segala hal yang kotor.” Yoga-sutra juga menganjurkan meditasi kepada Visnu, dan bukan meditasi kepada kekosongan. Orang yang hanya namanya saja yogi yang bersemadi kepada sesuatu yang bukan Visnu hanya memboroskan waktu saja dalam usaha yang sia-sia untuk mencari suatu khayalan. Kita harus sadar akan Krishna—yaitu berbhakti kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Inilah tujuan yoga yang sejati.

2.62
dhyāyato viṣayān puḿsaḥ
sańgas teṣūpajāyate
sańgāt sañjāyate kāmaḥ
kāmāt krodho ‘bhijāyate

dhyāyataḥ—sambil merenungkan; viṣayān—obyek-obyek indera; puḿsaḥ—mengenai seseorang; sańgaḥ—ikatan; teṣu—di dalam obyek-obyek indera; upajāyate—berkembang; sańgāt—dari ikatan itu; sañjāyate—berkembang; kāmaḥ—keinginan; kāmāt—dari keinginan; krodhaḥ—amarah; abhijāyate—terwujud.

Terjemahan
Selama seseorang merenungkan obyek-obyek indera-indera, ikatan terhadap obyek-obyek indera itu berkembang. Dari ikatan seperti itu berkembanglah hawa nafsu, dan dari hawa nafsu timbullah amarah.

Penjelasan
Orang yang belum sadar akan Krishna mengalami keinginan duniawi selama ia merenungkan obyek-obyek indera. Indera-indera memerlukan kesibukan yang nyata, dan kalau indera-indera tidak digunakan dalam cinta-bhakti rohani kepada Tuhan, maka indera-indera pasti akan mencari kesibukan dalam pengabdian kepada keduniawian. Di dunia material, semua kepribadian, termasuk pula Siva dan Brahma—apa lagi dewa-dewa lain di planet-planet surga—mengalami pengaruh obyek-obyek indera, dan satu-satunya cara untuk keluar dari teka-teki kehidupan material tersebut ialah menjadi sadar akan Krishna. Deva Siva bersemadi dengan khusuk, tetapi ketika Parvati menggoyahkannya untuk kesenangan indera-indera, Siva mengabulkan permintaan itu, dan sebagai akibatnya Kartikeya lahir. Haridasa Thakura, seorang penyembah Tuhan yang masih muda, juga digoda dengan cara yang serupa oleh penjelmaan Mayā devi, tetapi Haridasa lulus ujian tersebut dengan mudah karena bhaktinya yang murni kepada Sri Krishna. Sebagaimana digambarkan dalam ayat Sri Yamunacarya yang disebut di atas, seorang penyembah Tuhan yang tulus ikhlas menghindari segala kenikmatan indera indera material karena selera yang lebih tinggi dalam hatinya untuk kenikmatan rohani berhubungan dengan Tuhan. Itulah rahasia sukses. Karena itu, orang yang tidak sadar akan Krishna, biar bagaimana pun kekuatannya dalam mengendalikan indera-indera dengan cara menekan secara tidak wajar, akhir nya pasti gagal, sebab pikiran yang paling kecil sekalipun tentang kesenangan indera-indera akan menggoyahkan Diri-Nya untuk memuaskan keinginannya.

2.63
krodhād bhavati sammohaḥ
sammohāt smṛti-vibhramaḥ
smṛti-bhraḿśād buddhi-nāśo
buddhi-nāśāt praṇaśyati

krodhāt—dari amarah; bhavati—terjadi; sammohaḥ—khayalan yang sempurna; sammohāt—dari khayalan; smṛti—tentang ingatan; vibhramaḥ—kebingungan; smṛti-bhraḿśāt—sesudah ingatan dibingungkan; buddhi-nāśaḥ—kehilangan kecerdasan; buddhi-nāśāt—dari hilangnya kecerdasan; praṇaśyati—seseorang jatuh.

Terjemahan
Dari amarah timbullah khayalan yang lengkap, dari khayalan menyebabkan ingatan bingung. Bila ingatan bingung, kecerdasan hilang, bila kecerdasan hilang, seseorang jatuh lagi ke dalam lautan material.

Penjelasan
Srila Rupa Gosvami memberikan pengarahan sebagai berikut kepada kita:

prāpañcikatayā buddhyā
hari-sambandhi-vastunaḥ
mumukṣubhiḥ parityāgo
vairāgyaḿ phalgu kathyate
(Bhakti-rasāmṛta-sindhu 1.2.258)

Dengan mengembangkan kesadaran Krishna, kita dapat mengetahui bahwa segala sesuatu berguna dalam pengabdian kepada Tuhan. Orang yang belum mempunyai pengetahuan kesadaran Krishna berusaha dengan cara yang tidak wajar untuk menghindari obyek-obyek material. Sebagai akibatnya, walaupun mereka menginginkan pembebasan dari ikatan material, mereka tidak mencapai tingkat ketidakterikatan yang sempurna. Apa yang hanya namanya saja ketidakterikatan dimiliki oleh orang yang tidak sadar akan Krishna disebut phalgu, atau sesuatu yang kurang penting. Dipihak lain, orang yang sadar akan Krishna mengetahui cara menggunakan segala sesuatu dalam pengabdian kepada Tuhan; karena itu, ia tidak menjadi korban kesadaran material. Misalnya, menurut orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan, Tuhan Yang Mutlak tidak bisa makan karena Tuhan tidak bersifat pribadi. Orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan berusaha menghindari makanan yang enak, sedangkan seorang penyembah mengetahui bahwa Krishna adalah Kepribadian Yang Paling Tinggi yang menikmati, dan Beliau makan segala sesuatu yang dipersembahkan kepada-Nya dengan rasa bhakti. Jadi, sesudah mempersembahkan makanan yang enak kepada Tuhan, seorang penyembah menerima sisanya, yang disebut prasādam. Dengan demikian, segala sesuatu dirohanikan, dan tidak ada bahaya seorang penyembah akan jatuh. Seorang penyembah menerima prasādam dalam kesadaran Krishna, sedangkan orang yang bukan penyembah tidak mau menerima prasādam karena ia menganggap prasādam itu adalah sesuatu yang bersifat material. Jadi, orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan tidak dapat menikmati kehidupan, karena ketidakterikatannya yang tidak wajar; karena alasan inilah, jika pikirannya goyah bahkan sedikit saja ia langsung tertarik turun lagi ke dalam lautan kehidupan material. Dinyatakan bahwa walaupun roh seperti itu naik sampai tingkat pembebasan, namun ia jatuh lagi karena tidak mempunyai dasar dalam bhakti.

2.64
rāga-dveṣa-vimuktais tu
viṣayān indriyaiś caran
ātma-vaśyair vidheyātmā
prasādam adhigacchati

rāga—ikatan; dveṣa—ketidakterikatan; vimuktaiḥ—oleh orang yang sudah bebas dari; tu—tetapi; viṣayān—obyek-obyek indera; indriyaiḥ—oleh indera-indera; caran—bertindak terhadap; ātma-vaśyaiḥ—di bawah pengendalian seseorang; vidheya-ātmā—orang yang mengikuti kebebasan yang teratur; prasādam—karunia Tuhan; adhigacchati—mencapai.

Terjemahan
Tetapi orang yang sudah bebas dari segala ikatan dan rasa tidak suka serta sanggup mengendalikan indera-indera melalui prinsip-prinsip kebebasan yang teratur dapat memperoleh karunia sepenuhnya dari Tuhan.

Penjelasan
Sudah dijelaskan bahwa seseorang dapat mengendalikan indera-indera secara lahiriah dengan suatu proses yang tidak wajar, tetapi kalau indera-indera tidak dijadikan tekun dalam pengabdian rohani kepada Tuhan, maka kemungkinan besar dia akan jatuh. Walaupun orang yang sadar akan Krishna sepenuhnya barangkali kelihatannya berada pada tingkat indera-indera, tetapi oleh karena ia sadar akan Krishna, ia tidak mempunyai ikatan apa pun terhadap kegiatan indera-indera itu. Orang yang sadar akan Krishna hanya mempedulikan kepuasan Krishna dan tidak mempedulikan hal-hal lain. Karena itu, dia melampaui segala ikatan dan ketidakterikatan. Kalau Krishna menginginkan, agar seorang penyembah tidak melakukan sesuatu yang umumnya tidak diinginkan walau penyembah itu dapat melakukan apa saja; kalau Krishna tidak menginginkan demikian, dia tidak akan melakukan sesuatu yang biasanya dilakukan demi kepuasan sendiri. Jadi, dialah yang mengendalikan keputusan untuk bertindak atau tidak bertindak karena dia hanya bertindak di bawah perintah Krishna. Kesadaran tersebut adalah karunia Tuhan yang tiada sebabnya, yang dapat dicapai oleh seorang penyembah walaupun ia terikat pada tingkat indera-indera.

2.65
prasāde sarva-duḥkhānāḿ
hānir asyopajāyate
prasanna-cetaso hy āśu
buddhiḥ paryāvat iṣṭhate

prasāde—dengan memperoleh karunia Tuhan yang tiada sebabnya; sarva—dari semuanya; duḥkhānām—kesengsaraan material; hāniḥ—kehancuran; asya—milik dia; upajāyate—terjadi; prasanna-cetasāḥ—dari orang yang berbahagia dalam pikiran; hi—pasti; āśu—dalam waktu yang dekat sekali; buddhiḥ—kecerdasan; pari—secukupnya; avatiṣṭhate—menjadi mantap.

Terjemahan
Tiga jenis kesengsaraan kehidupan material tidak ada lagi pada orang yang puas seperti itu [dalam kesadaran Krishna]: dengan kesadaran yang puas seperti itu, kecerdasan seseorang mantap dalam waktu singkat.

2.66
nāsti buddhir ayuktasya
na cāyuktasya bhāvanā
na cābhāvayataḥ śāntir
aśāntasya kutaḥ sukham

na asti—tidak mungkin ada; buddhiḥ—kecerdasan rohani; ayuktasya—milik orang yang tidak mempunyai hubungan (dengan kesadaran Krishna); na—tidak; ca—dan; ayuktasya—milik orang yang kekurangan kesadaran Krishna; bhāvanā—pikiran mantap (dalam kebahagiaan); na—tidak; ca—dan; abhāvayataḥ—mengenai orang yang tidak mantap; śāntiḥ—kedamaian; aśāntasya—milik orang yang tidak damai; kutaḥ—mana ada; sukham—kebahagiaan.

Terjemahan
Orang yang tidak mempunyai hubungan dengan Yang Maha Kuasa dalam kesadaran Krishna] tidak mungkin memiliki kecerdasan rohani maupun pikiran yang mantap. Tanpa kecerdasan rohani dan pikiran yang mantap tidak mungkin ada kedamaian. Tanpa kedamaian, bagaimana mungkin ada kebahagiaan?

Penjelasan
Kalau seseorang belum sadar akan Krishna, maka tidak mungkin ia mencapai kedamaian. Dibenarkan dalam Bab Lima (5.29) bahwa apabila seseorang mengerti bahwa Krishna adalah satu-satunya Kepribadian Yang Menikmati segala hasil yang baik dari korban suci dan pertapaan, bahwa Krishna adalah pemilik semua manifestasi alam semesta dan bahwa Krishna adalah kawan sejati bagi semua makhluk hidup, hanya pada waktu itulah ia dapat mencapai kedamaian sejati. Karena itu, kalau seseorang belum sadar akan Krishna, maka tidak mungkin ada tujuan terakhir bagi pikirannya. Gangguan disebabkan kekurangan tujuan tertinggi, apabila seseorang sudah yakin bahwa Krishna adalah Kepribadian Yang Menikmati, pemilik dan kawan bagi semua orang dan segala sesuatu, maka ia dapat mewujudkan kedamaian dengan pikirannya yang mantap. Karena itu, orang sibuk tanpa hubungan dengan Krishna pasti selalu berada dalam kesedihan dan selalu tidak damai meskipun dia menonjolkan kedamaian dan kemajuan rohani dalam hidupnya. Kesadaran Krishna adalah keadaan damai yang diwujudkan sendiri dan hanya dapat dicapai dalam hubungan dengan Krishna.

2.67
indriyāṇāḿ hi caratāḿ
yan mano ‘nuvidhīyate
tad asya harati prajñāḿ
vāyur nāvam ivāmbhasi

indriyāṇām—di antara indera-indera; hi—pasti; caratām—sambil mengembara; yat—dengan itu; manaḥ—pikiran; anuvidhīyate—sibuk senantiasa; tat—itu; asya—milik dia; harati—melarikan; prajñām—kecerdasan; vāyuḥ—angin; nāvam—sebuah perahu; ivā—ibarat; ambhasi—pada permukaan air.

Terjemahan
Seperti perahu yang berada pada permukaan air dibawa lari oleh angin kencang, kecerdasan seseorang dapat dilarikan bahkan oleh satu saja di antara indera-indera yang mengembara dan menjadi titik pusat untuk pikiran.

Penjelasan
Kalau semua indera tidak dijadikan tekun dalam pengabdian kepada Tuhan, maka satu saja di antaranya sibuk dalam kepuasan indera indera dapat menyesatkan seorang penyembah dari jalan kemajuan rohani. Sebagaimana disebut dalam riwayat Maharājā Ambarisa, segala indera harus dijadikan tekun dalam kesadaran Krishna, sebab itulah cara yang benar untuk mengendalikan pikiran.

2.68
tasmād yasya mahā-bāho
nigṛhītāni sarvaśaḥ
indriyāṇīndriyārthebhyas
tasya prajñā pratiṣṭhitā

tasmāt—karena itu; yasya—milik orang yang; mahā-bāho—wahai kepribadian yang berlengan perkasa; nig‚hitāni—ditaklukkan dengan cara seperti itu; sarvāsaḥ—di berbagai sisi; indriyāṇi—indera-indera; indriya-arthebhyaḥ—dari obyek-obyek indera itu; tasya—milik dia; prajñā—kecerdasan; pratiṣṭhitā —mantap.

Terjemahan
Karena itu, orang yang indera-inderanya terkekang dari obyek-obyek nya pasti mempunyai kecerdasan yang mantap, wahai yang berlengan perkasa

Penjelasan
Seseorang hanya dapat membatasi kekuatan-kekuatan kepuasan indera-indera dengan cara kesadaran Krishna, atau dengan cara menjadikan semua indera tekun dalam pengabdian dengan cinta-bhakti kepada Krishna. Seperti halnya musuh ditaklukkan oleh kekuatan yang lebih hebat, dengan cara yang sama indera-indera dapat ditaklukkan, bukan oleh suatu usaha manusia, tetapi hanya dengan menjaga indera-indera selalu tekun dalam pengabdian kepada Tuhan. Orang yang sudah mengerti kenyataan ini—yaitu, bahwa dengan kesadaran Krishna kecerdasan seseorang sungguh-sungguh mantap dan bahwa seharusnya ia mempraktekkan ilmu ini di bawah bimbingan seorang guru kerohanian yang dapat di percaya—disebut seorang sadhaka, atau calon yang memenuhi syarat untuk mencapai pembebasan.

2.69
yā niśā sarva-bhūtānāḿ
tasyāḿ jāgarti saḿyamī
yasyāḿ jāgrati bhūtāni
sā niśā paśyato muneḥ

yā—apa; niśā—menjadi malam hari; sarva—semua; bhūtānām—bagi para makhluk hidup; tasyām—dalam hal tersebut; jāgrati—sadar; saḿyamī—orang yang mengendalikan diri; yasyām—di dalamnya; jāgrati—sadar; bhūtāni—semua makhluk; sa—itu yang; niśā—malam hari; paśyataḥ—bagi orang yang mawas diri; muneḥ—resi.

Terjemahan
Malam hari bagi semua makhluk adalah waktu sadar bagi orang yang mengendalikan diri, dan waktu sadar bagi semua makhluk adalah malam hari bagi resi yang mawas diri.

Penjelasan
Ada dua golongan manusia yang cerdas. Yang satu cerdas dalam kegiatan material untuk kepuasan indera-indera, dan yang lain mawas diri dan sadar terhadap pengembangan keinsafan diri. Kegiatan seorang resi yang mawas diri, atau orang yang banyak berpikir, adalah malam hari bagi orang yang sibuk secara material. Orang duniawi tetap tidur selama malam hari seperti itu karena kebodohan mereka terhadap keinsafan diri. Seorang resi yang mawas diri tetap sadar selama malam hari” orang duniawi. Resi tersebut merasakan kesenangan rohani dalam mengembangkan kebudayaan rohani tahap demi tahap, sedangkan orang yang sibuk dalam kegiatan duniawi tidak sadar terhadap keinsafan diri. Orang duniawi mimpi tentang pelbagai kenikmatan indera-indera. Kadang-kadang ia merasa bahagia dan kadang-kadang berdukacita dalam keadaan tidur yang sedang dialaminya. Orang yang mawas diri selalu acuh terhadap kesenangan dan dukacita duniawi. Dia, melanjutkan kegiatannya untuk keinsafan diri dan tidak digoyahkan oleh reaksi-reaksi material.

2.70
āpūryamāṇam acala-pratiṣṭhaḿ
samudram āpaḥ praviśanti yadvat
tadvat kāmā yaḿ praviśanti sarve
sa śāntim āpnoti na kāma-kāmī

āpūryamāṇam—selalu dipenuhi; acala-pratiṣṭham—terletak secara mantap; samudram—lautan; āpaḥ—air; praviśanti—masuk; yadvat—seperti; tadvat—demikian; kāmaḥ—keinginan; yam—kepada siapa; praviśanti—masuk; sarve—semua; saḥ—orang itu; śāntim—kedamaian; āpnoti—mencapai; na—tidak; kāma-kāmī—orang yang ingin memenuhi keinginan.

Terjemahan
Hanya orang yang tidak terganggu oleh arus keinginan yang mengalir terus menerus yang masuk bagaikan sungai-sungai ke dalam lautan, yang senantiasa diisi tetapi selalu tetap tenang, dapat mencapai kedamaian. Bukan orang yang berusaha memuaskan keinginan itu yang dapat mencapai kedamaian.

Penjelasan
Walaupun lautan yang luas selalu penuh air, namun lautan senantiasa diisi air yang lebih banyak lagi terutama selama musim hujan. Tetapi lautan selalu tetap sama—mantap; tidak goyah, dan tidak naik melampaui batas tepinya. Orang yang mantap dalam kesadaran Krishna juga seperti itu. Selama seseorang masih mempunyai badan jasmani, permintaan badan untuk kepuasan indera-indera akan berjalan terus. Akan tetapi, seorang penyembah tidak digoyahkan oleh keinginan-keinginan seperti itu karena dia puas sepenuhnya. Orang yang sadar akan Krishna tidak kekurangan apa-apa, sebab Tuhan memenuhi segala kebutuhan materialnya. Karena itu, sifat orang yang sadar akan Krishna seperti lautan—selalu penuh dalam Diri-Nya sendiri. Barangkali keinginan datang kepadanya bagaikan air dari sungai yang mengalir kedalam lautan, tetapi dia mantap dalam kegiatannya, dan tidak digoyahkan sedikitpun oleh keinginan untuk kepuasan indera-indera. Itulah bukti orang yang sadar akan Krishna dan sudah kehilangan segala minat untuk kepuasan indera-indera material, meskipun keinginan tersebut tetap ada. Oleh karena ia tetap puas dalam cinta-bhakti rohani kepada Tuhan, ia tetap mantap, bagaikan lautan, dan dengan demikian ia menikmati hasil kedamaian sepenuhnya. Akan tetapi, orang lain yang ingin memenuhi keinginannya sampai tingkat pembebasan, walaupun sukses di bidang material, tidak pernah mencapai kedamaian. Orang yang bekerja dengan keinginan menikmati hasil atau pahala, orang mencari pembebasan, dan juga para yogi yang mencari kekuatan batin semua kurang berbahagia karena keinginannya belum terpenuhi. Tetapi orang yang sadar akan Krishna berbahagia dalam pengabdian kepada Tuhan, dan dia tidak mempunyai keinginan apapun yang harus dipenuhi. Sebenarnya, pembebasan dari apa yang disebut ikatan material juga tidak diinginkan orang yang sadar akan Krishna. Para penyembah Krishna tidak mempunyai keinginan duniawi, karena itu, mereka damai secara sempurna.

2.71
vihāya kāmān yaḥ sarvān
pumāḿś carati niḥspṛhaḥ
nirmamo nirahańkāraḥ
sa śāntim adhigacchati

vihāya—meninggalkan; kāmān—keinginan duniawi untuk kepuasan indera-indera; yaḥ—siapa; sarvān—semua; pumān—seseorang; carati—hidup; niḥspṛhaḥ—bebas dari keinginan; nirmamaḥ—bebas dari rasa memiliki sesuatu; nirahańkāraḥ—bebas dari keakuan palsu; saḥ—dia; śāntim—kedamaian yang sempurna; adhigacchati—mencapai.

Terjemahan
Hanya orang yang sudah meninggalkan segala jenis keinginan untuk kepuasan indera-indera, hidup bebas dari keinginan, sudah meninggalkan segala rasa ingin memiliki sesuatu dan bebas dari keakuan palsu dapat mencapai kedamaian yang sejati.

Penjelasan
Bebas dari keinginan berarti tidak menginginkan sesuatu untuk kepuasan indera-indera. Dengan kata lain, keinginan untuk menjadi sadar akan Krishna sesungguhnya berarti bebas dari keinginan. Mengerti kedudukan kita yang sebenarnya sebagai hamba Krishna yang kekal, tanpa mengatakan secara palsu bahwa badan jasmani ini adalah diri kita dan tanpa menuntut hak milik atas sesuatu pun di dunia ini secara palsu adalah, tingkat kesadaran Krishna yang sempurna. Orang yang mantap pada tingkat kesempurnaan tersebut mengetahui bahwa oleh karena Krishna Pemilik segala sesuatu, segala sesuatu harus digunakan untuk memuaskan Krishna. Arjuna tidak ingin bertempur demi kepuasan indera-indera sendiri, tetapi setelah dia sadar akan Krishna sepenuhnya, dia bertempur karena Krishna menginginkannya. Arjuna tidak mempunyai keinginan sedikit pun untuk bertempur demi Diri-Nya sendiri, tetapi Arjuna yang sama bertempur sekuat tenaga demi Krishna. Kebebasan yang sejati dari keinginan berarti keinginan untuk memuaskan Krishna, bukan usaha yang tidak wajar untuk menghapus keinginan. Makhluk hidup tidak mungkin bebas dari keinginan atau bebas dari indera-indera, tetapi ia harus mengubah sifat keinginan. Orang yang bebas dari keinginan material tentu saja mengetahui bahwa segala sesuatu adalah milik Krishna (isavasyam idam sarvam). Karena itu, dia tidak menuntut hak milik atas benda apa pun secara palsu. Pengetahuan rohani tersebut berdasarkan keinsafan diri—yaitu, menyadari secara sempurna bahwa setiap makhluk hidup adalah bagian kekal dari Krishna yang mempunyai sifat yang sama seperti Krishna dalam identitas rohani. Karena itu, kedudukan makhluk hidup yang kekal tidak pernah sejajar dengan Krishna atau lebih tinggi daripada Krishna. Pengertian kesadaran Krishna tersebut adalah prinsip dasar kedamaian yang sejati.

2.72
eṣā brahma sthitiḥ pārtha
naināḿ prāpya vimuhyati
sthitvāsyām anta-kāle ‘pi
brahma-nirvāṇam ṛcchati

eṣā—ini; brahma—rohani; sthitiḥ—keadaan; pārtha—wahai putera Pṛthā;na—tidak pernah; enam—ini; prāpya—mencapai; vimuhyāti—seseorang dibingungkan; sthitvā—menjadi mantap; asyām—dalam ini; anta-kāle—pada akhir hidup; api—juga; brahma-nirvāṇam—kerajaan rohani Tuhan; ṛcchati—seseorang mencapai.

Terjemahan
Itulah cara hidup yang suci dan rohani. Sesudah mencapai kehidupan seperti itu, seseorang tidak dibingungkan. Kalau seseorang mantap seperti itu bahkan pada saat kematian sekalipun, ia dapat masuk ke kerajaan Tuhan.

Penjelasan
Seseorang dapat mencapai kesadaran Krishna atau kehidupan yang suci dengan segera, dalam satu detik—atau mungkin ia belum mencapai keadaan hidup seperti itu walaupun sudah dilahirkan berjuta-juta kali. Hal itu hanya merupakan soal pengertian dan pengakuan terhadap kenyataan. Khatvānga Maharājā mencapai keadaan hidup tersebut beberapa saat sebelum meninggal, dengan cara menyerahkan diri kepada Krishna. Nirvana berarti mengakhiri proses kehidupan material. Menurut filsafat para pengikut sang Buddha, sesudah kehidupan material ini berakhir, yang ada hanya kekosongan, tetapi Bhagavad-gita memberikan pelajaran yang lain daripada itu. Kehidupan yang sejati mulai setelah kehidupan duniawi ini berakhir. Orang duniawi yang kasar cukup mengetahui bahwa ia harus mengakhiri cara hidup duniawi, tetapi bagi orang sudah maju secara rohani, ada kehidupan yang lain sesudah kehidupan duniawi. Sebelum akhir hidup ini, kalau seseorang cukup beruntung hingga menjadi sadar akan Krishna, maka ia akan segera mencapai tingkat brahma-ṇirvana. Tidak ada perbedaan antara kerajaan Tuhan dan bhakti kepada Tuhan. Oleh karena kedua-duanya berada pada tingkat mutlak, kalau seseorang menekuni cinta-bhakti rohani kepada Tuhan, itu berarti ia sudah mencapai kerajaan rohani. Di dunia material ini, ada kegiatan kepuasan indera-indera, sedangkan di dunia rohani ada kegiatan kesadaran Krishna. Tercapainya kesadaran Krishna bahkan selama hidup ini pun berarti segera mencapai Brahman, dan orang yang sudah mantap dalam kesadaran Krishna tentu saja sudah memasuki kerajaan Tuhan.

Brahman adalah lawan alam. Karena itu, brahma-sthitiḥ berarti bukan pada tingkat kegiatan material.” Bhakti kepada Tuhan diakui dalam Bhagavad-gita sebagai tingkat pembebasan (sa guṇān samatityaitan brahma-bhuyayā kalpate). Karena itu, brahmi-sthiti adalah pembebasan dari ikatan material.

Srila Bhaktivinoda Thakura telah meringkas Bab Dua Bhagavad-gita sebagai isi seluruh teks Bhagavad-gita. Mata pelajaran yang dibahas dalam Bhagavad-gita adalah karma-yoga, jñāna-yoga, dan bhakti-yoga. Dalam Bab Dua, karma-yoga dan jñāna-yoga sudah dibicarakan dengan jelas, dan gambaran tentang bhakti-yoga juga sudah diberikan, sebagai isi teks Bhagavad-gita yang lengkap.

Demikianlah selesai penjelasan Bhaktivedanta menganai Bab Dua Srimad Bhagavad-gita perihal Ringkasan Isi Bhagavad-gita.”

Berbagai Sumber | Google Images | Youtube | Support become Patreon

 

agungsujana

Recent Posts

Pura Pengubengan – Besakih

Pura Pengubengan - Besakih Pura Pengubengan ini letaknya ke utara dari Pura Penataran Agung melalui…

3 years ago

Sanghyang Tumuwuh

Sanghyang Tumuwuh di Pura Batukaru Avir Vai nama devata, rtena-aste parivrta, tasya rupena-ime vrksah, harita…

3 years ago

Arya Kenceng

Arya Kenceng Arya Kenceng adalah seorang kesatria dari Majapahit yang turut serta dalam ekspedisi penaklukan…

3 years ago

Pura Andakasa

Pura Andakasa Pura Andakasa adalah pura Kahyangan Jagat, yang merupakan deretan pura utama yang ada…

4 years ago

Pura Pucak Bukit Sangkur

Pura Pucak Bukit Sangkur Pura Luhur Pucak Bukit Sangkur adalah ada Di Desa Pakraman Kembang…

4 years ago

Pura Luhur Besikalung

Pura Luhur Besikalung Pura Luhur Besikalung berlokasi di daerah pegunungan di lereng gunung bagian selatan…

4 years ago